Ki Hadjar Dewantara: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 26:
}}
[[Berkas:Ki hajar dewantara.jpg|145px|thumb|right|Ki Hadjar Dewantara]]
[[Raden Mas]] '''Soewardi Soerjaningrat''' ([[Ejaan Bahasa Indonesia|EBI]]: '''Suwardi Suryaningrat''', sejak 1922 menjadi '''Ki Hadjar Dewantara''', EBI: '''Ki Hajar Dewantara''', beberapa menuliskan bunyi bahasa Jawanya dengan Ki Hajar Dewantoro; {{lahirmati|[[Kadipaten Pakualaman|Pakualaman]]|2|5|1889|Yogyakarta|26|4|1959}};<ref>Ini adalah versi Perguruan Tamansiswa dan Kepustakaan Presiden [[Perpustakaan Nasional Republik Indonesia]], tokohindonesia.com menyebutkan 28 April 1959 sebagai tanggal wafat.</ref> selanjutnya disingkat sebagai "Soewardi" atau "KHD") adalah aktivis pergerakan [[kemerdekaan Indonesia]], kolumnis, [[politisi]], dan pelopor [[pendidikan]] nasional bagi kaum [[pribumi]] [[Indonesia]] dari [[Indonesia: Era Belanda|zaman penjajahan Belanda]]. Ia adalah pendiri Perguruan [[Taman Siswa]], suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para [[priyayi]] maupun orang-orang [[Belanda]]. Seorang tokoh pejuang pergerakan nasional yang berjuang menyaingi pendidikan kolonial yang tidak adil dan cenderung diskiriminatif.
 
Tanggal kelahirannya sekarang diperingati di Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional. Bagian dari [[semboyan]] ciptaannya, ''tut wuri handayani'', menjadi [[slogan]] [[Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia]]. Namanya diabadikan sebagai salah sebuah nama [[kapal perang]] Indonesia, [[KRI Ki Hajar Dewantara]]. Potret dirinya diabadikan pada [[uang kertas]] pecahan 20.000 rupiah tahun edisi 1998.<ref name="uang">[http://www.bi.go.id/biweb/utama/pendidikan/uang/asset/html/td_kr20000.html Uang Kertas Bank Indonesia Pecahan: Rp. 20.000,-], Bank Indonesia, diakses tanggal 26 April 2011.</ref>
Baris 32:
Ia dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang ke-2 oleh Presiden RI, [[Sukarno]], pada [[28 November]] [[1959]] (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959).<ref>[http://www.depsos.go.id/modules.php?name=Pahlawan&opsi=mulai-1 "DAFTAR NAMA PAHLAWAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA"]</ref>
 
== Masa muda ==
dwewantorop
Soewardi berasal dari lingkungan keluarga [[Kadipaten Paku Alaman|Kadipaten Pakualaman]], putra dari GPH Soerjaningrat, dan cucu dari Pakualam III. Ia menamatkan [[Sekolah Dasar|pendidikan dasar]] di [[ELS]] (Sekolah Dasar Eropa/Belanda). Kemudian sempat melanjut ke [[STOVIA]] (Sekolah Dokter Bumiputera), tetapi tidak sampai tamat karena sakit. Kemudian ia bekerja sebagai penulis dan [[wartawan]] di beberapa [[surat kabar]], antara lain, ''[[Sediotomo]]'', ''[[Midden Java]]'', ''[[De Expres]]'', ''[[Oetoesan Hindia]]'', ''[[Kaoem Moeda]]'', ''Tjahaja Timoer'', dan ''[[Poesara]]''. Pada masanya, ia tergolong penulis handal. Tulisan-tulisannya komunikatif dan tajam dengan semangat antikolonial.
 
