Demokrasi di Jerman: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 31:
Kekuatan Partai Nazi yang semakin besar di Reichstag semakin menekan kekuatan partai-partai [[demokrat]] di [[Reichstag]], mendirikan sebuah pemerintahan demokratis yang stabil semakin tidak memungkinkan bahkan dengan koalisi partai sekalipun, karena kekuatan Partai Nazi semakin tidak bisa dikalahkan di Reichstag saat itu. Selain itu, Presiden [[Paul von Hindenburg]] akhirnya menunjuk [[Adolf Hitler]] sebagai [[Kanselir Jerman]] pada Januari 1933. Dengan berkuasanya Partai Nazi di Reichstag dan naiknya Adolf Hitler sebagai kanselir, demokrasi di Jerman masih seumur jagung itupun semakin terancam.<ref>Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, diterjemahkan dari judul asli Introduction to Political Science, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 418</ref>
 
Semakin hari, Partai Nazi semakin kuat, melalui sayap paramiliter mereka, [[SturbmateilungSturmabteilung]] (SA) yang dipimpin oleh [[Ernst Rohm]], Partai Nazi meneror lawan-lawan politik mereka, [[Adolf Hitler]] semakin bergerak mendekati kekuasaan tertinggi di Jerman yang akhirnya diraihnya setelah Presiden Hindenburg mangkat. Pada saat itulah [[Republik Weimar]] sebagai bentuk negara demokratis pertama di Jerman akhirnya hancur dan digantikan dengan kekuasaan [[otoritarian]] [[Nazisme]].<ref>Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, diterjemahkan dari judul asli Introduction to Political Science, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 418</ref><ref>Ian Adams, Ideologi Politik Muktahir, diterjemahkan dari judul asli, Political Ideology Today, (Yogyakarta: Qalam, 2004) hal. 314 - 315</ref>
 
Dalam buku [[Introduction to Political Sciences]], kemenangan Nazi bukan karena praktek teror mereka terhadap lembaga pemerintah [[Weimar]] yang demokratis, ironisnya justru karena memang demokrasi di Jerman saat itu menunjang keberhasilan Partai Nazi, karena sebagian besar rakyat Jerman, dari kelas atas, seperti [[elit politik]], [[tuan tanah]], [[aristokrat]], [[militer]], dan [[birokrat]], kelas menengah, seperti [[intelektual]] dan [[pegawai kantoran]], dan juga kelas bawah, seperti [[buruh]] dan [[petani]], semuanya yang putus asa, marah, frustasi, dan depresi dengan keadaan sosial, politik, dan ekonomi – terutama saat [[Depresi Besar]] 1929 – hal ini mendorong kebencian mereka terhadap demokrasi dan sekaligus membangkitkan memeori tentang kejayaan Jerman di masa lalu, terutama pada masa [[Kekaisaran Romawi Suci]] dan [[Kekaisaran Jerman]], sehingga membangkitkan kembali [[Nasionalisme Jerman]] dan ide tentang [[Pan-Jermanisme]] dalam wujud baru, yaitu [[Nazisme]].<ref>Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, diterjemahkan dari judul asli Introduction to Political Science, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 419</ref><ref>William Ebenstein, Isme-Isme yang Mengguncang Dunia: Komunisme, Fasisme, Kapitalisme, Sosialisme, diterjemahkan dari judul asli Today Isms: Communism, Fascism, Capitalism, Socialism, (Yogyakarta: Narasi, 2014) hal. 103 dan 16</ref>