Kelenteng Fuk Ling Miau: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Robot: Perubahan kosmetika
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: penggantian teks otomatis (-Walikota, +Wali kota; -walikota, +wali kota)
Baris 54:
Pada masa pemerintahan [[Hamengkubuwono VII|Sri Sultan Hamengkubuwono VII]], warga Tionghoa meminta izin mendirikan tempat ibadah. Selanjutnya pada tanggal 15 Agustus 1900 [[Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat]] menghibahkan tanah seluas 1150 m<sup>2</sup>. Atas usaha Mayor Tionghoa bernama Yap Ping Liem, di atas tanah tersebut didirikan Kelenteng Fuk Ling Miau.<ref name=wisata>{{cite web|url=http://yogyakarta.panduanwisata.id/wisata-religi/menelisik-sejarah-klenteng-gondomanan/|authors=Retno|title=Menelisik Sejarah Klenteng Gondomanan|first=|last=|year=|location=|issn=|isbn=|publisher=|date=31 Januari 2015|accessdate=1 oktober 2015}}</ref>
 
Semenjak tahun 1940an, perkembangan kelenteng mulai mengalami kemunduran karena keturunan Tionghoa selanjutnya kurang berminat mewarisi tradisi. Setelah peristiwa [[G30SPKI]], walikotawali kota Yogyakarta saat itu, Soedjono A.Y., memperingatkan seorang warga Tionghoa bernama Tirto Winoto bahwa Pemda Yogyakarta akan mengambil alih kelenteng Fuk Ling Miau dan [[Tjen Ling Kiong]] jika masih tetap tidak diurus. Akhirnya didirikan sebuah yayasan pada bulan Oktober 1974 dengan tujuan membentuk tiga seksi, yaitu [[agama Buddha]] (Cetya Buddha Praba atau Sinar Sang Buddha), [[Taoisme]] (Tao Pek Kong), dan [[agama Kong Hu Cu]] (Gerbang Kebajikan).
 
== Daftar altar ==