Orang Turki di Jerman: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Abdullah Faqih (bicara | kontrib)
x
Abdullah Faqih (bicara | kontrib)
xx
Baris 22:
Beberapa anak imigran [[Turki]] memang hidup di lingkungan keluarga yang sebagian besar berbahasa Turki. Namun di sekolah, terutama ketika mereka masuk TK, sekolah mereka membuat aturan melarang penggunaan Bahasa Turki di area sekolah. Aturan itu semata-mata untuk mempermudah anak-anak belajar Bahasa Jerman. Di sekolah mereka, Bahasa Jerman merupakan bahasa pengantar utama yang digunakan. Hal itu tidak membuat anak-anak sepenuhnya meninggalkan Bahasa [[Turki]]. Orang tua Turki biasanya akan mengajarkan Bahasa Turki kepada anak-anaknya sesampainya di rumah. Dalam bahasa lain, mereka berbicara Bahasa [[Jerman]] di sekolah dan berbicara Bahasa Turki di rumah. Hal itu membuat mereka mampu terintegrasi sebagai warga Jerman di sekolah dan menjadi bangsa [[Turki]] sepenuhnya ketika berada di rumah.<ref name=":0" />
 
Penggunaan Bahasa Jerman bagi para imigran menjadi sangat penting agar mereka dapat diterima di lingkungan masyarakat luas. Hal itu ‘memaksa mereka untuk bercakap dengan dua bahasa (''bilingual''); Bahasa [[Jerman]] ketika melakukan aktivitas sehari-hari di luar keluarganya dan Bahasa [[Turki]] ketika melakukan aktivitas di dalam keluarganya. Orang tua mereka pun mendukung anak-anaknya berbicara dengan dua bahasa tersebut. Menurut mereka, meskipun tinggal di Jerman, mereka ingin anak-anaknya tetap mengingat bahasa ‘lidah ibu’nyaibu’ nya sendiri, yaitu Bahasa [[Turki]].<ref name=":0" />
 
== Kewarganegaraan ==
Pada awal tahun 2000, pemerintah [[Jerman]] telah membuat peraturan baru terkait kewarganegaraan di Jerman. Secara tradisional, seseorang dapat disebut sebagai warga negara Jerman apabila memiliki keturunan asli orang [[Jerman]]. Saat itu, aturan itu diubah menjadi siapa pun yang lahir di tanah Jerman secara otomatis akan menerima kewarganegaraan [[Jerman]]. Beberapa persyaratan yang perlu dijadikan catatan antara lain, salah satu orang tua dari anak tersebut harus telah tinggal di Jerman setidaknya dalam waktu delapan tahun dan memegang hak untuk tinggal atau telah memiliki izin tinggal terbatas setidaknya tiga tahun. Kemudian, di antara usia 18 dan 23 anak, anak tersebut harus memilih salah satu kewarganegaraan: ingin menjadi warga negara Jerman atau mengikuti warga negara asli orang tuanya (''option mode'').<ref name=":0">Swastyastu, Monika. 2016. Deutsch Türken dalam Persimpangan Representasi Identitas Jerman-Turki di Freiburg, Jerman. Skripsi. Program Studi Antropologi Universitas Gadjah Mada</ref>
 
