Tradisionalisme Jawa: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
menjelaskan ciri politik tradisionalisme jawa dan menambahkan sumber |
||
Baris 2:
Dalam praktiknya, konsep pemikiran politik tradisionalisme jawa ini pernah digunakan oleh salah satu presiden Indonesia yaitu Soeharto. Dengan menerapkan konsep tradisionalisme jawa tersebut pemerintahan [[Soeharto]] dapat mampu mempertahankan kekuasaannya yang terbukti telah memimpin Indonesia selama 32 tahun. Soeharto menggunakan konsep pemimpin dalam kalangan masyarakat Jawa yang kedudukannya disamakan dengan kedudukan seorang raja. Seorang raja memiliki kekuasaan yang terpusat padanya, hampir tiada batas (kekuasaan absolut). Akan tetapi, dalam pemikiran Jawa kekuasaan yang demikian haruslah diiringi dengan dikap-sikap yang berbudi luhur, mulia, dan kasih sayang.
==
Pemikiran politik tradisionalisme jawa memiliki ciri yaitu,
# kekuasaan bersifat konkrit dimana kekuasaan itu adalah bentuk realitas seperti kekuatan yang ada pada benda seperti air, tanah, api. Biasanya sifat konkrit ini juga dimaknai sebagai suatu kekuasaan politik, dimana kekuasaan yang ada adalah suatu bentuk ungkapan dan seorang penguasa tersebut memiliki kekuatan yang sakti.
# Kekuasaan bersifat homogen, semua kekuasaan berasal dari sumber yang sama dan memiliki kualitas yang sama.
# Kekuasaan tidak mempermasalahkan keabsahan, contohnya ketika kerajaan Mataram lama masih berjaya, mereka membuat monumen, namun rakyat sekitar tidak suka, sehingga mereka memindahkan kerajaannnya ke Jawa Timur dan terjadi akumulasi kekuasaan. Dengan adanya kekuasaan yang berada di Jawa Timur, kekuasaan yang berada di Mataram lama semakin merosot.
# Kekuasaan bersifat konstan atau tetap, artinya pemusatan kekuasaan di suatu tempat sama artinya dengan pengurangan kekuasaan di tempat lain, jadi apabila terdapat seorang pemimpin yang akan menempati suatu kedudukan, maka harus terdapat penurunan suatu penguasa juga sehingga jumlah nya akan tetap atau konstan.
# Kesaktian pemimpin diukur dari besarnya monopoli kekuasaan, semakin besarnya suatu kekuasaan maka dapat diperlihatkan dengan semakin besarnya penguasa tersebut dapat memonopoli suatu wilayah.
# Tidak membutuhkan legitimasi, dimana segala kekuasaan dan hukum berasal dari raja karena raja adalah sumber kedaulatan. Dengan demikian, tidak dibutuhkan hukum sebagai syarat legitimasi kekuasaan. <ref>Anderson, Benedict R.O’G., 1984,“Gagasan tentang Kekuasaan dalam Kebudayaan Jawa”'' ,''dalam Miriam Budiardjo (Ed.),'' Aneka Pemikiran tentang Kuasa dan Wibawa'', Jakarta:Penerbit Sinar Harapan.</ref>
=== Sifat-Sifat Kekuasaan Jawa ===
|