Aristoteles: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Kucing air (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Altantowi (bicara | kontrib)
k Aristoteles dari Stageira
Tag: VisualEditor mengosongkan halaman [ * ]
Baris 20:
 
== Riwayat hidup ==
Aristoteles lahir di Stagira daerah Trake di Yunani tahun 384 SM. Ayahnya, Nikomakhos, seorang dokter istana raja Macedonia, Amyntas II.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn1|[1]]] Semenjak kecil, Aristoteles sudah dididik ayahnya dalam bidang kedokteran, sehingga perhatiannya tertumpah pada ilmu-ilmu alam, khususnya biologi.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn2|[2]]] Ayahnya yang kemudian menjadi sahabat Amyntas II dan menjadi kaya raya dan memilki tanah di sekitar Stagira dan berbagai tanah di Yunani.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn3|[3]]] Tatkala ayahnya meninggal, ia dibawa keluarganya pindah ke Atarneus, sebuah kota Yunani yang terletak di Asia Kecil yang kemudian di asuh oleh sepupunya, Proksenos.
Aristoteles [[lahir]] di [[Stagira]], kota di wilayah [[Chalcidice]], [[Thracia]], [[Yunani]] (dahulunya termasuk wilayah [[Makedonia]] tengah) tahun [[384 SM]].<ref name="phil"/> Ayahnya adalah [[tabib]] pribadi [[Amyntas III of Makedonia|Raja Amyntas dari Makedonia]].{{fact}} Pada usia 17 tahun, Aristoteles menjadi murid [[Plato]].<ref name="Mudji">Mudji Sutrisno dan Christ Verhaak, Estetika Filsafat Keindahan (Yogyakarta: Kanisius, 1993.</ref> Belakangan ia meningkat menjadi guru di [[Sekolah Athena|Akademi Plato]] di [[Athena]] selama 20 tahun.{{fact}} Aristoteles meninggalkan akademi tersebut setelah Plato meninggal, dan menjadi guru bagi [[Alexander dari Makedonia]].{{fact}}
 
Ketika Aristoteles berumur 18 tahun, ia pergi ke Athena untuk belajar pada Akademia Plato. Selama dua puluh tahun ia belajar pada Plato dan menetap sampai meninggal. Pada tahun 345 SM Aristoteles pindah ke Mytilene, sebuah kota di pulau Lesbos. Pada tahun 342 SM Aristoteles dipanggil oleh Raja Filepos (raja Macedonia) sebagai pengajar privat anaknya, Alexander yang Agung.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn4|[4]]]
Saat Alexander berkuasa pada tahun [[336 SM]], ia kembali ke Athena.{{fact}} Dengan dukungan dan bantuan dari Alexander, ia kemudian mendirikan akademinya sendiri yang diberi nama [[Lyceum]], yang dipimpinnya sampai tahun [[323 SM]].{{fact}} Perubahan politik seiring jatuhnya Alexander menjadikan dirinya harus kembali kabur dari Athena guna menghindari nasib naas sebagaimana dulu dialami Socrates.{{fact}} Aristoteles meninggal tak lama setelah pengungsian tersebut.{{fact}}Aristoteles sangat menekankan [[empirisme]] untuk menekankan pengetahuan.{{fact}}
 
Dengan jalan Aristoteles mengajar Alexander Agung, hampir semua ilmunya di kenal masyarakat Macedonia. Tahun 336 SM, Alexander Agung berangkat ke medan perang, maka Aristoteles kembali lagi ke Athena dan menjadi guru di Athena dan mendirikan sekolah baru yang bernama Lykeion, tetapi setelah Alexander Agung meninggal dalam peperangan, maka Aristoteles terpaksa meninggalkan Athena karena dituduh sebagai orang yang tidak percaya kepada Dewa. Karena memang pada saat itu, model pemikiran yang tidak sejalan dengan pemikiran masyarakat saat itu, dianggap sesat dan melarang keras seseorang untuk belajar ilmu dari Aristoteles.
 
Dalam perjalanan hidupnya, Aristoteles sangat suka mengumpulkan naskah-naskah Yunani kuno dan banyak sekali buku kuno dan menempatkan semuanya dalam perpustakaan pribadinya. [[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn5|[5]]] Aristoteles merupakan orang pertama yang memiliki perpustakaan (''bibliotik'').[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn6|[6]]] Hal ini pasti dikarenakan bahwa ia sangat sekali membaca buku-buku dan naskah Yunani kuno. Aristoteles memiliki gaya yang glamour hal ini disebabkan juga karena warisan kekayaan ayahnya.
 
Selanjutnya, ketika Plato meninggal dan jabatan Akademia mengalami kekosongan, sepupu Plato, Speusippos yang mempunyai perangai yang buruk menggantikan jabatan tertinggi di Akademia. Aristoteles yang muak dengan perilaku Speusippos, akhirnya meninggalkan Akademia dengan temannya, Xenokrates.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn7|[7]]] Mereka pergi ke Atarneus, di pantai Asia Minor yang merupakan tempat bermainnya dulu yang pada saat itu di pimpin oleh Hermias. Hermias yang pada saat di Akademia terkesan dengan pemikiran Aristoteles. Akhirnya Hermies menjadikan Atarneus menjadi pusat ilmu pengetahun dan meminta Aristoteles unutk menjadi pemimpinya.
 
Ketika Aristoteles memasuki usia setengah baya. Aristoteles jatuh cinta kepada Pythias yang merupakan salah satu selir dari Hermias tetapi ada yang mengatakan Pythias merupakan saudara perempuan Hermias.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn8|[8]]] Pada akhirnya Aristoteles menikahi Pythias dan tak lama kemudian ia mendirikan sekolah di Assos.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn9|[9]]] Tiga tahun kemudian ia pindah ke Mytilene,[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn10|[10]]] di pulau Lesbos dan kembali mendirikan sekolah baru.
 
Selanjutnya Aristoteles kembali ke Akademia karena pada saat itu, sepupu Plato, Seupsippos meninggal. Kekuasaan di Akademia menjadi kosong kembali. Ketika terjadi kekosongan kekuasaan, masyarakat malah memili Xenokrates menjadi ketua di Akademia. Aristoteles yang merasa dilangkahi oleh Xenokrates kemudian mendirikan sekolah baru untuk menandingi Akademia yang dibangun diluar tembok kota, di kaki gunung Lycabettos yang berdekatan dengan Kuil Apollo Lyceus sehingga sekolah ini dinamakan dengan Lyceum.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn11|[11]]] Sekolah ini merupakan sekolah yang lebih modern dari Akademia di dalam sekolah ini juga berbagai ilmu pengetahun dan riset dikembangkan oleh Aristoteles.
 
Selanjutnya, ketika Aristoteles mancapai usia cukup tua, istrinya Pythias meninggal kemudian ia menikah lagi dengan pelayannya, Herpyllis yang akhirnya menjadi ibu tiri dari anak Pythias yang merupakan anak laki-laki pertama Aristoteles. Dan ketika Alexander Agung mati yang merupakan bekas muridnya, Aristoteles dituntut hukuman oleh rakyat Macedonia atas dugaan bahwa Aristoteles yang mendidik Alexander Agung menjadi orang yang tidak berkebudayaan baik sehingga kebijakan Alexander membuat rakyatnya sengsara.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn12|[12]]] Akhirnya Aristoteles kabur dan meninggalkan Lyceum yang merupakan asset terbesar dalam hidupnya dan akhirnya ia pun pensiun dari dunia akademik dan menetap di kota Khalkis. Kota ini terletak di sebelah utara kota Athena, di pulau Euboea.
 
