Filsafat budi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (-Indera, +Indra; -indera, +indra)
Baris 34:
}} <!--Kim, J., "Problems in the Philosophy of Mind". ''Oxford Companion to Philosophy''. Ted Honderich (ed.) Oxford:Oxford University Press. 1995.--></ref> Tujuan utama filsuf yang berkelut dalam bidang ini adalah menentukan sifat dasar budi dan keadaan/proses budi, dan bagaimana — atau jika — budi dipengaruhi oleh dan dapat memengaruhi tubuh.
 
Pengalaman persepsi kita bergantung kepada [[stimulasi|stimuli]] yang muncul dari dunia luar ke [[sistem inderaindra]], dan stimuli tersebut mengakibatkan perubahan pada keadaan budi kita, bahkan akhirnya menimbulkan sensasi pada diri kita, yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan. Contohnya, keinginan untuk memperoleh sebungkus [[nasi liwet]] akan mengakibatkan seseorang menggerakan tubuhnya dengan sikap tertentu dan arah tertentu untuk memperoleh apa yang ia mau. Pertanyaannya, bagaimana mungkin pengalaman di alam sadar muncul dari gumpalan materi abu-abu yang disertai oleh properti-properti elektrokimia?<ref name="Kim" />
 
Masalah lain yang berhubungan adalah bagaimana [[sikap proposisional]] (misalnya kepercayaan dan keinginan) mengakibatkan [[neuron]] seseorang mengirimkan pesan (impuls) dan ototnya berkontraksi. Hal tersebut menjadi teka teki yang menantang [[epistemologi|epistemolog]] dan filsuf budi dari masa [[René Descartes]].<ref name="De" />
Baris 54:
 
[[Berkas:Daniel Dennett in Venice 2006.png|jmpl|kiri|200px|[[Daniel Dennett]] merupakan salah seorang filsuf yang tidak setuju dengan argumen zombie.]]
Apabila keberadaan kesadaran (budi) terpisah dari realitas fisik (otak), kaitan kesadaran dengan ingatan fisik harus dijelaskan. Dualisme harus menjelaskan bagaimana kesadaran memengaruhi realitas fisik. Arnold Geulincx dan Nicolas Malebranche menjelaskan bahwa itu semua berasal dari keajaiban, bahwa hubungan antara budi dengan tubuh membutuhkan campur tangan langsung dari Tuhan. Penjelasan lain yang mungkin telah diusulkan oleh C. S. Lewis. Pandangan yang mirip dianut oleh [[Albert Einstein]], yang meyakini pengolahan kesan yang ditangkap inderaindra oleh budi sebagai suatu keajaiban.<ref>[http://itc.utk.edu/about/archives/twt/tpte/module2/pdf/Einstein.pdf Albert Einstein. "Physics and Reality", Journal of the Franklin Institute (March 1936); 1.1.9., dicetak kembali di Albert Einstein, Out of My Later Years (1956)]</ref> Meskipun pada masa ia menulis karyanya yang bertajuk "''Miracle''"<ref>{{cite book|author=Lewis, C.S|title=Miracles|year=1947|isbn=0688173691}}</ref> [[mekanika kuantum]] (dan [[indeterminisme]] fisik) belum banyak diterima, Lewis menyatakan kemungkinan logis bahwa jika dunia fisik terbukti indeterministik, maka ada kemungkinan bahwa peristiwa yang mungkin/tidak mungkin terjadi secara fisik yang telah dideskripsikan secara ilmiah dapat dideskripsikan secara filosofis sebagai tindakan entitas non-fisik terhadap realitas fisik.
 
