Kemelayuan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Pierrewee (bicara | kontrib)
rev
Pierrewee (bicara | kontrib)
+
Baris 4:
 
Sebagian besar etos identitas Melayu dianggap berasal dari kekuasaan [[Kesultanan Melaka]] pada abad ke-15.<ref>{{harvnb|Barnard|2004|p=4}}</ref><ref>{{harvnb|Milner|2010|p=230}}</ref> Setelah [[Perebutan Malaka (1511)|jatuhnya Melaka pada tahun 1511]], gagasan Kemelayuan berkembang dalam dua cara: mengklaim garis keturunan kerajaan atau mengakui keturunan dari [[Sriwijaya]] dan [[Kesultanan Melaka|Melaka]], dan merujuk pada diaspora komersial pluralistik di sekitar lingkaran [[dunia Melayu]] yang mempertahankan bahasa, adat kebiasaan, dan perdagangan Melayu di emporium Melaka. Pada pertengahan abad ke-20, konsep anti kolonialisme Barat mengenai Kemelayuan romantis telah menjadi komponen integral dari [[nasionalisme Melayu]], yang berhasil mengakhiri pemerintahan Britania di Malaya.<ref>{{harvnb|Hood Salleh|2011|pp=28–29}}</ref>
 
Saat ini, pilar-pilar Kemelayuan yang paling umum diterima; [[Majelis Raja-Raja]], [[bahasa Melayu|bahasa]] dan kebudayaan Melayu, dan [[Islam]],<ref>{{harvnb|Azlan Tajuddin|2012|p=94}}</ref><ref>{{harvnb|Khoo|Loh|2001|p=28}}</ref><ref>{{harvnb|Chong|2008|p=60}}</ref><ref>{{harvnb|Hefner|2001|p=184}}</ref> dilembagakan di kedua negara mayoritas Melayu, [[Brunei]] dan [[Malaysia]]. Sebagai kesultanan Melayu yang masih berfungsi penuh, Brunei memproklamasikan [[Melayu Islam Beraja|Monarki Islam Melayu]] sebagai falsafah nasionalnya.<ref>{{harvnb|Benjamin|Chou|2002|p=55}}</ref> Di Malaysia, di mana [[Ketuanan Melayu|supremasi]] [[Monarki Malaysia|kesultanan Melayu]] individual dan posisi Islam dilindungi, suatu identitas Melayu didefinisikan dalam [[Pasal 160 Konstitusi Malaysia]].
 
== Referensi ==