Aristoteles menghabiskan sisa waktu hidupnya di kota khalkis ini. Pada usia 63 tahun, ia meninggal. Sebab dari kematiannya msih menjadi sebuah problema. Menurut sumber sejarah, ia mati karena telah frustasi dengan dirinya karena tidak bisa merealitaskan semua fenomena di dunia ini dengan akalnya kemudian ia menceburkan diri dan tenggelam.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn13|[13]]] Sumber lain mengatakan bahwa ia meninggal akibat suatu penyakit perut dan sumber lain lagi dijelaskan bahwa ia meminum obat dengan porsi yang lebih sehingga ia overdosis dan meninggal.
 
Dalam perjalanan hidup Aristoteles, terdapat tiga periode perkembangan keilmuannya. ''Pertama,'' tahun 347 SM, ketika ia baru masuk dan belajar pada Plato di Akademia yang semua pemikiran-pemikiran awal Plato sangat di doktrin dengan ajaran dari Plato. Karya Plato, seperti ''phaedo'' dan ''republic'' yang sangat mempengaruhi pemikirannya dalam teori wujud. Dalam periode pertama ini, Aristoteles telah menulis beberapa buku, seperti Physica I, II, dan VII, De Caelo I, Politica II, De Anima III.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn14|[14]]]
 
Aristoteles mempunyai banyak karya-karya pemikiran, antara lain:
 
1.    Bidang Fisika: ''De Caelo'' (langit), ''Animalium'' (hewan), dan ''Anima'' (jiwa), ''Physica''.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn15|[15]]]
 
2.    Bidang Etika: ''Etica Nocomachaea, Magna moralia'' (tentang moral).
 
3.    Bidang Metafisika: Materi dan form alam semesta.
 
4.    Bidang Logika: ''Categoria'' (berisi macam predikat), ''Interpretatione'' (tafsiran-tafsiran), ''Analytica Priori'', ''Analytika Posteriora'', ''Topica'' (qiyas dialektika), dan ''Sophistis'' (kesalahan-kesalahan yang telah dibuat kaum sofis).[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn16|[16]]]
----[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref1|[1]]] Joko Siswanto, ''Sistem-sistem Metafisika Barat: Dari Aristoteles sampai Derrida'' (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), 7.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref2|[2]]] Lasiyo dan Yuwono, ''Pemikiran Filsafat'' (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 1986), 42.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref3|[3]]] Paul Strathern, ''90 Menit Bersama Aristoteles'' (Jakarta: Erlangga, 2001), 5.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref4|[4]]] Lasiyo dan Yuwono, ''op. cit''.,  32., dalam rujukan Joko Siswanto, ''Sistem-sistem Metafisika Barat'', dijelaskan bahwa Alexander Agung merupakan anak dari raja Philip II.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref5|[5]]] Mohammad Hatta, ''Alam Pikiran Yunani'' (Jakarta: UI Press, 1986), 115.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref6|[6]]] Bibliotik merupakan perpustakaan yang dimiliki oleh Aristoteles dan menjadi perpustakaan pertama di Athena dan perpustkaan ini diberi nama dengan “rumah pembaca”.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref7|[7]]] Xenokrates merupakan teman dekat Aristoteles ketika belajar di Akademia Plato.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref8|[8]]] Menurut Mohammad Hatta, Pythias merupakan keponakan dari Hermias, tetapi menurut Paul Stratern, Pythias merupakan adik dari Hermias.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref9|[9]]] Paul Strathern, ''op. cit''., 19.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref10|[10]]] Pindahnya Aristoteles dari Atarneus dikarenakan adanya pasukan tentara Persia yang menyerang Yunani dan dalam peperangan itu, Hermias dibunuh. Arsitoteles dan istrinya kemudian melarikan diri di daerah sekitar Atarneus.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref11|[11]]]Paul Stratern. ''op. cit,'' 26.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref12|[12]]] Joko Siswanto, ''op. cit''., 8.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref13|[13]]] Paul Stratern, ''op. cit.'', 27.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref14|[14]]] Joko Siswanto, ''op. cit''., 8.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref15|[15]]] Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani, ''Filsafat Umum: dari Mitologi sampai Teofilosofi'' (Bandung: Pustaka Setia, 2008), 218.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref16|[16]]] ''Ibid''., 217.
 
== Pemikiran ==
'''Konsep Aristoteles Mengenai Logika'''
Filsafat Aristoteles berkembang dalam tiga tahapan yang pertama ketika dia masih belajar di Akademi Plato ketika gagasannya masih dekat dengan gurunya tersebut, kemudian ketika dia mengungsi, dan terakhir pada waktu ia memimpin Lyceum mencakup enam karya tulisnya yang membahas masalah [[logika]], yang dianggap sebagai karya-karyanya yang paling penting, selain kontribusinya di bidang Metafisika, Fisika, Etika, Politik, Ilmu Kedokteran, Ilmu Alam dan karya seni.{{fact}}
 
Aristoteles terkenal sebagai Bapak Logika, karena dialah yang pertama kali memberikan ajaran tentang jalan pikiran (''ratiocinium'') dan bukti.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn1|[1]]] Aristoteles membentangkan cara berpikir yang teratur dalam suatu sistem dan aturan yang menguasai jalan pikiran. Asistoteles mengupas masalah menjadi bentuk ilmu logika. Intisari dari ajaran logika aristoteles ialah silogisme yaitu menarik kesimpulan dari pengertian-pengertian yang umum untuk memperoleh pengertian yang luas dan mempunyai kebenaran yang umum. Aristoteles berpendapat bahwa logikalah yang menjadi fondasi yang mendasari semua bentuk pembelajaran.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn2|[2]]]
 
Menurut Aristoteles, ada dua macam organon: ''pertama'', analytika (yang kita sebut dengan logika) yang bertujuan untuk memeriksa argumentasi yang bertumpu pada keputusan-keputusan yang benar.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn3|[3]]]''Kedua,'' dialektika (yang menurut Aristoteles disebut logika) yang bertujuan untuk memverifikasi dari analytika dengan mengujinya kepada ''hypotesa''. Aristoteles menyandarkan logika pada tiga batu penjuru: ''kategoria'' (pangkal dari predikat), prinsip identitas, dan syllogismos.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn4|[4]]]
 
''Idea'' yang ditangkap oleh manusia dari hasil observasi inderawi dan diproses oleh akal yang mengahasilkan konsep atau disebut oleh Aristoteles sebagai istilah atau pengertian. Menurut Aristoteles ada sepuluh ''kategoria'' dalam alam semesta, yaitu:
 
1.    Substansi, ialah pengertian yang menunjuk sesuatu yang “ada”nya pada yang “berada” itu sendiri. Pengertian “manusia” misalnya, menunjuk inti manusia yang berkait yaitu “kemanusiannya”.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn5|[5]]] Adapun kemanusiaan itu adanya pada manusia itu sendiri. Pengertian kebapakan menunjuk pada manusianya, tetapi tidak mutlak karena banyak manusia yang bukan bapak.
 
