Pasar malam (Indonesia): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Gunkarta (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Gunkarta (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Baris 12:
Sampai pada tahun [[965]] pada zaman [[Dinasti Song]], kekaisaran menghapuskan larangan berdagang setelah tengah malam. Di Kaifeng muncul pasar malam yang diadakan sampai pagi hari. Pasar malam seperti ini dikenal dengan istilah "pasar hantu" (鬼市). Kebiasaan ini kemudian membudaya dan menyebar ke kota-kota lainnya di seluruh Tiongkok.
 
Di [[Nusantara]], pasar secara tradisional diadakan pada hari yang berbeda dengan lokasi yang bergilir di antara desa-desa yang berpartisipasi. Kebiasaan ekonomi tradisional ini di Jawa dikenal dengan sebutan "Hari Pasaran". Setelah dikembangkan lebih lanjut, pasar didirikan lebih permanen seperti sekarang ini. Pasar malam dapat dianggap sebagai kelanjutan dari budaya "pasar kaget" atau pasar non-permanen ini. Pasar malam biasanya diadakan pada acara khusus atau festival, seperti festival Sekaten di Jawa, atau diadakan di malam [[Ramadhan]], kira-kira sepekan sebelum [[Lebaran]].
 
Setelah ditemukannya [[listrik]] dan bola lampu, pasar malam lebih sering diadakan di Hindia Belanda pada awal abad ke-20. Yang paling besar adalah [[Pasar Gambir]], sebuah pasar malam yang diadakan pertama kali pada 1906, dan kemudian digelar secara berkala tiap tahun sejak 1921 sampai pecahnya Perang Dunia II pada tahun 1942. Pasar Gambir digelar di Koningsplein, Batavia, Hindia Belanda (kini Lapangan Monas atau Medan Merdeka di Jakarta) untuk merayakan ulang tahun Ratu Wilhelmina dari Belanda. Acara ini telah menjadi pendahulu dari Pekan Raya Jakarta (Jakarta Fair) dan Tong Tong Fair di Den Haag yang sebenarnya merupakan pasar malam yang digelar selama beberapa pekan.