Sawerigading: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 1:
[[Berkas: Sawerigading.jpg|thumbjmpl|Illustrasi gambar Sawerigading]]
[[Berkas: Naskah Lagaligo.jpg|thumbjmpl|[[Manuskrip]] ''[[Sureq Galigo]]'' dari [[abad ke-19]]]]
'''Sawerigading''' adalah nama seorang putera raja [[Luwu]] dari ''Kerajaan Luwu Purba'', [[Sulawesi Selatan]], [[Indonesia]]. Dalam bahasa setempat Sawerigading berasal dari dua kata, yaitu ''sawe'' yang berarti menetas (lahir), dan ''ri gading'' yang berarti di atas bambu betung. Jadi nama Sawarigading berarti keturunan dari orang yang menetas (lahir) di atas bambu betung<ref name="ceritarakyatnusantara">{{cite web
|url =http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/147-sawerigading#
Baris 36:
 
== Perjalanan ke negeri Cina ==
[[Berkas:Galigo.jpg|rightka|thumbjmpl| ]]
Berdasarkan pesan Batara Guru, kedua anak kembar itu harus dibesarkan terpisah agar kelak bila mereka menjadi dewasa tidak akan saling jatuh cinta. Namun suratan menentukan yang lain, sebab dirantau Sawerigading mendapat keterangan bahwa ia mempunyai seorang saudara kembar wanita yang sangat cantik, We Tenriabeng namanya. Sejak itu hatinya resah hinggah pada suatu waktu ia berhasil melihatnya dan langsung jatuh cinta serta ingin mengawininya. Maksud itu mendapat tentangan kedua orang tuanya bersama rakyat banyak, karena kawin bersaudara merupakan pantangan yang jika dilanggar akan terjadi bencana terhadap negeri, rakyat dan tumbuh-tumbuhan serta seluruh negeri kebingungan. Melalui suatu dialog yang panjang, berhasil juga We Tenriabeng
membujuk saudaranya untuk berangkat ke negeri Cina memenuhi jodohnya di sana, I We Cudai namanya. Wajah dan perawakannya sama
Baris 55:
 
== Pandangan tentang cerita Sawerigading ==
[[Berkas:Opera Sawerigading.jpg|thumbjmpl|Opera Sawerigading oleh Robert Wilson, sutradara asal [[Amerika Serikat]] tahun [[2004]]]]
[[Berkas:Gong nekara selayar.jpg|thumbjmpl|''[[Gong Nekara]]'' di [[Pulau Selayar]]]]
Dipandang dari berbagai sudut, beberapa ahli telah mengemukakan pendapatnya tentang cerita Sawerigading. Fachruddin Ambo Enre, dalam disertasinya berjudul Rintumpanna Welenrennge ([[1993]]), mengemukakan tiga jenis pandangan tentang naskah [[Sureq Galigo]] yaitu sebagai naskah ''[[mitos]] dan [[legenda]]'', sebagai ''naskah [[sejarah]]'' dan sebagai ''karya [[sastra]]''.
 
Baris 81:
 
== Nilai-nilai budaya dalam cerita Sawerigading ==
[[Berkas:Unsa Makassar.jpg|thumbjmpl|Universitas Sawerigading di [[Kota Makassar]]]]
[[Berkas:RSUD Sawerigading Palopo.jpg|thumbjmpl|RSUD Sawerigading di [[Kota Palopo]]]]
Dalam cerita Sawerigading dapat diungkap beberapa nilai budaya antara lain nilai religius, sistem kepercayaan pra-Islam yang
menggambarkan dunia gaib dan konsep kejadian manusia. Dalam cerita ini digambarkan bahwa dunia gaib adalah dunia dewa-dewa di langit, di bumi (mulatau) yang keturunan dewa-dewa. Seiring dengan perkembangan Islam dan agama lain di Luwu, maka nilai religius dari cerita ini lambat laun akan mengalami kepunahan, karena tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat.