Filsafat hasrat: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Adeninasn (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Adeninasn (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 6:
Istilah hasrat ({{lang-en|desire}}) sudah muncul dalam pemikiran [[Sigmund Freud|Freud]]. Freud mengasosiasikan hasrat sebagai harapan atau keinginan yang bersifat tidak disadari. Freud melihat hasrat berhubungan dengan “kepenuhan”; dan tersimpan dalam wilayah tidak-sadar, serta menjadi daya pendorong bagi tindakan seseorang; dengan mencari pemenuhan atas hasratnya. Freud juga menyebutkan bahwa mimpi adalah realisasi dari "hasrat“. Hasrat dalam Freud dipahami sebagai hasrat seksual (''libidinal desire'').<ref name=":1">Lukman, Lisa. (2011). "Proses Pembentukan Subjek: Antropologi Jacques Lacan". Jakarta: Penerbit Kanisius.</ref>
 
Kemudian [[Jacques Lacan]] memahami hasrat yang juga dipengaruhi filsafat [[Hegel]]; melalui kuliah yang diberikan oleh [[Alexandre Kojéve]]. Pengertian hasrat dalam filsafat Hegel berbeda dari apa yang dipahami oleh Freud. Hegel memahami hasrat sebagai 'hasrat akan pengakuan' (''desire of recognition''). Hal ini dijelaskan dengan [[Dialektik|dialektika]] tuan-budak. Seseorang berjuang untuk mendapatkan pengakuan dari sesamanya karena dengan cara demikianlah orang tersebut mendapatkan kepastian dirinya. Proses pengakuan ini haruslah seimbang dan bersifat timbal balik, dimana pengakuan diberikan oleh seseorang yang sepadan dengan orang yang diakui. Hegel beranggapan bahwa kepastian diri terbentuk dari proses [[dialektika]] antara hasrat dan pemenuhannya. Kepastian diri inilah yang diperjuangkan oleh manusia karena dengan memiliki kepastian diri manusia seakan menemukan posisinya dalam dunia, dan membawa manusia kepada kebebasan. Lacan juga mengatakan bahwa [[Subjek_(filsafat)|Subjek]] mencari kepastiannya.<ref name=":1" /> Lacan mendapat pengaruh filsafat Hegel melalui [[Alexandre Kojéve|Kojéve]]. Penafsiran Kojéve terhadap filsafat Hegel lebih menekankan pada negativitas dalam proses dialektika. Lacan memahami bahwa proses dialektika hasrat adalah hasrat akan pengakuan dan bahwa negativitas manusia adalah perjuangan akan pengakuan itu. Manusia menyadari dirinya ketika pertama kali ia menyebut kata “Aku”; hal ini terjadi melalui hasrat, ketika seseorang mengenali hasratnya sebagai dirinya, dan bahwa hasrat terlepas dari objeknya. Pemuasan hasrat membutuhkan bentuk negativitas (penghancuran atau perubahan) atas objek hasrat. Lacan mengacu pada Freud bahwa hasrat seseorang adalah hasrat dari yang lain.<ref name=":1" />
 
Lacan mendapat pengaruh filsafat Hegel melalui [[Alexandre Kojéve|Kojéve]]. Penafsiran Kojéve terhadap filsafat Hegel lebih menekankan pada negativitas dalam proses dialektika. Lacan memahami bahwa proses dialektika hasrat adalah hasrat akan pengakuan dan bahwa negativitas manusia adalah perjuangan akan pengakuan itu. Manusia menyadari dirinya ketika pertama kali ia menyebut kata “Aku”; hal ini terjadi melalui hasrat, ketika seseorang mengenali hasratnya sebagai dirinya, dan bahwa hasrat terlepas dari objeknya. Pemuasan hasrat membutuhkan bentuk negativitas (penghancuran atau perubahan) atas objek hasrat. Lacan mengacu pada Freud bahwa hasrat seseorang adalah hasrat dari yang lain.<ref name=":1" />
 
Kalimat “hasrat seseorang adalah hasrat yang lain” juga menjelaskan hubungan hasrat dengan hasrat. Kalimat ini juga dapat dipahami bahwa hasrat seseorang adalah hasrat dari orang lain, bahwa hasrat seseorang adalah menjadi hasrat dari orang lain juga. Teori ini berkaitan dengan teori Hegelian, yaitu ''struggle for recognition''. Seseorang memiliki hasrat untuk mendapat pengakuan dan untuk diingini oleh orang lain, untuk menjadi hasrat dari orang lain. Hasrat seseorang hanya dapat terpuaskan bila ia menjadi dihasrati oleh hasrat orang lain, menjadi objek hasrat orang lain. [[Tahap cermin]] adalah tempat kelahiran hasrat seseorang karena dalam tahap ini terjadi identifikasi untuk pertama kalinya dan seorang anak mulai mengenali dirinya.<ref name=":1" /> Lebih lanjut, [[Jacques Lacan|Lacan]] menyebutkan bahwa objek a ({{lang-fr|objet petite a}}) adalah penyebab hasrat; dimana objek a dipahami sebagai objek yang dalam pengalaman nyata ditandai pada kita dengan status khusus. Objek a ini dipahami sebagai suatu kondisi yang diingini oleh subjek dalam proses pembentukannya. Objek a ini dapat berubah-ubah dan menjadi simbol yang membawa subjek masuk dari [[tatanan simbolik]] ke dalam [[tatanan riil]]. Objek a juga dipahami sebagai objek hasrat (''object of desire'') atau hasrat dari yang lain.<ref name=":1" />
Baris 16 ⟶ 14:
Lacan memahami [[Kompleks Oedipus]] dalam Freud sebagai hasrat yang paling awal dari seorang anak, yaitu hasrat akan ibunya dan juga sebaliknya, hasrat sang ibu kepada anaknya. Lacan menjelaskan lebih lanjut dalam teori "Atas nama Ayah". Dalam teorinya ini Lacan menjelaskan bahwa hasrat ibu adalah demi kepentingan dan berada dalam sang ayah, dengan kata lain bahwa hasrat sang ibu adalah [[simbol]] dari sang ayah. Ayah sendiri dalam hal ini menjadi simbol bagi [[kebudayaan]] dan [[hukum]], bagi masyarakat. Teori nama ayah ini juga menurut Lacan yang membawa seseorang keluar dari keadaan alamiahnya untuk masuk ke dalam masyarakat atau kebudayaan. Transisi [[oedipal]] ini terjadi karena sang ayah memberikan sang anak namanya, dan nama itu dikenal dan menjadi legalisasi dalam masyarakat dan bagi anak itu sendiri bahwa sang anak adalah milik dari sang ayah.<ref name=":1" /> Lacan mengaitkan hasrat dengan kebutuhan (''need'') dan tuntutan (''demand''). Kebutuhan dipahami sebagai suatu kebutuhan alami manusia sebagai makhluk biologis, sedangkan tuntutan dipahami sebagai ucapan. Kebutuhan mungkin untuk dipuaskan, sedangkan tuntutan tidaklah mungkin dapat dipuaskan, tetapi ada hubungan antara pemuasan kebutuhan dan tuntutan. Dalam relasi anak-ibu terjadi tuntutan akan cinta sang ibu yang menjamin terpenuhinya kebutuhan sang anak akan hal lainnya (makanan, minuman, dll.). Tuntutan akan cinta sang ibu ini tidak mungkin terpuaskan. sehingga menyebabkan kebutuhan sang anak juga tidak mungkin terpuaskan. Dalam hal ini terjadi jurang lebar antara kebutuhan dan tuntutan, dan di sinilah letak hasrat. Tuntutan berbeda dari hasrat; tuntutan bersifat penguasaan (''want-to-have''), sedangkan hasrat bersifat pengakuan, pengenalan atau identifikasi (''want-to-be''). Hasrat bersifat tidak terbatas, dan hanya kematian yang menjadi batas hasrat. Lacan memahami kematian ini sebagai “Tuan Absolut” dalam penafsirannya terhadap [[Dialektik|dialektika]] tuan-budak [[Georg Wilhelm Friedrich Hegel|Hegel]], sebagai Tuan yang tidak kelihatan, tetapi memegang menjadi tujuan pemuasan hasrat manusia.<ref name=":1" />
 