Beberapa mahasiswa [[Turki]] yang tinggal di [[Jerman]] kebanyakan memilih untuk melepas paspor Turki-nya dan memilih untuk menggunakan paspor Jerman. Menurut mereka, dengan memiliki paspor Jerman, kehidupan mereka akan lebih mudah. Sebagai misal, ketika hendak mengikuti ''study tour'' ke negara lain di Eropa, mereka tidak perlu mengurus visa terus menerus yang membutuhkan waktu sampai enam bulan. Dengan memegang visa ''Schengen'' dari Jerman, mereka dapat bepergian ke negara-negara [[Uni Eropa]] secara bebas. Selain itu, mereka juga berhak untuk memperoleh pelayanan masyarakat, memilki hak untuk membuka usaha atau bisnis, memiliki hak untuk mempunya pegawai atau pembantu, memiliki hak untuk memilih presiden, dan pasangan pasangan yang bukan Jerman diperbolehkan untuk dibawa dan akan otmatis memperoleh hak ijin kerja. Tawaran naturalisasi itu menjadi primadona tersendiri, terutama bagi anak muda [[Turki]] yang telah tinggal lama di Jerman. Kebijakan semacam itu dilakukan oleh pemerintah Jerman untuk menyelesaikan permasalahan integrasi dari persoalan migran yang selama ini banyak dialami oleh migran [[Turki]] di Jerman. Namun demikian, kebijakan tersebut tidak sepenuhnya mampu menyelesaikan permasalahan stereotip, diskriminasi, dan marjinalisasi yang dialami oleh mereka.<ref name=":0" />
 
Dilema terhadap ''option mode'' itu kemudian terjawab dengan diperbaruinya hukum baru di [[Jerman]]. Seorang yang tinggal di Jerman tidak lagi diperkenankan untuk memilih kewarganegaraan mana yang ingin ia pegang, melainkan juga memilih keduanya. Mereka bisa memilih menjadi warga negara Jerman dengan tetap menjadi warga negara Turki. Kebijakan tersebut didukung penuh oleh salah satu partai politik terbesar di Freiburg, yang disebut dengan ''Green Party''. Sementara itu, kebijakan itu mendapat kritik pedas dari partai oposisi, yaitu [[Christian Democratic Union of Germany]] yang menilai bahwa kewarganegaraan ganda akan berdampak pada loyalitas warga negara kepada dua negara. Perdebatan tersebut berlangsung amat panjang di parlemen.<ref name=":5" /> Namun demikian, beberapa mahasiswa Turki di [[Jerman]] telah berhasil memperoleh kewarganegaraan ganda. Ayahnya adalah seorang naturalisasi yang memegang paspor [[Jerman]]. Sementara itu, ibunya adalah seorang yang memegang paspor [[Turki]]. Para mahasiswa tersebut harus melewati serangkaian tes untuk mendaftar dan memperoleh paspor [[Jerman]]. Mereka mengikuti tes tulis seputar pengetahuan mereka tentang Jerman, perpolitikannya, tes Bahasa Jerman, interview dengan Bahasa Jerman, dan kemudian ia lulus sehingga berhak memegang paspor Jerman dan paspor Turki yang sebelumnya memang telah dimilikinya.<ref name=":0" />
 
Lain lagi ceritanya bagi mereka yang orang tuanya tidak tinggal di Jerman minimal delapan tahun. Mereka tidak dapat mengikuti kebijakan ''option mode''. Dengan begitu, mereka harus rela melepas paspor Turki atau kwargenagaraan [[Turki]] menjadi [[Jerman]]. Meskipun demikian, mereka tetap akan memperoleh kartu biru dari pemerintah Turki. Kartu tersebut dapat dipergunakan sebagaimana warga Turki lainnya; untuk memiliki aset, mendapat pensiuanan, bekerja, memiliki perlindungan, dan wajib membayar pajak. Bedanya, mereka para pemegang kartu biru Turki tidak memiliki hak suara dalam pemilihan presiden. Kartu biru tersebut dapat menjadi simbol dari kewarganegaraan orang-orang Turki yang menjadi Jerman tanpa harus memutus hubungan kekeluargaannya dengan kampung halamannya sendiri. Beberapa penelitian bahkan menyebutkan bahwa kartu tersebut menjadi propaganda [[Turki]] untuk mengakomodasi kepentingannya demi bergbaung menjadi bagian dari [[Uni Eropa]]. Maklum saja, jumlah imigran Turki yang ada di [[Eropa]], termasuk Jerman, ada lebih dari 3 juta jiwa. Turki juga dianggap memanfaatkan kartu biru itu untuk tidak kehilangan keuntungan ekonomi dari remittance yang dikirim oleh para migran [[Turki]] di Jerman.<ref name=":0" />
 
== Praktik Kegamaan ==