2.    Kuantitas, ialah pengertian yang menunjukkan jumlah; besar, berat.
 
3.    Kualitas, ialah pengertian tentang bagaimana sifat-sifatnya
 
4.    Relasi, ialah pengertian yang menunjukkan hubungan antara sesuatu dengan hal lainnya
 
5.    Passi, ialah pengertian yang menunjuk penerimaan perubahan sesuatu atau substansia dari yang lain.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn6|[6]]]
 
6.    Tempat, ialah pengertian yang menunjuk besar kecilnya sesuatau yang sendirinya memerlukan tempat
 
7.    Keadaan, ialah pengertian yang menyatakan sesuatau hal itu ada pada limpatnya
 
8.    Lingkungan Pengertian yang menyatakan hal-hal yang menyerumuni  sesuatau substansia
 
9.    Waktu, ialah pengertian yang menyatakan bilamana atau beberapa lama adanya substansia
 
10.  Aksi, ialah pengertian yang menunjuk perubahan-perubahan yang ada dan mungkin ada pada sesuatu hal.
 
Pengertian ''substansia'' adalah hal yang sebenarnya dan konkrit itu. Substansia- Substansia ini menunjukkan hal yang sama tentang intinya sehingga beberapa substansi (contoh, manusia) termasuk dalam satu spesies “manusia”. Namun beberapa spesies itu dapat menunjuk kesamaan lagi dan merupakan suatu genus. Misalnya, manusia, kerbau, ayam dapat dimasukkan jenis binatang karena semuanya mempunyai hal yang sama yaitu’ kebinatangan”.
 
Aristoteles menyebut bahwa logikanya sebagai ''analytika'' yang artinya pengungkapan.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn7|[7]]] Semua ilmu pengetahuan atau bidang-bidang harus memulainya dari prinsip utama, seperti contoh
 
·       Tak ada filsuf yag bodoh
 
·       Beberapa manusia adalah filsuf
 
·       Karena itu beberapa manusia tidak bodoh.
 
Selanjutnya, mengenai logikanya, Aristoteles membuat tiga landasan sperti yang telah disebutka diatas. Aristoteles membuat contoh:
 
“''kategoria'' hanya mungkin jika prinsip identitas diakui: ‘Dia adalah Aristoteles.’ Sedangkan prinsip identitas hanya mungkin jika prinsip non-kontradiktif juga diakui:’Dia adalah Aristoteles bukan Plato. Tidak mungkin bahwa Aristoteles juga Plato.’ Dari sini berkorelasi juga dengan prinsip eliminasi:’Dia adalah Aristoteles atau bukan Aristoteles.’ Kemungkinan ketiga tidak ada. Prinsip non-kontradiktif diuraikannya dalam buku ''Gamma'' yang merupakan bagian dari ''Metaphysica''.”[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn8|[8]]]
 
Berdasarkan ketiga prinsip mengenai logika yang saling berkaitan, baru bisa dibangun proses-proses logika melalui dua kemungkinan, yaitu analytika priori yang dalam logika formal dikenal dengan logika minor dan analytika posteriori yang dalam logika material disebut dengan logika mayor.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn9|[9]]]
 
Mengenai logika formal, Arsitoteles membagi proses pembuatan ke dalam dua cara, yatiu secara induktif dan deduktif. Membuat keputusan secara induktif terjadi jika rasio membuat kesimpulan abstrak (umum) dari hal-hal khusus. Proses membuat keputusan deduktif terjadi jika rasio membuat kesimpulan dengan bergerak dari hal yang bersifat umum ke hal yang bersifat khusus. Proses berpikir induktif sangat dipengaruhi oleh pengetahuan inderawi, sedangkan proses berpikir secara deduktif tidak bergantung pada pengalaman manusia atau pengalaman inderawi. Karena itu, menurut Aristoteles proses berpikir secara deduktif merupakan jalan terpenting menuju pengetahuan yang baru.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn10|[10]]]  
 
----[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref1|[1]]] Lasiyo dan Yuwono, ''op. cit''., 43.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref2|[2]]] Paul Stratern, ''op. cit''., 28.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref3|[3]]] Budiono Kusumohamidjojo, ''Filafat Yunani Klasik: Relevansi untuk Abad XXI'' (Yogyakarta: Jalasutra, 2012), 237.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref4|[4]]] ''Ibid''., 238.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref5|[5]]] Lasiyo dan Yuwono, ''Pemikiran Filsafat'' (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 1986), 45.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref6|[6]]] ''Ibid.''
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref7|[7]]] Paul Stratern, ''op. cit''., 30.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref8|[8]]] Budiono Kusumohamidjojo, ''op. cit''., 238.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref9|[9]]] ''Ibid''.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref10|[10]]] ''Ibid.,'' 239.
 
'''Konsep Aristoteles Mengenai Metafisika'''
 
Dalam Periode kedua tahun 347-355 SM, ketika Aristoteles tinggal di Assos, ia melakukan banyak kritikan mengenai teori wujud dari Plato. Pada saat Aristoteles di doktrin oleh Plato dengan teori ideanya, Ia merasakan adanya sesuatu yang janggal dari teori Plato. Aristoteles membandingkan teori idea Plato dengan observasi realitas yang terjadi, memang memiliki perbedaan sangat mencolok. Dari pemikiran observasi realitas inilah kemudian Aristoteles dikenal sebagai perintis aliran realisme. Pada periode inilah, ia menulis buku ''metafisika'' yang monumental. Konsep metafisikanya tentang materi dan wujud (''hylemorphism'').[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn1|[1]]] Kemudian dalam periode ketiga, ketika Aristoteles mengembangkan pemikirannya secara murni, tanpa adanya campuran dari beberapa pemikiran, salah satunya pemikiran Plato tentang metafisika yang ia tolak. Dalam periode inilah merupakan awal dari semua pemikiran yang ditulis dalam beberapa buku yang terkenal hingga sekarang. Pada periode ini juga, Aristoteles berbalik dari penyelidikan filsafat spekulatif menuju penyelidikan empiris.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn2|[2]]]
 
Dalam pengembangan pemikiran Aristoteles. Tidak dapat dipungkiri bahwa semua itu merupakan pengaruh dari pemikiran Plato. Plato mensistensikan semua pemikiran para filsuf terdahulu, seperti pemikiran Parmenides yang menyatakan bahwa kenyataan adalah abadi, tidak mengenail periode. Kemudian Plato melogikakan pernyataan tersebut dengan berpendapat bahwa segala perubahan tentang realita hanyalah tipuan atau rekayasa saja.
 
Plato mengajarkan, bahwa dunia inderawi tidak memuaskan karena dalam dunia inderawi, pengetahuan bisa saja berubah-ubah karena objek tersebut. Manakala ada beberapa kuda yang berkerumun dalam sungai, hanya ada satu kuda yang memiliki ide (bentuk sejati), yang lainnya hanyalah perwujudan subtansional saja. Dalam teori ini, Aristoteles menolak bahwa yang dikatakan Plato, yang menganggap dunia transenden terpisat dengan objek konkritnya. Aristoteles tidak setuju dengan teori ide ini karena menurutnya realitaslah yang justru harus dicari dalam kehidupan konkrit manusia.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn3|[3]]] Disamping dari ketidaksetujuannya dengan Plato, Aristoteles setuju dengan Plato dalam konteks, bahwa memang realitas konkrit itu tidak tetap, tetapi tidak berarti harus mengabaikannya dan menggunakan dunia ide sebagai pelarian dari realitas.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn4|[4]]] Dengan kata lain suatu konsep yang berbeda dengan realitas, dunia ide berbeda dengan realitas dalam hal konkritnya. Kritik Aristoteles terhadap dunia ide Plato dikenal dengan argumen “orang ketiga” (''tritos anthropos'').[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn5|[5]]]
 
Argumen Aristoteles mengenai tidak setujunya dengan teori idea Plato tersiratkan dalam contoh “Bilamana ada manusia yang di anggap ideal tetapi dalam keidealan tersebut, manusia menyandang dua predikat yaitu sebagai manusia dan sebagai hewan. Disamakan dengan hewan karena sama-sama mahluk yang membutuhkan makan dan minum, perbedaanya hanya terletak pada kepemilikan akal.” Plato beranggapan bahwa manusia dalam dunia ide hakikatnya berbentuk dan bersifat kemanusiawian”. Dalam contoh ini jelas, bahwa inti dari dunia idea Plato adalah semua wujud hanya memilki satu hakikat (sudut pandang saja), tetapi dalam paham Aristoteles, bahwa hakikat dari wujud dapat dilihat dari sudut pandang realitanya.
 
