Pangeran Praboe Anom: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Alamnirvana (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 34:
Ia juga bersikap kejam, ia tega memukuli selirnya dengan sebatang tongkat hingga mati dikarenakan sang selir tersebut gagal menemukan kucing kesayangan miliknya yang hilang<ref>{{id}} {{cite book|pages=41|url=http://books.google.co.id/books?id=NjBc79jjRx4C&lpg=PA41&dq=Sultan-moeda%20bandjarmasin&pg=PA41#v=onepage&q&f=false|title=Bulan jingga dalam kepala: novel|first=M. Fadjroel|last=Rachman|publisher=Gramedia Pustaka Utama|year=2007|isbn=9792228764}}ISBN 978-979-22-2876-2</ref>
 
Setelah Pemerintah kolonial Hindia Belanda melantik Pangeran Tamjidillah menjadi Sultan Banjar tanggal 3 November 1857, maka pada tanggal 4 November 1857 Residen mengizinkan dengan bantuan serdadu yang ada di Martapura untuk menangkap Pangeran Prabu Anom, pamannya sendiri. Pangeran Prabu Anom pergi ke Martapura lari dari tahanannya di Banjarmasin (sekarang Kelurahan Melayu) karena mengurusi pemakaman ayahnya Sultan Adam al WasikWatsiq Billah. Alasannya dan tuduhan yang dikenakan pada dirinya ialah bahwa Pangeran Prabu Anom membahayakan tahta, tetapi penangkapan itu tidak berhasil. Rakyat menjadi saksi atas tindakan Sultan baru ini dalam usahanya menangkap pamannya Pangeran Prabu Anom. Lima hari setelah pemakaman Sultan Adam Al Wasik Billah yang sangat dicintai rakyat, [[Keraton Banjar|keraton Martapura]] ditembaki serdadu Belanda untuk menangkap anak raja. Pangeran Prabu Anom akhirnya ditangkap dengan tipu muslihat pada permulaan tahun 1858 dan dijebloskan ke penjara [[benteng Tatas]] kemudian diasingkan ke Bandung pada [[23 Februari]] [[1858]].<ref name="Lontaan">{{id}}{{cite book|pages=105|url=https://books.google.co.id/books?id=UgVxAAAAMAAJ&q=Pangeran+Prabu+Anum&dq=Almarhum+Kuta+Batu&hl=id&source=gbs_word_cloud_r&cad=5|author= J. U. Lontaan|title=Menjelajah Kalimantan|publisher=Penerbit Baru|year=1985}}</ref>
 
Pangeran Prabu Anom merupakan mertua dari Pangeran Muhammad Aminullah, pejuang [[Perang Banjar]]. Pangeran Muhammad Aminullah termasuk salah seorang yang tidak akan pernah mendapat pengampunan dari pemerintah Kolonial Hindia Belanda:<ref>{{nl}} {{cite book|pages=118|url=http://books.google.co.id/books?id=PaFBAAAAYAAJ&dq=GouvernementBorneo&pg=PA118#v=onepage&q=borneo&f=false|title=Staatsblad van Nederlandisch Indië|first=G. A. N. Scheltema|last=de Heere|publisher=Ter Drukkerij van A. D. Schinkel.|year=1863}}</ref>