Satyawati: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
M. Adiputra (bicara | kontrib)
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 17:
* dari Santanu: [[Citrānggada]], [[Wicitrawirya]]
}}
'''Satyawati''' {{Sanskerta|सत्यवती|Satyavatī|alias '''Durgandini'''}} adalah seorang tokoh dalam [[wiracarita]] ''[[Mahabharata]]''. Ia adalah permaisuri [[Santanu]] dari [[Hastinapura]], dan ibu kandung bagi [[Byasa]], [[Citrānggada]], dan [[Wicitrawirya]]. Ia merupakan nenek buyut bagi para [[Pandawa]] dan [[Korawa]], tokoh utama ''Mahabharata''.
 
Tokoh ini diceritakan dalam jilid awal ''Mahabharata'', terutama ''[[Adiparwa]]''. Selain kitab ''Mahabharata'', kisahnya terdapat dalam ''[[Hariwangsa]]'' dan ''[[Bhagawatapurana]]''.<ref name="Bhattacharya">{{cite journal|last=Bhattacharya|first=Pradip|date=May–June 2004|title=Of Kunti and Satyawati: Sexually Assertive Women of the Mahabharata|journal=[[Manushi]]|issue=142|pages=21–25|url=http://www.manushi-india.org/pdfs_issues/PDF%20142/04%20panchakanya%20pg%2021-25.pdf}}</ref> Menurut ''Adiparwa'', Satyawati merupakan putri dari Basu, seorang Raja [[kerajaan Chedi|Chedi]]. Ia dipungut oleh keluarga nelayan di tepi [[sungai Yamuna]]. Sewaktu kecil ia berbau amis, tetapi disembuhkan oleh seorang resi bernama [[Parasara]] (dalam versi [[pewayangan]], ia disembuhkan oleh Resi [[Byasa]]). Saat dewasa, ia dinikahi oleh seorang raja bernama [[Santanu]] dari [[Hastinapura]]. Kemudian, keturunan Satyawati menjadi penerus [[Dinasti Kuru]].
Baris 35:
== Pertemuan dengan Parasara ==
 
Dalam kitab ''[[Adiparwa]]'' dikisahkan tentang Resi [[Parasara]]—putra Bagawan [[Sakri]] yang merupakan cucu Maharesi [[Wasistha]]—hendak menyeberangi [[Sungai Yamuna]]. Satyawati mengantarkannya ke seberang dengan perahu. Di tengah sungai, sang [[resi]] terpikat oleh kecantikan Satyawati, meskipun berbau amis. Satyawati menjelaskan bahwa ia terkena penyakit aneh yang menyebabkan badannya berbau amis. Mendengar hal itu, Parasara menyanggupi untuk menyembuhkan penyakit tersebut. Ia meraba kulit Satyawati. Tak berapa lama kemudian, bau harum semerbak tersebar. Kemudian Satyawati diberi julukan ''Yojanagandi'' ("yang wanginya tercium hingga jarak satu ''[[yojana]]''").<ref name="Bhattacharya"/> Wanginya seperti [[kesturi]], sehingga ia juga diberi julukan ''Kasturigandi'' ("yang berbau kesturi").<ref name = "Mani"/>.
 
Setelah membuat Satyawati berbau harum berkat kesaktiannya, Parasara berniat untuk memadu asmara dengan gadis tersebut. Namun Satyawati menolak karena tindakan tersebut tidak pantas dilakukan pada siang hari, sebab siapa saja dapat melihat mereka di tempat yang terbuka. Dengan kesaktiannya, sang resi menyeliputi area di sekitar mereka dengan kabut. Sebelum Parasara mencurahkan hasrat, Satyawati merasa muram sebab ia berpikir bahwa sang resi akan merenggut keperawanannya lalu pergi begitu saja. Mendengar keluhan tersebut, sang resi pun menganugerahkan bahwa keperawanan Satyawati akan kembali seperti sedia kala setelah [[koitus]] terjadi. Selain itu, ia menganugerahkan bahwa putra yang akan dilahirkan akan luar biasa sebagaimana ayahnya, dan keharuman serta kecantikan Satyawati tidak akan lekang oleh waktu.<ref name="Bhattacharya"/>
 
Pada saat itu juga, Satyawati melahirkan seorang bayi laki-laki di suatu pulau di tengah [[sungai Yamuna]]. Putra tersebut tumbuh menjadi seorang pemuda secara cepat dan berjanji kepada ibunya bahwa ia akan segera muncul kapan pun Satyawati menyebut namanya. Putra tersebut diberi nama ''Krishna'' ("si hitam") karena berkulit gelap, alias ''Dwaipayana'' ("yang lahir di tengah pulau"), yang di kemudian hari lebih dikenal sebagai [[Byasa]]—penghimpun ''[[Weda]]'', penulis ''[[Purana]]'' dan ''[[Mahabharata]]''.<ref name="Bhattacharya"/><ref name = "Mani"/><ref name = "vyasa">Mani pp. 885-6</ref> Setelah mengucapkan perpisahan kepada ibunya, Byasa (Krishna Dwaipayana) pergi ke tengah hutan untuk bertapa, sedangkan Satyawati pulang untuk membantu ayahnya.<ref name = "Mani"/><ref name = "ganguliLXIII"/>
 
== Pernikahan dengan Santanu ==
[[FileBerkas:Bheeshma oath by RRV.jpg|rightka|thumbjmpl|Lukisan "Sumpah Bisma", karya [[Raja Ravi Varma]].]]
Kisah pertemuan Satyawati dengan [[Santanu]] terdapat dalam ''[[Adiparwa]]''. Kisah tersebut diawali dengan munculnya desas-desus bahwa di sekitar [[sungai Yamuna]] tersebar bau yang sangat harum semerbak. Kabar tersebut akhirnya sampai ke [[Hastinapura]], ibukota [[kerajaan Kuru]], dan didengar oleh Prabu Santanu. Dengan penasaran, sang raja berjalan-jalan ke sana. Ia menemukan sumber bau harum tersebut dari seorang bunga desa, bernama Satyawati. Santanu jatuh cinta dan melamarnya. Orang tua Satyawati mengajukan syarat bahwa jika putrinya menjadi permaisuri Prabu Santanu yang sah, maka ia harus diperlakukan sesuai dengan [[dharma]] dan keturunannya harus menjadi penerus takhta. Mendengar syarat tersebut, sang raja membatalkan lamarannya, sebab ia telanjur mengangkat [[Dewabrata]], putranya sebagai putra mahkota. Ia menjadi jatuh sakit karena terus memikirkan gadis pujaannya yang tak kunjung ia dapatkan.
 
Baris 50:
{{reflist}}
 
== Daftar pustaka ==
{{commonscat|Satyavati|Satyawati}}
* {{cite book|author = Mani, Vettam|title = Puranic Encyclopaedia: A Comprehensive Dictionary With Special Reference to the Epic and Puranic Literature|publisher = Motilal Banarsidass|year = 1975|location = Delhi|isbn = 0-8426-0822-2|authorlink =Vettam Mani}}
* {{cite book|last=Meyer|first=Johann Jakob |title=Sexual life in ancient India|year=1989|publisher=Motilal Banarsidass Publ|isbn=81-208-0638-7|origyear = 1971}}