Disamping dari ketidaksetujuan Plato, Aristoteles setuju dengan dua hal yang menjadi teori idea Plato. ''Pertama,'' pengetahuan ilmiah pada prinsipnya memiliki esensi bersifat universal. Tetapi esensi melekat pada realitasnya karena manusia mengetahui esensi dari suatu benda dari sudut pandang konkritnya dalam realita.
 
Rasio manusia memiliki kemampuan untuk seakan-akan “melepaskan esensi dari benda-benda konkrit”. Proses ini disebut abstraksi.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn6|[6]]] Dari proses abstraksi mengenai wujud benda-benda konkrit inilah, ilmu pengetahuan manusia lahir dari akal dengan menciptakan sebuah pemikiran-pemikiran yang abstrak dari suatu benda yang konkrit tanpa hanya berandai-andai menggunakan idea-idea Plato.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn7|[7]]] ''Kedua'', wujud (form) merupakan sumber sekaligus objek dari rasio untuk menciptakan sebuah pengetahuan universal tentang wujud benda yang konkrit. Menurut Aristoteles, wujud tidak eksis terpisah dari substansi dengan objek-objek dunia fisik, tetapi eksis dalam objek-objek fisik.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn8|[8]]] Wujud merupakan emanensi dalam benda-benda yang diamati secara konkrit. Wujud dan materi menjadi unsur substansial realitas, maka seluruh objek harus diamati dengan dua konsep ini.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn9|[9]]] Jika hanya menggunakan salah satu dari konsep ini, maka dari objek yang diamati tidak mencapai esensi dari benda tersebut.
 
Pembahasan Aristoteles mengenai metafisika (''universalia'') sebenarnya merupakan kritiknya terhadap doktrin idea Plato. Dalam metafisikanya, Aristoteles lebih mecondongkan pemikiran akalnya dari pada seperti doktrin idea Plato yang semuanya hanya kebetulan. Tetapi memang tidak dapat dipungkiri, dalam ''universalia'' ini juga ada beberapa konsep Plato yang dipakai dalam metafisika Aristoteles ini.
 
Dalam pembahasan mengenai ''universalia'', pada hakikatnya adalah mengenai pengklasifikasian terhadap penamaan sebuah benda-benda dengan sifat-sifatnya. Seperti pengkalsifikasian hewan amfibi yang mempunyai ciri hidup di dua alam.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn10|[10]]] Dan sifat dari materi yang terkandung dalam hewan ini, pada umumnya mempunyai kulit yang licin. Apa yang dikandung sebuah nama adalah substansi. Dalam penamaan atas sesuatu dalam penamaan sifat suatu materi pasti mengandung substansi dari benda atau materi dalam dirinya. Suatu benda yang konkrit pasti memiliki wujud dan materi, artinya semua mahluk didunia ini memilki esensi dan eksistensi masing-masing. Esensi dan eksistensi tidak dapat dipisahkan dalam konkritnya tetapi kedua hal ini dapat dipisahkan dalam abstraksi yang hanya berupa sifat-sifat/konsep-konsep yang tidak nyata. Dalam abstraksi pikiran ini biasa dikenal dengan ''distingsi'' rasional.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn11|[11]]]
 
Materi tanpa wujud hanya menghasilkan pengandaian yang tidak konkrit. Materi merupakan bahan dan wujud merupakan hasil dari bahan dengan adanya kekuatan yang menciptakan materi menjadi wujud yang konkrit. Tetapi materi akan menjadi wujud apabila ada potensi yang memungkinkan. Potensi dalam hal ini, merupakan kekuatan yang berada ditengah-tengah dari materi dan wujud. Tetapi potensi akan lahir jika materi berada dalam kemampuan dari potensi. Misalkan pohon yang ditebang seharusnya membutuhkan waktu 10 menit, tetapi selesai dalam waktu 15 menit. Jika materi yang terkandung dala pohon tersebut dalam wilayah potensi, maka pohon akan roboh dengan waktu normal 10 menit. Tetapi ada unsur matei yang kuat tidak dalam wilayah potensi, maka pohon akan roboh lebih lama dari waktu normalnya.
 
Selanjutnya, mengenai teori wujud dan materi sangat berkaitan dengan konsep ''potensi'' dan ''aktus''. Dalam hal potensi, Aristoteles memiliki tiga pengertian tentang potensi.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn12|[12]]] ''Pertama,'' potensi sebagai sumber perubahan. ''Kedua,'' potensi sebagai ''power'' (bersifat rasional dan irasional). ''Ketiga,'' potensi sebagai kemampuan bertahan dalam perubahan yang bersifat merusak.
 
Mengenai ''aktus'' (aktual: menjadi nyata), Aristoteles memberikan arti khusus yaitu kesempurnaan atau realitas penuh, sama dengan wujud (''form''). ''Aktus'' sangat berkorelasi dengan potensi. Dalam substansi terdapat peralihan terus-menerus dari potensi ke ''aktus''; potensi diaktivasi dan direalisasi.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn13|[13]]] “Perunggu adalah potensi sebuah patung, bukan ''aktus''. Perunggu sebagai perunggu dalam gerak, tetapi merupakan suatu aktualisasi potensi patung.” Dalam contoh ini dijelaskan bahwa potensi merupakan suatu kekuatan yang dapat merubah materi menjadi wujud. Dan hasil dari potensi inilah kemudian realitasnya/aktuallitasnya patung menjadi patung, jika memang potensinya tidak memungkinan membuat perunggu menjadi patung, maka tidak mungkin menjadi aktus.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn14|[14]]] Adanya korelasi antara potensi dan ''aktus'' ini sangat berkaitan dengan teori Aristoteles yang lainnya yaitu teori ''empat causa''.
 
Teori ''empat causa'' (empat sebab) ini sangat terkenal dalam kalangan filsuf setelah Aristoteles. Empat sebab ini adalah sebab material, sebab formal, sebab efisien, dan sebab final.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn15|[15]]] Sebab material adalah sesuatu yang darinya itu menjadi sebab dari sesuatu itu, contohnya kayu merupakan asal dari ''plywood'' dan ''plywood'' yang dijadikan satu merupakan material dari kayu yang utuh lagi (proses daur ulang sifat wujud). Sebab formal adalah bentuk atau struktur yang diterapkan pada material sehingga sesuatu memiliki pola atau konfigurasi tertentu. Sebab efisien ini biasanya menunjukkan dari mana sesuatu berasal yang memungkinkan sesuatu potensi menjadi teraktualisasi. Sebab final adalah maksud atau tujuan yang memungkinkan sesuatu kegiatan terjadi.
 
Dari penjelasan di atas menjadi jelas bahwa material itu pada akhirnya tergantung dari forma, sedangkan forma tidak mungkin hadir tanpa material. Meski demikian, alam juga sarat dengan kebetulan dan ketidakteraturan, yang membuat material itu selalu mencegat forma.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn16|[16]]] Sementara itu bagian atau substansi menjadi hal yang berdiri sendiri yang tidak dapat dikenakan pada sesuatu pada sesuatau yang lain. Seperti dalam contoh sederhana, Aristoteles adalah substansi dari dirinya sendiri, maka sudah tua adalah ''aksidens'' yang tidak dapat berdiri sendiri. Sederhananya, deskriptif Arsitoteles yang sudah tua, kata “sudah tua” yang sebagai aksidens tidak bisa berdiri sendiri karena munculnya ''aksidens'' karena adanya kata “Aristoteles” yang menjadi sebuah substansi. Menurutnya, substansi yang paling independen dan forma paling sempurna adalah hal ketuhanan.
 
Selanjutnya dalam penjelasan Aristoteles tentang korelasi antara sebab material dan formal dan antara sebab efisien dan sebab final, keempat pirnsip ini memungkinkan potensi menjadi aktul/nyata. Kedua sebab; formal dan material seperti keterikatan antara materi dan wujud yang keduanya akan bersatu dengan adanya potensi. Dan mengenai korelasi antara sebab efisien dan final dalam penafsirannya masih menjadi perdebatan di kalangan filsuf. Sebab final mendapatkan tempat khusus oleh Aristoteles karena berkaitan dengan konsep “penggerak yang tidak bergerak.”
 
Dalam konsep Aristoteles mengenai “penggerak yang tidak bergerak” (''The unmoved Mover'')[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn17|[17]]], menurut banyak orang, Aristoteles termasuk pengikut aliran politeisme karena mereka menafsirkan sesuatu yang menggerakkan mahluk yang tidak bergerak adalah tuhan. Menurut astronomi, ada 47-55 penggerak yang tidak bergerak. Tetapi Aristoteles dalam pembahsannya tidak menyangkutkan konsep ini dengan tuhan. Konsep ini sebenarnya menyangkut dengan fisika dengan berbagai zat yang memilki reaksi sendiri-sendiri, baik membangun atau menghancurkan sesuatu yang ada disekitar zat tersebut.
 
Ada tiga hal yang melatarbelakangi Aristoteles menciptakan konsep ''the unmoved mover''.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn18|[18]]] ''Pertama'', Aristoteles tidak puas mengenai gerak yang murni. Tidak mungkin semua gerak manusia tidak ada sebabnya. Jika dalam idea Plato jika dianalisis memang semua gerak manusia merupakan satu kesatuan karena menurut Plato semua gerak-gerik mahluk sudah disistemkan dalam dunia idea yang kekal. ''Kedua'', Aristoteles tidak menerima prinsip ''enersia'' yang menurut kaum Atomisme, gerak adalah ''inhern'' dalam materi (atom) sehingga tidak memerlukan penjelas. Aristoteles memisahkan antara entitas yang bergerak dengan entitas yang menggerakkan.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn19|[19]]] ''Ketiga'', Aristoteles menolak gerak mundur tanpa batas atau sampai tidak terbatas. Akhirnya Aristoteles berkesimpulan bahwa suatu entitas yang bergerak pasti ada yang bergerak (sebab-musabab). Entitas tersebut kemudian dikenal sebagai ''the unmover mover'' dan hanya ada satu penggerak yang menggerakkan.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn20|[20]]]
 
Selanjutnya, Aristoteles menjelaskan tentang esensi dari penggerak pertama yang tidak bergerak. Penggerak pertama tidak bergerak; ia merupakan pikiran murni dan berpikir pada dirinya sendiri. Penggerak ini tidak mempunyai bagian-bagian yang lain. Jika penggerak pertama memiliki bagian-bagian yang lain maka entitas yang digerakkan tidak akan bergerak karena adanya kontradiksi dai penggerak pertama dengan bagian-bagian penggerak utama yang lain. Bisa diambil kesimpulan bahwa entitas penggerak mempunyai sistem yang menggerakkan.
 
Konsep ''the unmoved mover'' ini, kemudian menjadi acuan Aristoteles mengenai esensi tuhan. Memang jika dianalisa tuhan merupakan penggerak yang tidak bergerak karena tuhan memiliki pengetahuan yang sempurna untuk menggerakkan semua mahluknya. Tetapi dalam konsep Aristoteles ini, banyak menuai kritik karena mustahil tuhan memiliki jarak dengan tuhan karena dalam pemikiran filsuf bahwa tuhan ada dimana saja kita berada. Tuhan berada dalam dunia yang abstrak bukan dunia konkrit. Mungkin dari teori ini juga yang melatarbelakangi filosof Islam, Al-Fairabi tentang teori emansi tuhan, bahwa tuhan memikirkan zatnya sendiri kemudian muncul zat yang lain yang menjadi semua alam semseta dan mahluk, dari teori emanasi inilah tuhan jauh dari sifat berbilang.
----[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref1|[1]]] Zainal Abidin, ''Pengantar Filsafat Barat'' (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), 105.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref2|[2]]] Joko Siswanto, ''op. cit''., 8.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref3|[3]]] Dalam kontradiktif mengenai wujud, Aristoteles lebih mengedepankan pemikiran realisnya. Menurutnya setiap benda memiliki bentuk dan sekaligus materi. Misal sebuah patung. Patung terdiri dari bahan dan bentuk tertentu. Misalnya kayu atau batu; bentuk misalnya kuda atau raja. Bentuk tidak lepas dari materi, dan demikian juga sebaliknya. Menurut Aristoteles mengenai teori materi dan bentuk, itu hanyalah sebagai pengandaian atau metafisis saja.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref4|[4]]] Joko Siswanto'', op. cit''., 9.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref5|[5]]] ''Ibid''.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref6|[6]]] ''Ibid''.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref7|[7]]] ''Ibid''., 10.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref8|[8]]] Bertrand Russell, ''Sejarah Filsafat Barat: Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik Zaman Kuno hingga Sekarang'', terj. Sigit Jatmika dkk. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 224.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref9|[9]]] Dalam teori materi dan wujud, Aristoteles tidak mengartikan barang atau materi sama dengan pengertian materi pada umumnya tetapi menurutnya, barang ialah materi yang tidak mempunyai bangun, substansi belaka, yang menjadi pokok segala-galanya. Bentuk (wujud) ialah bangunannya. Barang (materi) tidak mempunyai sifat-sifat tertentu, karena tiap-tiap penentuan kualitatif menunjukkan bentuknya. Misalnya kayu merupakan materi untuk membuat patung. Patung ini yang merupakan hasil dari proses pemahatan dari materi (kayu) dan patung merupakan wujud dari kayu.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref10|[10]]] Joko Siswanto, ''op. cit''., 10.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref11|[11]]] ''Ibid''., 11.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref12|[12]]] ''Ibid''., 12.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref13|[13]]] ''Ibid.,'' 13.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref14|[14]]] Menurut Bertrand Russell dalam konsep Aristoteles mengenai potensialitas (''potensi'') terkesan luwes dan ada kecacatan dalam sistem ''potensi'' Aristoteles. Bertrand mencontohkan “Sebongkah pualam adalah arca potensial ‘berarti’ dari sebongkah pualam, dengan tindakan yang tepat, bisa dihasilkan sebuah arca”. Namun jika potensialitas itu dipakai sebagai konsep fundamental dan tidak bisa ditawar yang akhirya konsep potensialitas ini menjadi rancu.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref15|[15]]] Joko Siswanto, ''op. cit''., 13.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref16|[16]]] Budiono Kusumohamidjojo, ''op. cit''., 255.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref17|[17]]] ''The Unmoved Mover'' menurut Betrand Russell dianggap sebagai penyebab final (dalam prinsip empat causa) karena menurutnya Tuhan merupakan yang awal dan yang akhir sehingga Tuhan memiliki julukan sebagai “penggerak yang tidak bergerak.”
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref18|[18]]] Joko Siswanto, ''op. cit''., 14.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref19|[19]]] ''Ibid''., 15.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref20|[20]]] ''Ibid''.
 