Lacan juga memahami kegelisahan berkaitan dengan hasrat. [[Fantasi]] dipahami sebagai pendukung bagi hasrat. objek a yang menjadi penyebab hasrat, tetapi hasrat didukung oleh fantasi. Dengan adanya fantasi seseorang mendapatkan [[ilusi]] untuk mendekati objek a. Dalam teori Lacan, hal ini digambarkan dengan rumus $ <> a, di mana $ melambangkan subjek yang terpecah, dan a melambangkan objek a, dan rumus tersebut dapat dibaca sebagai subjek yang terpecah yang mendekati (berhasrat terhadap) objek a. Hasrat muncul dari kekurangan (atau ''lack''), hasrat itu sendiri adalah kekurangan. Lacan juga mengaitkan kekurangan ini dengan kegelisahan. Kegelisahan terjadi ketika ada kekurangan yang terjadi.<ref name=":1" /> Lacan berpendapat bahwa hasrat mengungkapkan diri dalam perkataan (''speech, parole''). Perkataan menjadi sarana bagi hasrat. Hasrat terungkap dalam mekanisme [[bahasa]], yaitu [[metafora]] dan [[metonimi]]. Metafora memperlihatkan hasrat sebagai gejala, sedangkan metonimi menstrukturkan hasrat yang terungkap. Hasrat manusia adalah [[metonimi]]. Lacan menyebutkan bahwa objek dari hasrat adalah ''das Ding'' (''the Thing'', Sesuatu). Sesuatu itu adalah objek yang hilang yang harus terus-menerus dicari. Hal ini menjelaskan bahwa hasrat tidak pernah berhenti pada satu objek tertentu, tetapi terus bergerak mencari Sesuatu lainnya. Hasrat juga dipahami sebagai “yang lain”, sehingga hasrat terus menjadi yang lain dan tidak pernah menetap pada satu objek.<ref name=":1" /> Kemudian [[Rene Girard]] memperkenalkan konsepnya tentang hipotesis mimesis. Menurut hipotesis ini, kendali total ego atas hasrat adalah ilusi. Manusia adalah makhluk yang tidak tahu apa yang harus dihasrati dan karenanya berpaling ke orang lain untuk menentukan pilihan. Hasrat tidak muncul dari imperatif ego, melainkan peniruan hasrat orang lain. Dua kesimpulan Girard tentang hasrat bertolak pada: ''pertama'', hasrat tidak divalidasi oleh properti yang terkandung dalam objek yang dihasrati; ''kedua'', hasrat sesungguhnya didorong oleh rasa berkekurangan yang perlu dipenuhi. Seseorang menghasrati objek bukan karena kualitas objek itu sendiri, melainkan karena orang lain menghasrati objek itu dan mendapatkan keutuhan ontologis darinya. Itulah sesungguhnya yang diincar dalam menghasrati objek: ''the being of other''.<ref>{{Cite book|url=https://www.worldcat.org/oclc/167430821|title=Menggeledah hasrat : sebuah pendekatan multi perspektif|last=Alfathri.|first=Adlin,|date=2006|publisher=Jalasutra|isbn=979368450X|edition=Cet. 1|location=Yogyakarta|oclc=167430821}}</ref>
 
Kemudian [[Rene Girard]] memperkenalkan konsepnya tentang hipotesis mimesis. Menurut hipotesis ini, kendali total ego atas hasrat adalah ilusi. Manusia adalah makhluk yang tidak tahu apa yang harus dihasrati dan karenanya berpaling ke orang lain untuk menentukan pilihan. Hasrat tidak muncul dari imperatif ego, melainkan peniruan hasrat orang lain. Dua kesimpulan Girard tentang hasrat bertolak pada: ''pertama'', hasrat tidak divalidasi oleh properti yang terkandung dalam objek yang dihasrati; ''kedua'', hasrat sesungguhnya didorong oleh rasa berkekurangan yang perlu dipenuhi. Seseorang menghasrati objek bukan karena kualitas objek itu sendiri, melainkan karena orang lain menghasrati objek itu dan mendapatkan keutuhan ontologis darinya. Itulah sesungguhnya yang diincar dalam menghasrati objek: ''the being of other''.<ref>{{Cite book|url=https://www.worldcat.org/oclc/167430821|title=Menggeledah hasrat : sebuah pendekatan multi perspektif|last=Alfathri.|first=Adlin,|date=2006|publisher=Jalasutra|isbn=979368450X|edition=Cet. 1|location=Yogyakarta|oclc=167430821}}</ref>
 
==Catatan kaki==