Nagari: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: penggantian teks otomatis (-Walikota, +Wali kota; -walikota, +wali kota)
Baris 17:
 
Dalam sebuah nagari dibentuk [[Kerapatan Adat Nagari]] (KAN), yakni lembaga yang beranggotakan ''tungku tigo sajarangan''. ''Tungku tigo sajarangan'' merupakan perwakilan anak nagari yang terdiri dari alim ulama, cerdik pandai (kaum intelektual) dan ''niniak mamak'' (pemimpin suku-suku dalam nagari). Keputusan penting yang akan diambil selalu dimusyawarahkan antara wali nagari dan ''tungku tigo sajarangan'' di balai adat atau balairung sari nagari. Untuk legislasi, dibentuklah [[Badan Musyawarah Nagari]] (BMN) nama lain dari [[Badan Permusyawaratan Desa]] (BPD). Unsur dalam BMN memuat unsur pada KAN dan dilengkapi dengan unsur pemuda, wanita dan perwakilan tiap suku. BMN berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan nagari, yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat dengan masa jabatan selama 6 tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk satu kali masa jabatan
berikutnya. Jumlah anggota BMN ditetapkan dengan jumlah ganjil, paling sedikit 5 orang dan paling banyak 11 orang, dengan memperhatikan luas wilayah, jumlah penduduk, dan kemampuan keuangan nagari, serta ditetapkan dengan keputusan [[Bupati]]/[[WalikotaWali kota]].
 
Dengan diterapkannya kembali model pemerintahan nagari di provinsi Sumatera Barat, maka hal ini berdampak terhadap wewenang atas penguasaan kembali tanah ulayat nagari maupun juga terhadap tanah-tanah adat baik yang dimiliki secara individual maupun telah dikuasai negara sebelumnya<ref>Yayasan Kemala, (2005), ''Tanah masih di langit: penyelesaian masalah penguasaan tanah dan kekayaan alam di Indonesia yang tak kunjung tuntas di era reformasi'', Bandung: Yayasan Kemala, ISBN 978-979-97910-5-4.</ref>.