A.   Pemikiran Aristoteles mengenai Materi dan Form Alam Semesta
 
Dalam Periode kedua tahun 347-355 SM, ketika Aristoteles tinggal di Assos, ia melakukan banyak kritikan mengenai teori wujud dari Plato. Pada saat Aristoteles di doktrin oleh Plato dengan teori ideanya, Ia merasakan adanya sesuatu yang janggal dari teori Plato. Aristoteles membandingkan teori idea Plato dengan observasi realitas yang terjadi, memang memiliki perbedaan sangat mencolok. Dari pemikiran observasi realitas inilah kemudian Aristoteles dikenal sebagai perintis aliran realisme. Pada periode inilah, ia menulis buku ''metafisika'' yang monumental. Konsep metafisikanya tentang materi dan wujud (''hylemorphism'').[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn1|[1]]] Kemudian dalam periode ketiga, ketika Aristoteles mengembangkan pemikirannya secara murni, tanpa adanya campuran dari beberapa pemikiran, salah satunya pemikiran Plato tentang metafisika yang ia tolak. Dalam periode inilah merupakan awal dari semua pemikiran yang ditulis dalam beberapa buku yang terkenal hingga sekarang. Pada periode ini juga, Aristoteles berbalik dari penyelidikan filsafat spekulatif menuju penyelidikan empiris.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn2|[2]]]
 
Dalam pengembangan pemikiran Aristoteles. Tidak dapat dipungkiri bahwa semua itu merupakan pengaruh dari pemikiran Plato. Plato mensistensikan semua pemikiran para filsuf terdahulu, seperti pemikiran Parmenides yang menyatakan bahwa kenyataan adalah abadi, tidak mengenail periode. Kemudian Plato melogikakan pernyataan tersebut dengan berpendapat bahwa segala perubahan tentang realita hanyalah tipuan atau rekayasa saja.
 
Plato mengajarkan, bahwa dunia inderawi tidak memuaskan karena dalam dunia inderawi, pengetahuan bisa saja berubah-ubah karena objek tersebut. Manakala ada beberapa kuda yang berkerumun dalam sungai, hanya ada satu kuda yang memiliki ide (bentuk sejati), yang lainnya hanyalah perwujudan subtansional saja. Dalam teori ini, Aristoteles menolak bahwa yang dikatakan Plato, yang menganggap dunia transenden terpisat dengan objek konkritnya. Aristoteles tidak setuju dengan teori ide ini karena menurutnya realitaslah yang justru harus dicari dalam kehidupan konkrit manusia.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn3|[3]]] Disamping dari ketidaksetujuannya dengan Plato, Aristoteles setuju dengan Plato dalam konteks, bahwa memang realitas konkrit itu tidak tetap, tetapi tidak berarti harus mengabaikannya dan menggunakan dunia ide sebagai pelarian dari realitas.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn4|[4]]] Dengan kata lain suatu konsep yang berbeda dengan realitas, dunia ide berbeda dengan realitas dalam hal konkritnya. Kritik Aristoteles terhadap dunia ide Plato dikenal dengan argumen “orang ketiga” (''tritos anthropos'').[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn5|[5]]]
 
Argumen Aristoteles mengenai tidak setujunya dengan teori idea Plato tersiratkan dalam contoh “Bilamana ada manusia yang di anggap ideal tetapi dalam keidealan tersebut, manusia menyandang dua predikat yaitu sebagai manusia dan sebagai hewan. Disamakan dengan hewan karena sama-sama mahluk yang membutuhkan makan dan minum, perbedaanya hanya terletak pada kepemilikan akal.” Plato beranggapan bahwa manusia dalam dunia ide hakikatnya berbentuk dan bersifat kemanusiawian”. Dalam contoh ini jelas, bahwa inti dari dunia idea Plato adalah semua wujud hanya memilki satu hakikat (sudut pandang saja), tetapi dalam paham Aristoteles, bahwa hakikat dari wujud dapat dilihat dari sudut pandang realitanya.
 
Disamping dari ketidaksetujuan Plato, Aristoteles setuju dengan dua hal yang menjadi teori idea Plato. ''Pertama,'' pengetahuan ilmiah pada prinsipnya memiliki esensi bersifat universal. Tetapi esensi melekat pada realitasnya karena manusia mengetahui esensi dari suatu benda dari sudut pandang konkritnya dalam realita.
 
Rasio manusia memiliki kemampuan untuk seakan-akan “melepaskan esensi dari benda-benda konkrit”. Proses ini disebut abstraksi.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn6|[6]]] Dari proses abstraksi mengenai wujud benda-benda konkrit inilah, ilmu pengetahuan manusia lahir dari akal dengan menciptakan sebuah pemikiran-pemikiran yang abstrak dari suatu benda yang konkrit tanpa hanya berandai-andai menggunakan idea-idea Plato.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn7|[7]]] ''Kedua'', wujud (form) merupakan sumber sekaligus objek dari rasio untuk menciptakan sebuah pengetahuan universal tentang wujud benda yang konkrit. Menurut Aristoteles, wujud tidak eksis terpisah dari substansi dengan objek-objek dunia fisik, tetapi eksis dalam objek-objek fisik.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn8|[8]]] Wujud merupakan emanensi dalam benda-benda yang diamati secara konkrit. Wujud dan materi menjadi unsur substansial realitas, maka seluruh objek harus diamati dengan dua konsep ini.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn9|[9]]] Jika hanya menggunakan salah satu dari konsep ini, maka dari objek yang diamati tidak mencapai esensi dari benda tersebut.
 
Pembahasan Aristoteles mengenai metafisika (''universalia'') sebenarnya merupakan kritiknya terhadap doktrin idea Plato. Dalam metafisikanya, Aristoteles lebih mecondongkan pemikiran akalnya dari pada seperti doktrin idea Plato yang semuanya hanya kebetulan. Tetapi memang tidak dapat dipungkiri, dalam ''universalia'' ini juga ada beberapa konsep Plato yang dipakai dalam metafisika Aristoteles ini.
 
Dalam pembahasan mengenai ''universalia'', pada hakikatnya adalah mengenai pengklasifikasian terhadap penamaan sebuah benda-benda dengan sifat-sifatnya. Seperti pengkalsifikasian hewan amfibi yang mempunyai ciri hidup di dua alam.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn10|[10]]] Dan sifat dari materi yang terkandung dalam hewan ini, pada umumnya mempunyai kulit yang licin. Apa yang dikandung sebuah nama adalah substansi. Dalam penamaan atas sesuatu dalam penamaan sifat suatu materi pasti mengandung substansi dari benda atau materi dalam dirinya. Suatu benda yang konkrit pasti memiliki wujud dan materi, artinya semua mahluk didunia ini memilki esensi dan eksistensi masing-masing. Esensi dan eksistensi tidak dapat dipisahkan dalam konkritnya tetapi kedua hal ini dapat dipisahkan dalam abstraksi yang hanya berupa sifat-sifat/konsep-konsep yang tidak nyata. Dalam abstraksi pikiran ini biasa dikenal dengan ''distingsi'' rasional.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn11|[11]]]
 
Materi tanpa wujud hanya menghasilkan pengandaian yang tidak konkrit. Materi merupakan bahan dan wujud merupakan hasil dari bahan dengan adanya kekuatan yang menciptakan materi menjadi wujud yang konkrit. Tetapi materi akan menjadi wujud apabila ada potensi yang memungkinkan. Potensi dalam hal ini, merupakan kekuatan yang berada ditengah-tengah dari materi dan wujud. Tetapi potensi akan lahir jika materi berada dalam kemampuan dari potensi. Misalkan pohon yang ditebang seharusnya membutuhkan waktu 10 menit, tetapi selesai dalam waktu 15 menit. Jika materi yang terkandung dala pohon tersebut dalam wilayah potensi, maka pohon akan roboh dengan waktu normal 10 menit. Tetapi ada unsur matei yang kuat tidak dalam wilayah potensi, maka pohon akan roboh lebih lama dari waktu normalnya.
 
