Suku Kokoda: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Abdullah Faqih (bicara | kontrib)
ss
Abdullah Faqih (bicara | kontrib)
ss
Baris 12:
Tradisi peminangan dengan menggunakan 15000-2000 jenis barang tersebut telah berlangsung lama. Meskipun tidak ada sanksi adat, apalagi sanksi berupa hokum formal yang mengikat, tradisi ini sangat mendarah daging dalam diri mereka. Apabila tidak mampu memenuhinya, si pelamar biasanya akan sangat malu dan kembali pulang ke kampong halamannya sendiri.
 
Dalam tradisi ini, ditemukan dua macam istilah, yaitu ''Bani'' dan ''Warotara.'' Bani disebut sebagai prosesi musyawarah sebelum lamaran dilakukan dengan mengumpulkan keluarga laki-laki dan pemuka-pemuka adat setempat di suatu tempat yang disebut sebagai ''Titara'' atau balai pertemuan. Sementara ''Waworata'' disebut sebagai anak perempuan yang telah dilamar, dinaikan seekor kuda bersama saudara laki-lakinya menuju ke tempat sang calon suami. Anak perempuan tersebut akan disuapi oleh keluarga sang laki-laki. Hal itu dimaksudkan sebagai sebuah ungkapan kepercayaan dari keluarga perempuan untuk menitipkan anak perempuannya kepada keluarga laki-laki tersebut untuk hidup bersama dalam satu atap.
 
== Tifa Syawat ==
Tifa Syawat merupakan alat musik tradisional yang mirip seperti gendang yang cara memainkannya  adalah dengan dipukul. Alat musik ini yang terbuat dari sebatang kayu atau rotan yang dikosongi bagian isinya dan pada salah satu sisi ujungnya ditutupi dengan menggunakan kulit hewan yang telah dikeringkan untuk menghasilkan suara yang bagus dan indah. Formatnya pun biasanya dibuat dengan ukiran yang memiliki ciri khas masing-masing. Tifa Syawat sendiri telah berkembang di kalangan Suku Kokoda yang oleh mereka disebut sebagai orkes musik dengan tetabuhan yang terdiri dari ''adrat'', ''tifa'', suling, dan gong kecil. Kesenian ini menjadi media da’wah penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh para da’i di luar wilayah tempat tinggal Suku Kokoda. Tifa sendiri merupakan alat musik asli Papua, sedangkan suling dan gong dibawa langsung oleh para da’i tersebut dari tempat asal mereka. Kesenian ini biasanya ditampilkan ketika hari besar keagamaan tertentu seperti maulid nabi dan upacara-upacar seperti pengiring pengantin ke rumah keluarga laki-laki dan khitanan. Kesenian Tifa Syawat tersebut diyakini sebagai bentuk kebudayaan lokal yang muncul akibat ekspansi agama Islam ke wilayah Papua, tepatnya di perkampungan Suku Kokoda.