[[Zombi filosofis|Argumen zombi]] didasarkan pada [[percobaan pikiran]] yang diusulkan oleh Todd Moody, dan dikembangkan oleh [[David Chalmers]] dalam bukunya ''[[The Conscious Mind]]''. Gagasan dasarnya adalah bahwa seseorang dapat membayangkan tubuhnya, dan lalu sebagai akibatnya dapat memikirkan keberadaan tubuhnya tanpa ada hubungannya dengan kesadaran. Chalmers berargumen bahwa yang-ada semacam itu sangat mungkin ada karena yang dibutuhkan adalah semua dan hanya deskripsi-deskripsi sains fisik yang benar mengenai sebuah zombi. Peralihan dari kemungkinan dibayangkan menjadi kemungkinan keberadaan itu tidak besar karena konsep-konsep dalam sains fisik tidak mengacu pada kesadaran atau keadaan budi lainnya, dan secara definitif entitas fisik manapun dapat dideskripsikan secara ilmiah melalui fisika.<ref>{{cite book|author=Chalmers, David|title=The Conscious Mind|publisher=Oxford University Press|year=1997|isbn=0-19-511789-1}}</ref> Filsuf lain seperti [[Daniel Dennett]] menentang gagasan ini dan menyebutnya tidak koheren<ref name="Dennett, Daniel 1995 322\u20136">{{cite journal |author=Dennett, Daniel |title=The unimagined preposterousness of zombies |year=1995 |journal=J Consciousness Studies |volume=2|pages=322\u20136}}</ref> atau tidak mungkin.<ref>{{cite book|author=Dennett, Daniel|title=Consciousness Explained|publisher=Little, Brown and Co.|year=1991|page=95|isbn=0-316-18065-3}}</ref> Dalam fisikalisme, seseorang harus meyakini antara bahwa ia dan orang lainnya mungkin adalah zombi, atau bahwa tidak ada orang yang bisa menjadi zombi; karena keyakinan seseorang dalam menjadi (atau tidak menjadi) zombi merupakan produk dunia fisik dan maka tidak berbeda dengan yang lain. Argumen ini telah diungkapkan oleh Dennett yang menyatakan bahwa "Zombi berpikir bahwa mereka sadar, berpikir bahwa mereka punya qualia, berpikir bahwa mereka menderita karena rasa sakit; mereka hanya 'salah' (berdasarkan tradisi yang patut disayangkan ini) dengan cara yang tidak dapat ditemukan oleh mereka maupun kita!" <ref name="Dennett, Daniel 1995 322\u20136"/>
Baris 148:
Fungsionalisme dirumuskan oleh [[Hilary Putnam]] dan [[Jerry Fodor]] sebagai tanggapan terhadap ketidakcukupan teori identitas.<ref name="Pu" /> Putnam dan Fodor memandang keadaan budi dalam ranah [[teori budi komputasional]] yang empiris.<ref name="Block">Block, Ned. "What is functionalism" in ''Readings in Philosophy of Psychology'', 2 vols. Vol 1. (Cambridge: Harvard, 1980).</ref> Pada saat yang sama atau segera setelahnya, [[D.M. Armstrong]] dan [[David Kellogg Lewis]] merumuskan salah satu versi fungsionalisme yang menganalisis konsep-konsep budi dalam [[psikologi rakyat]] berdasarkan peran fungsionalnya.<ref>Armstrong, D., 1968, ''A Materialist Theory of the Mind'', Routledge.</ref> Akhirnya, gagasan [[Ludwig Wittgenstein|Wittgenstein]] bahwa "makna suatu kata bergantung pada penggunaannya" menyebabkan munculnya fungsionalisme sebagai teori makna, yang selanjutnya dikembangkan oleh [[Wilfrid Sellars]] dan [[Gilbert Harman]]. Fungsionalisme lain, yaitu [[psikofungsionalisme]], adalah pendekatan yang diterapkan oleh filsuf budi yang naturalistik, seperti Jerry Fodor dan [[Zenon Pylyshyn]].
 
Ragam-ragam fungsionalisme tersebut memiliki tesis yang sama bahwa keadaan budi dicirikan oleh hubungan sebab-musababnya dengan keadaan budi lain dan dengan input inderaindra dan output perilaku. Fungsionalisme terpisah dari detail implementasi keadaan budi secara fisik dan berada dalam ranah properti fungsional non-budi. Contohnya, ginjal dicirikan secara ilmiah berdasarkan peran fungsionalnya dalam menyaring darah dan menjaga keseimbangan kimiawi. Dari sudut pandang ini, pertanyaan mengenai apakah ginjal terbuat dari jaringan organik, nanotube plastik, atau silikon tidak bermasalah: peran yang dimainkan dan hubungannya dengan organ lainnya-lah yang mencirikannya sebagai sebuah ginjal.<ref name="Block" />
 
==== Fisikalisme non-reduktif ====
Baris 296:
 