Selanjutnya, mengenai teori wujud dan materi sangat berkaitan dengan konsep ''potensi'' dan ''aktus''. Dalam hal potensi, Aristoteles memiliki tiga pengertian tentang potensi.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn12|[12]]] ''Pertama,'' potensi sebagai sumber perubahan. ''Kedua,'' potensi sebagai ''power'' (bersifat rasional dan irasional). ''Ketiga,'' potensi sebagai kemampuan bertahan dalam perubahan yang bersifat merusak.
 
Mengenai ''aktus'' (aktual: menjadi nyata), Aristoteles memberikan arti khusus yaitu kesempurnaan atau realitas penuh, sama dengan wujud (''form''). ''Aktus'' sangat berkorelasi dengan potensi. Dalam substansi terdapat peralihan terus-menerus dari potensi ke ''aktus''; potensi diaktivasi dan direalisasi.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn13|[13]]] “Perunggu adalah potensi sebuah patung, bukan ''aktus''. Perunggu sebagai perunggu dalam gerak, tetapi merupakan suatu aktualisasi potensi patung.” Dalam contoh ini dijelaskan bahwa potensi merupakan suatu kekuatan yang dapat merubah materi menjadi wujud. Dan hasil dari potensi inilah kemudian realitasnya/aktuallitasnya patung menjadi patung, jika memang potensinya tidak memungkinan membuat perunggu menjadi patung, maka tidak mungkin menjadi aktus.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn14|[14]]] Adanya korelasi antara potensi dan ''aktus'' ini sangat berkaitan dengan teori Aristoteles yang lainnya yaitu teori ''empat causa''.
 
Teori ''empat causa'' (empat sebab) ini sangat terkenal dalam kalangan filsuf setelah Aristoteles. Empat sebab ini adalah sebab material, sebab formal, sebab efisien, dan sebab final.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn15|[15]]] Sebab material adalah sesuatu yang darinya itu menjadi sebab dari sesuatu itu, contohnya kayu merupakan asal dari ''plywood'' dan ''plywood'' yang dijadikan satu merupakan material dari kayu yang utuh lagi (proses daur ulang sifat wujud). Sebab formal adalah bentuk atau struktur yang diterapkan pada material sehingga sesuatu memiliki pola atau konfigurasi tertentu. Sebab efisien ini biasanya menunjukkan dari mana sesuatu berasal yang memungkinkan sesuatu potensi menjadi teraktualisasi. Sebab final adalah maksud atau tujuan yang memungkinkan sesuatu kegiatan terjadi.
 
Dari penjelasan di atas menjadi jelas bahwa material itu pada akhirnya tergantung dari forma, sedangkan forma tidak mungkin hadir tanpa material. Meski demikian, alam juga sarat dengan kebetulan dan ketidakteraturan, yang membuat material itu selalu mencegat forma.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn16|[16]]] Sementara itu bagian atau substansi menjadi hal yang berdiri sendiri yang tidak dapat dikenakan pada sesuatu pada sesuatau yang lain. Seperti dalam contoh sederhana, Aristoteles adalah substansi dari dirinya sendiri, maka sudah tua adalah ''aksidens'' yang tidak dapat berdiri sendiri. Sederhananya, deskriptif Arsitoteles yang sudah tua, kata “sudah tua” yang sebagai aksidens tidak bisa berdiri sendiri karena munculnya ''aksidens'' karena adanya kata “Aristoteles” yang menjadi sebuah substansi. Menurutnya, substansi yang paling independen dan forma paling sempurna adalah hal ketuhanan.
 
Selanjutnya dalam penjelasan Aristoteles tentang korelasi antara sebab material dan formal dan antara sebab efisien dan sebab final, keempat pirnsip ini memungkinkan potensi menjadi aktul/nyata. Kedua sebab; formal dan material seperti keterikatan antara materi dan wujud yang keduanya akan bersatu dengan adanya potensi. Dan mengenai korelasi antara sebab efisien dan final dalam penafsirannya masih menjadi perdebatan di kalangan filsuf. Sebab final mendapatkan tempat khusus oleh Aristoteles karena berkaitan dengan konsep “penggerak yang tidak bergerak.”
 
Dalam konsep Aristoteles mengenai “penggerak yang tidak bergerak” (''The unmoved Mover'')[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn17|[17]]], menurut banyak orang, Aristoteles termasuk pengikut aliran politeisme karena mereka menafsirkan sesuatu yang menggerakkan mahluk yang tidak bergerak adalah tuhan. Menurut astronomi, ada 47-55 penggerak yang tidak bergerak. Tetapi Aristoteles dalam pembahsannya tidak menyangkutkan konsep ini dengan tuhan. Konsep ini sebenarnya menyangkut dengan fisika dengan berbagai zat yang memilki reaksi sendiri-sendiri, baik membangun atau menghancurkan sesuatu yang ada disekitar zat tersebut.
 
Ada tiga hal yang melatarbelakangi Aristoteles menciptakan konsep ''the unmoved mover''.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn18|[18]]] ''Pertama'', Aristoteles tidak puas mengenai gerak yang murni. Tidak mungkin semua gerak manusia tidak ada sebabnya. Jika dalam idea Plato jika dianalisis memang semua gerak manusia merupakan satu kesatuan karena menurut Plato semua gerak-gerik mahluk sudah disistemkan dalam dunia idea yang kekal. ''Kedua'', Aristoteles tidak menerima prinsip ''enersia'' yang menurut kaum Atomisme, gerak adalah ''inhern'' dalam materi (atom) sehingga tidak memerlukan penjelas. Aristoteles memisahkan antara entitas yang bergerak dengan entitas yang menggerakkan.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn19|[19]]] ''Ketiga'', Aristoteles menolak gerak mundur tanpa batas atau sampai tidak terbatas. Akhirnya Aristoteles berkesimpulan bahwa suatu entitas yang bergerak pasti ada yang bergerak (sebab-musabab). Entitas tersebut kemudian dikenal sebagai ''the unmover mover'' dan hanya ada satu penggerak yang menggerakkan.[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftn20|[20]]]
 
Selanjutnya, Aristoteles menjelaskan tentang esensi dari penggerak pertama yang tidak bergerak. Penggerak pertama tidak bergerak; ia merupakan pikiran murni dan berpikir pada dirinya sendiri. Penggerak ini tidak mempunyai bagian-bagian yang lain. Jika penggerak pertama memiliki bagian-bagian yang lain maka entitas yang digerakkan tidak akan bergerak karena adanya kontradiksi dai penggerak pertama dengan bagian-bagian penggerak utama yang lain. Bisa diambil kesimpulan bahwa entitas penggerak mempunyai sistem yang menggerakkan.
 
