Jinadhammo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Saya menambah tanggal, bulan dan tahun diadakannya perayaan 40 tahun Vassa, yaitu tanggal 31 Oktober 2009.
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: penggantian teks otomatis (-Walikota, +Wali kota; -walikota, +wali kota)
Baris 97:
Bhikkhu Jinadhammo pertama kali datang ke [[Banda Aceh]] pada tahun 1976 dan selanjutnya melakukan perjalanan ke berbagai wilayah [[Aceh]]. Pada tanggal 23 Desember 2004, ia datang ke [[Banda Aceh]] ditemani oleh Bhikkhu Paññasami. Pada Tanggal 24 Desember 2004, ia datang ke [[Museum Negeri Banda Aceh]] yang memiliki koleksi lonceng besar '''Cakra Donya''' atau ''Poros Dunia'', hadiah dari Kerajaan Cina yang dibawa oleh Laksamana [[Cheng Ho]]. Legenda setempat mengatakan bahwa lonceng tersebut tidak boleh dipukul karena bisa mendatangkan bencana. Pada saat itu, ternyata ada seorang pengunjung yang memukul lonceng. Pada malam harinya, Bhikkhu Paññasami mengisahkan bahwa Bhante Jinadhammo terus-menerus merasa kepanasan. Ia juga terus menghindari pertanyaan umat di Vihara Buddha Dhamma yang menanyakan mengenai mimpinya. Ia hanya berpesan agar jangan pergi jauh-jauh dari rumah karena bencana sudah dekat. Ternyata, rasa panas yang dialami Bhikkhu Jinadhammo disebabkan ia bermimpi merasakan lumpur yang sangat panas dan banyak mayat bergelimpangan.<ref name="tim2"/>
 
Tanggal 25 Desember 2004, Bhikkhu Jinadhammo dan Bhikkhu Paññasami berangkat menuju [[Sabang]]. Tanggal 26 Desember 2004 pukul 06.00, keduanya dengan ditemani tujuh orang umat kembali ke [[Banda Aceh]] dengan naik kapal feri melalui Pelabuhan [[Balohan]], Pulau Weh. Pukul 08.30 terjadi gempa kecil, semua penumpang bergegas naik karena kapal dijadwalkan untuk berangkat pukul 08.30. Setelah berlayar sekitar 100 meter dari pantai, Bhikkhu Paññasami melihat ada kejanggalan, karena air tiba-tiba menyusut hampir 500 meter jauhnya. Para penumpang melihat daratan mengalami gempa besar, tetapi di laut tidak terasa apa-apa. Sesampai di [[Banda Aceh]], kapal tidak bisa berlabuh karena wilayah tersebut sudah dihantam [[tsunami]] semenjak mereka masih di [[Sabang]]. Kapal feri kembali ke [[Balohan]] dan melihat pelabuhan sudah roboh. Kapten bersikeras supaya para penumpang segera turun dan menuju daratan tinggi. Malam itu, rombongan Bhikkhu Jinadhammo menginap di Vihara Dewa Bumi, tetapi ada gempa susulan. Rombongan akhirnya memutuskan pergi ke gedung kantor walikotawali kota yang berada di tempat lebih tinggi. Sinyal telepon dan listrik terputus.<ref name="tim2"/>
 
Tanggal 27 Desember 2004, rombongan Bhikkhu Jinadhammo menginap di Hotel Sabang yang dimiliki oleh seorang ketua yayasan vihara di Aceh. Tanggal 28 Desember 2004, atas permintaan seorang umat yang mengkhawatirkan keluarganya, mereka pulang ke [[Banda Aceh]] yang telah hancur. Malam harinya, Bhikkhu Jinadhammo dan Bhikkhu Paññasami membaca doa pelimpahan jasa untuk para korban tsunami, sementara di luar para umat [[Nichiren Shoshu]] berkumpul memanjatkan doa keselamatan. Sementara itu di Medan, umat Vihara Borobudur sangat mengkhawatirkan keselamatan Bhikkhu Jinadhammo karena terputusnya jaringan komunikasi. Tanggal 29 Desember 2004, atas bantuan seorang relawan [[Tzu Chi]], Bhikkhu Jinadhammo dapat pulang ke [[Medan]].<ref name="tim2"/>