Hamparan Perak, Deli Serdang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Uwais222 (bicara | kontrib)
Menambahkan detail tentang terbentuknya daerah hamparan perak
Uwais222 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 13:
 
Mayoritas penduduk adalah [[suku Melayu Deli|Melayu Deli]] (70%), [[Suku Jawa|Jawa]] (10%), [[Suku Tionghoa|Tionghoa]] (10%) dan [[Suku Karo|Karo]] dan [[Suku Batak|Batak]] (5%) serta berbagai suku lainnya.
[[Berkas:Hamparan perak tempo dulu.jpg|jmpl|357x357px|Peringatan 17 agustus pada tahun 70-an di Hamparan Perak]]
 
'''Hamparan Perak''' berada di Pesisir Timur Pulau Sumatera. Di masa kini, Hamparan Perak termasuk salah satu desa dalam kecamatan Hamparan Perak yang berafiliasi ke Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, Negara Republik Indonesia. Berjarak 20 km dari Medan, Hamparan Perak adalah ibukota terakhir dari Sepuluh Dua Kuta, sebuah kampung rintisan Guru Patimpus<ref>{{Cite journal|date=2017-08-30|title=Guru Patimpus|url=https://wiki-indonesia.club/w/index.php?title=Guru_Patimpus&oldid=13154306|journal=Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas|language=id}}</ref> yang pertama kali beribukota di Medan. Bagaimana ceritanya, akan kita telisik melalui catatan ini.
 
Baris 22:
Seorang pakar sejarah bernama '''Winstedt''' beranggapan Kerajaan Haru memang pernah wujud dan berada di daerah yang sekarang disebut Tanah Deli. Sementara '''Groeneveldt''' menegaskan lokasi kerajaan Aru berada kira-kira di muara sungai Barumun (Padang Lawas) dan ahli sejarah lainnya, '''Gilles''' menyatakan di dekat Belawan. Sumber-sumber lain memperkirakan lokasi kerajaan Haru berada di muara Sungai Wampu (Teluk Aru, Langkat, yang akan dimekarkan menjadi Kabupaten Teluk Aru pada 2011) dan ada pula yang bersikeras di Sungai Panai.
 
Mari kita singkirkan kontroversi tersebut. Yang jelas kita patut menduga wilayah Hamparan Perak masa kini, dahulunya berada dalam pengaruh kekuasaan Kerajaan tersebut. Hal ini bukan tanpa alasan. Ditemukannya beberapa peninggalan arkeologi di daerah '''Kota Rantang'''<ref>{{Cite journal|date=2016-01-24|title=Kota Rantang, Hamparan Perak, Deli Serdang|url=https://wiki-indonesia.club/w/index.php?title=Kota_Rantang,_Hamparan_Perak,_Deli_Serdang&oldid=10574571|journal=Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas|language=id}}</ref>, Kecamatan Hamparan Perak, dan '''Kota Cina, Paya Pasir'''<ref>{{Cite journal|date=2016-02-03|title=Paya Pasir, Medan Marelan, Medan|url=https://wiki-indonesia.club/w/index.php?title=Paya_Pasir,_Medan_Marelan,_Medan&oldid=10765315|journal=Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas|language=id}}</ref> (Labuhan Deli) beberapa waktu yang lalu dapat dijadikan acuan. Beberapa hasil temuan seperti keramik, potongan kayu bekas kapal, batu bata dan nisan disinyalir berasal dari abad ke 12 hingga 16. Koordinator kegiatan penggalian situs di Kota Rantang, Nani H Wibisono dalam salah satu media Jakarta terbitan 24 April 2008 mengatakan, aneka keramik yang ditemukan paling banyak berasal dari Dinasti Yuan abad ke-13-14. Selain itu ada keramik dari Dinasti Ming abad ke-15, keramik Vietnam abad ke-14-16, keramik Thailand abad ke-14-16, keramik Burma abad ke-14-16, dan keramik Khmer abad ke-12- 14. Adapun batu nisan yang ditemukan di lokasi bergaya Islam bertuliskan syahadat tanpa ada angka tahun. Semua ini menunjukkan adanya kawasan perniagaan internasional di daerah tersebut yang mengindikasikan adanya sebuah kerajaan yang kemungkinan besar adalah Kerajaan Haru.
 
Dalam Ying Yai Sheng Lan (1416) karya Ma Huan disebutkan bahwa di Kerajaan Aru terdapat sebuah muara sungai yang dikenal dengan “fresh water estuary” yang diasumsikan A.H. Gilles sebagai sungai Deli.