Konsep ''the unmoved mover'' ini, kemudian menjadi acuan Aristoteles mengenai esensi tuhan. Memang jika dianalisa tuhan merupakan penggerak yang tidak bergerak karena tuhan memiliki pengetahuan yang sempurna untuk menggerakkan semua mahluknya. Tetapi dalam konsep Aristoteles ini, banyak menuai kritik karena mustahil tuhan memiliki jarak dengan tuhan karena dalam pemikiran filsuf bahwa tuhan ada dimana saja kita berada. Tuhan berada dalam dunia yang abstrak bukan dunia konkrit. Mungkin dari teori ini juga yang melatarbelakangi filosof Islam, Al-Fairabi tentang teori emansi tuhan, bahwa tuhan memikirkan zatnya sendiri kemudian muncul zat yang lain yang menjadi semua alam semseta dan mahluk, dari teori emanasi inilah tuhan jauh dari sifat berbilang.
----[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref1|[1]]] Zainal Abidin, ''Pengantar Filsafat Barat'' (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), 105.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref2|[2]]] Joko Siswanto, ''op. cit''., 8.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref3|[3]]] Dalam kontradiktif mengenai wujud, Aristoteles lebih mengedepankan pemikiran realisnya. Menurutnya setiap benda memiliki bentuk dan sekaligus materi. Misal sebuah patung. Patung terdiri dari bahan dan bentuk tertentu. Misalnya kayu atau batu; bentuk misalnya kuda atau raja. Bentuk tidak lepas dari materi, dan demikian juga sebaliknya. Menurut Aristoteles mengenai teori materi dan bentuk, itu hanyalah sebagai pengandaian atau metafisis saja.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref4|[4]]] Joko Siswanto'', op. cit''., 9.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref5|[5]]] ''Ibid''.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref6|[6]]] ''Ibid''.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref7|[7]]] ''Ibid''., 10.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref8|[8]]] Bertrand Russell, ''Sejarah Filsafat Barat: Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik Zaman Kuno hingga Sekarang'', terj. Sigit Jatmika dkk. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 224.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref9|[9]]] Dalam teori materi dan wujud, Aristoteles tidak mengartikan barang atau materi sama dengan pengertian materi pada umumnya tetapi menurutnya, barang ialah materi yang tidak mempunyai bangun, substansi belaka, yang menjadi pokok segala-galanya. Bentuk (wujud) ialah bangunannya. Barang (materi) tidak mempunyai sifat-sifat tertentu, karena tiap-tiap penentuan kualitatif menunjukkan bentuknya. Misalnya kayu merupakan materi untuk membuat patung. Patung ini yang merupakan hasil dari proses pemahatan dari materi (kayu) dan patung merupakan wujud dari kayu.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref10|[10]]] Joko Siswanto, ''op. cit''., 10.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref11|[11]]] ''Ibid''., 11.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref12|[12]]] ''Ibid''., 12.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref13|[13]]] ''Ibid.,'' 13.
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref14|[14]]] Menurut Bertrand Russell dalam konsep Aristoteles mengenai potensialitas (''potensi'') terkesan luwes dan ada kecacatan dalam sistem ''potensi'' Aristoteles. Bertrand mencontohkan “Sebongkah pualam adalah arca potensial ‘berarti’ dari sebongkah pualam, dengan tindakan yang tepat, bisa dihasilkan sebuah arca”. Namun jika potensialitas itu dipakai sebagai konsep fundamental dan tidak bisa ditawar yang akhirya konsep potensialitas ini menjadi rancu.
Di bidang [[ilmu alam]], ia merupakan orang pertama yang mengumpulkan dan mengklasifikasikan [[spesies|spesies-spesies]] biologi secara sistematis.{{fact}} Karyanya ini menggambarkan kecenderungannya akan analisis kritis, dan pencarian terhadap hukum alam dan keseimbangan pada alam.{{fact}}
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref15|[15]]] Joko Siswanto, ''op. cit''., 13.
Berlawanan dengan Plato yang menyatakan teori tentang bentuk-bentuk ideal benda, Aristoteles menjelaskan bahwa materi tidak mungkin tanpa bentuk karena ia ada (eksis).{{fact}} Pemikiran lainnya adalah tentang gerak di mana dikatakan semua benda bergerak menuju satu tujuan, sebuah pendapat yang dikatakan bercorak teleologis.{{fact}} Karena benda tidak dapat bergerak dengan sendirinya maka harus ada penggerak di mana penggerak itu harus mempunyai penggerak lainnya hingga tiba pada penggerak pertama yang tak bergerak yang kemudian disebut dengan ''theos'', yaitu yang dalam pengertian Bahasa Yunani sekarang dianggap berarti [[Tuhan]].{{fact}}
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref16|[16]]] Budiono Kusumohamidjojo, ''op. cit''., 255.
[[Logika]] Aristoteles adalah suatu sistem berpikir [[deduktif]] (''deductive reasoning''), yang bahkan sampai saat ini masih dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran tentang logika formal.{{fact}} Meskipun demikian, dalam penelitian ilmiahnya ia menyadari pula pentingnya observasi, eksperimen dan berpikir [[induktif]] (''inductive thinking'').{{fact}}
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref17|[17]]] ''The Unmoved Mover'' menurut Betrand Russell dianggap sebagai penyebab final (dalam prinsip empat causa) karena menurutnya Tuhan merupakan yang awal dan yang akhir sehingga Tuhan memiliki julukan sebagai “penggerak yang tidak bergerak.”
Hal lain dalam kerangka berpikir yang menjadi sumbangan penting Aristoteles adalah silogisme yang dapat digunakan dalam menarik kesimpulan yang baru yang tepat dari dua kebenaran yang telah ada.{{fact}}
Misalkan ada dua pernyataan (premis){{fact}}:
* Setiap manusia pasti akan mati (premis mayor).
* Sokrates adalah manusia (premis minor)
* maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Sokrates pasti akan mati
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref18|[18]]] Joko Siswanto, ''op. cit''., 14.
Di bidang [[politik]], Aristoteles percaya bahwa bentuk politik yang ideal adalah gabungan dari bentuk demokrasi dan [[monarki]].{{fact}}
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref19|[19]]] ''Ibid''., 15.
Karena luasnya lingkup karya-karya dari Aristoteles, maka dapatlah ia dianggap berkontribusi dengan skala ensiklopedis, di mana kontribusinya melingkupi bidang-bidang yang sangat beragam sekali seperti Fisika, Astronomi, Biologi, Psikologi, Metafisika (misalnya studi tentang prisip-prinsip awal mula dan ide-ide dasar tentang alam), logika formal, etika, politik, dan bahkan teori retorika dan puisi.{{fact}}
 
[[:Berkas:///D:/Data Kuliah/Semester 2/Filsafat Barat/makalah baru.docx# ftnref20|[20]]] ''Ibid''.
Di bidang seni, Aristoteles memuat pandangannya tentang keindahan dalam buku [[Poetike]].<ref name="Mudji"/> Aristoteles sangat menekankan empirisme untuk menekankan pengetahuan.<ref name="Mudji"/> Ia mengatakan bahwa pengetahuan dibangun atas dasar pengamatan dan penglihatan.<ref name="Mudji"/> Menurut Aristoteles keindahan menyangkut keseimbangan ukuran yakni ukuran material.<ref name="Mudji"/> Menurut Aristoteles sebuah karya seni adalah sebuah perwujudan artistik yang merupakan hasil ''[[chatarsis]]'' disertai dengan estetika.<ref name="Mudji"/> Chatarsis adalah pengungkapan kumpulan perasaan yang dicurahkan ke luar.<ref name="Fuad"/> Kumpulan perasaan itu disertai dorongan normatif.<ref name="Fuad"/> Dorongan normatif yang dimaksud adalah dorongan yang akhirnya memberi wujud khusus pada perasaan tersebut.<ref name="Fuad"/> Wujud itu ditiru dari apa yang ada di dalam kenyataan.<ref name="Fuad">Fuad Hasan, Pengantar Filsafat Barat, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1996.</ref> Aristoteles juga mendefinisikan pengertian sejarah yaitu Sejarah merupakan satu sistem yang meneliti suatu kejadian sejak awal dan tersusun dalam bentuk kronologi. Pada masa yang sama, menurut dia juga Sejarah adalah peristiwa-peristiwa masa lalu yang mempunyai catatan, rekod-rekod atau bukti-bukti yang konkrit.
 
== Pengaruh ==