Abdul Haris Nasution: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Arif putra 2302 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 10:
|predecessor = [[Chaerul Saleh]]
|successor = [[Idham Chalid]]
|office3office2 = [[Daftar Menteri Pertahanan Indonesia|Menteri Pertahanan dan Keamanan Indonesia]]
|order3order2 = 12
|term_start3term_start2 = [[10 Juli]] [[1959]]
|term_end3term_end2 = [[24 Februari]] [[1966]]
|president3president2 = [[Soekarno]]
|predecessor3predecessor2= [[Djoeanda Kartawidjaja]]
|successor3successor2 = [[M. Sarbini|Sarbini]]
|office2 = [[Panglima Tentara Nasional Indonesia]]
|president2 = [[Soekarno]]
|order2 = 3
|term_start2 = Juni 1962
|term_end2 = Februari 1966
|predecessor2 = [[Jenderal TNI]] [[T.B. Simatupang]]
|successor2 = [[Jenderal Besar]] [[TNI]] [[Soeharto]]
 
|office4 = [[Kepala Staf TNI Angkatan Darat]]
|president4 = [[Soekarno]]
|order4 = 2
|term_start4 = [[27 Desember]] [[1949]]
|term_end4 = [[18 Desember]] [[1952]]
|predecessor4 = [[Djatikoesoemo]]
|successor4 = [[Bambang Soegeng]]
|president5 = [[Soekarno]]
|order5 =
|term_start5 = [[1 November]] [[1955]]
|term_end5 = [[21 Juni]] [[1962]]
|predecessor5 = [[Bambang Utoyo]]
|successor5 = [[Ahmad Yani]]
 
|birth_date = {{birth date|1918|12|3}}
|birth_place = {{flagicon|Belanda}} [[Kotanopan]], [[Mandailing Natal]], [[Sumatera Utara]], [[Hindia Belanda]]
Baris 56 ⟶ 34:
|rank = [[Berkas:Pdu jendbesartni.png|25px]] [[Jenderal Besar]] [[TNI]]
|commands = Panglima [[Divisi Siliwangi]]
|unit = [[Infanteri]]
|battles = [[Revolusi Nasional Indonesia]]
|awards = [[Pahlawan Nasional Indonesia]]
Baris 62 ⟶ 40:
|laterwork =
}}
[[Jenderal Besar]] [[TNI]] ([[Purnawirawan|Purn.]]) Dr. '''Abdul Haris Nasution''' ({{lahirmati|[[Kotanopan, Mandailing Natal|Kotanopan]], [[Sumatera Utara]]|3|12|1918|[[Jakarta]]|6|9|2000}}) adalah seorang [[pahlawan nasional Indonesia]]<ref>[http://www.depsos.go.id/modules.php?name=Pahlawan&opsi=mulai-2 Daftar Nama Pahlawan Nasional Republik Indonesia]'', Departemen Sosial RI Online, [[Januari]] [[2010]]. Diakses 26 Agustus 2012.</ref> yang merupakan salah satu tokoh yang menjadi sasaran dalam peristiwa [[Gerakan 30 September]], namun yang menjadi korban adalah putrinya [[Ade Irma Suryani Nasution]] dan ajudannya, [[Lettu]] [[Pierre Tendean]].
 
Nasution merupakan konseptor [[Dwifungsi ABRI]] yang disampaikan pada tahun [[1958]] yang kemudian diadopsi selama pemerintahan [[Soeharto]]. Konsep dasar yang ditawarkan tersebut merupakan jalan agar ABRI tidak harus berada di bawah kendali [[sipil]], namun pada saat yang sama, tidak boleh mendominasi sehingga menjadi sebuah [[junta militer|kediktatoran militer]].<ref name="Sumbogo 1997-03-08" />
Baris 73 ⟶ 51:
Pada tahun 1935 Nasution pindah ke [[Bandung]] untuk melanjutkan studi, di sana ia tinggal selama tiga tahun. Keinginannya untuk menjadi guru secara bertahap memudar saat minatnya dalam politik tumbuh. Dia diam-diam membeli buku yang ditulis oleh [[Soekarno]] dan membacanya dengan teman-temannya. Setelah lulus pada tahun 1937, Nasution kembali ke Sumatera dan mengajar di [[Bengkulu]], ia tinggal di dekat rumah pengasingan Soekarno. Dia kadang-kadang berbicara dengan Soekarno, dan mendengarnya berpidato. Setahun kemudian Nasution pindah ke [[Tanjung Raja, Ogan Ilir|Tanjung Raja]], dekat [[Palembang]], di mana ia melanjutkan mengajar, namun ia menjadi lebih dan lebih tertarik pada politik dan militer.{{sfn|Prsetyo|Hadad|1998|pp=21–34}}
 
