Kabupaten Bandung: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Hahn (bicara | kontrib)
k tidak ada sumber jelas tentang pembentukan kota Majalaya
Hahn (bicara | kontrib)
k hapus vandalisme (tautan tidak jelas)
Baris 47:
 
Pada masa Pemerintahan Anggadiredja III ([[1763]]-[[1794]]) Kabupaten Bandung disatukan dengan Timbanganten, bahkan pada tahun [[1786]] dia memasukkan Batulayang ke dalam pemerintahannya. Juga pada masa Pemerintahan Adipati Wiranatakusumah II ([[1794]]-[[1829]]) inilah ibu kota Kabupaten Bandung dipindahkan dari Karapyak ([[Dayeuhkolot, Bandung|Dayeuhkolot]]) ke tepi sungai Cikapundung atau alun-alun [[Kota Bandung]] sekarang. Pemindahan ibu kota itu atas dasar perintah dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda [[Daendels]] tanggal [[25 Mei]] [[1810]], dengan alasan daerah baru tersebut dinilai akan memberikan prospek yang lebih baik terhadap perkembangan wilayah tersebut.
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM De regent van Bandoeng met zijn gevolg. TMnr 60002173.jpg|thumb|300px|Raden Aria Adipati Wiranatakusumah IV (masa jabatan 1846-1874) dan pengikutnya (sekitar tahun 1870)]]Setelah kepala pemerintahan dipegang oleh Bupati Wiranatakusumah IV ([[1846]]-[[1874]]), ibu kota Kabupaten Bandung berkembang pesat dan dia dikenal sebagai bupati yang progresif. Dialah peletak dasar ''master plan'' Kabupaten Bandung, yang disebut Negorij Bandoeng. Tahun 1850 dia mendirikan pendopo Kabupaten [http://www.jualsofabandung.com/ Bandung] dan Masjid Agung. Kemudian dia memprakarsai pembangunan Sekolah Raja (Pendidikan Guru) dan mendirikan sekolah untuk para menak (Opleiding School Voor Indische Ambtenaaren). Atas jasa-jasanya dalam membangun Kabupaten Bandung di segala bidang dia mendapatkan penghargaan dari Pemerintah Hindia Belanda berupa Bintang Jasa, sehingga masyarakat menjulukinya dengan sebutan Dalem Bintang.
 
Pada masa pemerintahan R. Adipati Kusumahdilaga, rel kereta api mulai dibangun, tepatnya tanggal [[17 Mei]] [[1884]]. Dengan masuknya rel kereta api ini ibu kota Bandung kian ramai. Penghuninya bukan hanya pribumi, bangsa Eropa, dan Cina pun mulai menetap di ibu kota, dampaknya perekonomian Kota Bandung semakin maju. Setelah wafat penggantinya diangkat R.A.A. Martanegara, bupati ini pun terkenal sebagai perencana kota yang jempolan. Martanegara juga dianggap mampu menggerakkan rakyatnya untuk berpartisipasi aktif dalam menata wilayah kumuh menjadi permukiman yang nyaman. Pada masa pemerintahan R.A.A. Martanegara ([[1893]]-[[1918]]) ini atau tepatnya pada tanggal [[21 Februari]] [[1906]], Kota Bandung sebagai ibu kota Kabupaten Bandung berubah statusnya menjadi Gementee (Kotamadya).