== Aktivitas pergerakan ==
Baris 41 ⟶ 42:
== ''Als ik een Nederlander was'' ==
[[Berkas:Soewardi1919Lebeau.jpg|thumb|Ki Hadjar Dewantara <br>(Chris Lebeau, 1919)]]
Sewaktu pemerintah Hindia Belanda berniat mengumpulkan sumbangan dari warga, termasuk pribumi, untuk perayaan kemerdekaan Belanda dari [[Perancis]] pada tahun 1913, timbul reaksi kritis dari kalangan nasionalis, termasuk Soewardi. Ia kemudian menulis "Een voor Allen maar Ook Allen voor Een" atau "Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga". Namun kolom KHD yang paling terkenal adalah "Seandainya Aku Seorang Belanda" (judul asli: "Als ik een Nederlander was"), dimuat dalam [[surat kabar]] ''[[De Expres]]'' pimpinan Douwes DekkerDD, [[13 Juli]] [[1913]]. Isi artikel ini terasa pedas sekali di kalangan pejabat Hindia Belanda. Kutipan tulisan tersebut antara lain sebagai berikut.
 
:''"Sekiranya aku seorang [[Belanda]], aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si ''[[Inlanders|inlander]]'' memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Ide untuk menyelenggaraan perayaan itu saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita keruk pula kantongnya. Ayo teruskan saja penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda, hal yang terutama menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku ialah kenyataan bahwa ''inlander'' diharuskan ikut mengongkosi suatu kegiatan yang tidak ada kepentingan sedikit pun baginya".''
Baris 51 ⟶ 52:
== Dalam pengasingan ==
[[Berkas:Ki Hadjar Dewantara, with Dekker and Mangunkusuma (page 40).jpg|jmpl|ki|200px|Soewardi, [[Ernest Douwes Dekker]] dan [[Tjipto Mangoenkoesoemo]] ([[Tiga Serangkai]]) tahun 1914 saat diasingkan di Negeri Belanda]]
Dalam pengasingan di Belanda, Soewardi aktif dalam organisasi para pelajar asal Indonesia, ''[[Indische Vereeniging]]'' (Perhimpunan Hindia). Tahun 1913 dia mendirikan ''IndonesischeIndonesisch Pers-bureau'', "kantor berita Indonesia". Ini adalah penggunaan formal pertama dari istilah "Indonesia", yang diciptakan tahun 1850 oleh ahli bahasa asal InggrisInggeris [[George Windsor Earl]] dan pakar hukum asal Skotlandia [[James Richardson Logan]].
 
Di sinilah ia kemudian merintis cita-citanya memajukan kaum pribumi dengan belajar ilmu pendidikan hingga memperoleh ''Europeesche Akta'', suatu ijazah pendidikan yang bergengsi yang kelak menjadi pijakan dalam mendirikan lembaga pendidikan yang didirikannya. Dalam studinya ini Soewardi terpikat pada ide-ide sejumlah tokoh pendidikan Barat, seperti [[Friedrich W. A. Froebel|Froebel]] dan [[Maria Montessori|Montessori]], serta pergerakan pendidikan [[India]], [[Santiniketan]], oleh keluarga [[Tagore]]. Pengaruh-pengaruh inilah yang mendasarinya dalam mengembangkan sistem pendidikannya sendiri.
Baris 62 ⟶ 63:
== Pengabdian pada masa Indonesia merdeka ==
[[Berkas:Patung ki hadjar dewantara.jpg|thumb|Patung Ki Hajar Dewantara]]
Dalam kabinet pertama Republik Indonesia, KHD diangkat menjadi [[Daftar Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia|Menteri Pengajaran Indonesia]] (posnya disebut sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan) yang pertama. Pada tahun 1957 ia mendapat gelar doktor kehormatan ([[honoris causa|doctor honoris causa]], Dr.H.C.) dari salah satu universitas ditertua Indonesia, [[Universitas Gadjah Mada]]. Atas jasa-jasanya dalam merintis pendidikan umum, ia dinyatakan sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia dan hari kelahirannya dijadikan Hari Pendidikan Nasional (Surat Keputusan Presiden RI no. 305 tahun 1959, tanggal 28 November 1959).
 
Ia meninggal dunia di Yogyakarta tanggal 26 April 1959 dan dimakamkan di [[Taman Wijaya Brata]].<!--