Pada tahun 1940, [[Jerman Nazi]] [[Belanda dalam Perang Dunia II|menduduki Belanda]] dan pemerintah kolonial [[Belanda]] membentuk korps perwira cadangan yang menerima orang Indonesia. Nasution kemudian bergabung, karena ini adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan pelatihan militer. Seiring dengan beberapa orang Indonesia lainnya, ia dikirim ke Akademi Militer Bandung untuk pelatihan. Pada bulan September 1940 ia dipromosikan menjadi kopral, tiga bulan kemudian menjadi [[sersan]]. Dia kemudian menjadi seorang [[perwira]] di [[Koninklijk Nederlands-Indische Leger]] (KNIL).<ref name="Keegan 1979 p314" /> Pada tahun 1942 Jepang [[Sejarah Nusantara (1942-1945)|menyerbu dan menduduki]] Indonesia. Pada saat itu, Nasution di [[Surabaya]], ia ditempatkan di sana untuk mempertahankan pelabuhan. Nasution kemudian menemukan jalan kembali ke Bandung dan bersembunyi, karena ia takut ditangkap oleh [[Jepang]]. Namun, ia kemudian membantu milisi [[PETA]] yang dibentuk oleh penjajah Jepang dengan membawa pesan, tetapi tidak benar-benar menjadi anggota.{{sfn|Prsetyo|Hadad|1998|pp=35–41}}
 
== Revolusi Nasional Indonesia RNI ==
{{lihat pula|Revolusi Nasional Indonesia}}
=== Divisi Siliwangi ===
Setelah Soekarno memproklamasikan [[kemerdekaan Indonesia]] pada 17 Agustus 1945, Nasution bergabung dengan militer Indonesia yang kemudian dikenal sebagai [[Tentara Keamanan Rakyat]] (TKR). Pada bulan Mei 1946, ia diangkat menjadi Panglima Regional [[Divisi Siliwangi]], yang memelihara keamanan Jawa Barat. Dalam posisi ini, Nasution mengembangkan teori perang teritorial yang akan menjadi doktrin pertahanan [[Tentara Nasional Indonesia]] (TNI) pada masa depan.<ref name="pdat.co.id" /><ref name="Cribb 2001" />
 
Pada bulan Januari 1948, Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Belanda menandatangani [[Perjanjian Renville]], membagi [[Jawa]] antara daerah yang dikuasai Belanda dan Indonesia. Karena wilayah yang diduduki oleh Belanda termasuk [[Jawa Barat]], Nasution dipaksa untuk memimpin Divisi Siliwangi menyeberang ke [[Jawa Tengah]].<ref name="Kahin 1952 p233" />{{sfn|Ricklefs|1982|p=215}}
Baris 255 ⟶ 233:
Berkas:KASAD Kolonel AH Nasution.png|Kolonel AH Nasution saat menjadi Panglima Divisi Siliwangi 1949
Berkas:Jenderal TNI AH Nasution.png|Jenderal AH Nasution saat menjadi Kepala Staf Angkatan Bersenjata 1962
Berkas:A.H. Nasution Warga Kehormatan Baret Ungu.jpg|Jenderal Besar TNI Abdul Haris Nasution diangkat sebagai warga kehormatan Korps Marinir Pertama pada 15 November 1965
</gallery>