==== Teori budi Abhidharma ====
Tiga abad setelah kematian [[Siddhartha Gautama|Buddha Gautama]] (sekitar tahun 150 SM), terjadi penyusunan sastra Buddhis yang disebut [[Abhidharma]] di sejumlah perguruan Buddhis. Menurut analisis budi dalam Abhidharma, pikiran didefinisikan sebagai [[prapañca]] (‘penyebaran konseptual'). Berdasarkan teori ini, pengalaman perseptual terikat dalam beberapa konseptualisasi (harapan, pertimbangan, dan hasrat). Penyebaran konseptualisasi ini membentuk konsep [[diri]] yang merupakan sebuah ilusi.<ref name="Coseru" /> Teori budi Abhidharma juga meyakini bahwa tidak ada perbedaan antara kemampuan kesadaran dengan persepsi inderaindra terhadap berbagai fenomena. Kesadaran sendiri dibagi menjadi enam, lima untuk [[inderaindra|lima inderaindra]] dan enam untuk persepsi fenomena budi.<ref name="Coseru" /> Munculnya kesadaran kognitif dikatakan bergantung pada persepsi inderaindra, kesadaran kemampuan budi yang disebut "kesadaran introspektif" (''manovijñāna''), dan perhatian (''āvartana''); perhatian adalah pemilihan objek dari kesan-kesan yang diterima oleh inderaindra.
 
Penolakan keberadaan agen permanen menyebabkan munculnya masalah filosofis, yaitu masalah keberlanjutan budi dan penjelasan bagaimana kelahiran kembali dan [[karma]] tetap menjadi doktrin yang relevan tanpa keberadaan budi yang abadi. Masalah ini dijawab oleh mazhab [[Theravada]] dengan memperkenalkan konsep budi sebagai faktor keberadaan. "Aliran kehidupan" ([[Bhavanga]]-sota) membentuk keadaan yang-ada. Keberlanjutan karma seseorang dipastikan oleh [[aliran budi]] (citta-santana) yang berasal dari kesadaran pasif ([[Bhavanga]]-citta), isi budi, dan perhatian.<ref name="Coseru" />
Baris 305:
Mazhab-mazhab Mahayana India memiliki pendapat yang berbeda mengenai kemungkinan keberadaan kesadaran refleksif (''[[svasaṃvedana]]''). [[Dharmakīrti]] menyetujui gagasan kesadaran refleksif yang diutarakan oleh mazhab [[Yogacara]], dan membandingkannya dengan sebuah lampu yang menerangi dirinya bersamaan dengan objek lain. Pandangan ini ditolak oleh ahli-ahli [[Mādhyamika]] seperti [[Candrakīrti]]. Dalam filsafat [[Mādhyamika]], semua benda dan peristiwa budi dicirikan oleh [[Shunyata|kekosongan]] (shunyata), sehingga mereka menyatakan bahwa kesadaran bukan realitas refleksif yang sesungguhnya karena jika dikatakan seperti itu maka kesadaran memvalidasi dirinya sendiri dan tidak dicirikan oleh kekosongannya.<ref name="Coseru" /> Pandangan ini pada akhirnya dirukunkan oleh [[Śāntarakṣita]] pada abad ke-8. Ia menerapkan gagasan idealis Yogacara tentang kesadaran refleksif sebagai kebenaran konvensional dalam struktur [[doktrin dua kebenaran]]. Maka ia menyatakan bahwa "dengan bergantung pada sistem hanya budi, ketahuilah bahwa entitas luar tidak ada. Dan dengan bergantung pada sistem jalan tengah ini, ketahuilah bahwa diri itu tidak ada, bahkan di dalam [budi]." <ref name="Blumenthal">{{citation|url=http://plato.stanford.edu/entries/saantarak-sita/|title= Blumenthal, James, "Śāntarakṣita"}}, The Stanford Encyclopedia of Philosophy (fall 2009 Edition), Edward N. Zalta (ed.)</ref>
 
Mazhab [[Yogācāra]] juga mengembangkan teori gudang kesadaran (''ālayavijñāna'') untuk menjelaskan keberlanjutan budi saat kelahiran kembali dan akumulasi karma. Gudang kesadaran merupakan penyimpanan bibit karma ([[bija]]) saat inderaindra-inderaindra lain sedang tidak ada selama proses kematian dan kelahiran kembali.<ref name="Coseru" /> Maka, menurut [[B. Alan Wallace]]:
<blockquote> Tidak ada bagian dari tubuh—di otak atau yang lainnya—yang berubah menjadi keadaan dan proses budi. Pengalaman
subjektif semacam itu tidak muncul dari tubuh, namun pengalaman tersebut juga tidak muncul dari ketiadaan. Justru semua kenampakan budi objektif muncul dari substrat, dan semua keadaan dan proses budi subjektif berasal dari kesadaran substrat <ref name="Wallace">B. Alan Wallace; Mind in the Balance: Meditation in Science, Buddhism, and Christianity, hal. 95-96</ref></blockquote>