Jalur ABG: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Birokrasi sebagai penggerak |
Golkar sebagai penjaga kekuasaan politik Orde Baru |
||
Baris 28:
Dalam hal pembangunan ekonomi, [[investasi]] menjadi hal yang penting, khususnya investor asing. Peran birokrasi dalam proses masuknya investasi itu adalah sebagai [[regulator]] atau membuat peraturan-peraturan yang menjamin masuknya investasi tersebut dan termasuk juga jaminan keamanan uang dari investor itu sendiri. Kekuasaan yang dimiliki oleh birokrasi itu kemudian juga berdampak kepada perkembangan organisasi-organisasi lain, tidak hanya pada permasalahan investasi, tetapi juga administrasi dan pelayanan publik masyarakat umum. Pelayanan publik pada dasarnya tidak menyalahi aturan, karena pelayanan publik berkenaan dengan partisipasi masyarakat dalam negara. Namun, permasalahanya adalah, ketika di masa [[Orde Baru]] , birokrasi justru menjadi penghambat partisipasi masyarakat, karena birokrasi digunakan untuk menetapkan sederet aturan yang mewajibkan masyarakat agar patuh pada seluruh peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah.<ref>Haniah Hanafie dan Suryani, ''Politik Indonesia,'' (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011) hal. 83</ref>
== Golkar sebagai Penjaga ==
Pada awal berdirinya, [[Golongan Karya]] atau [[Golkar]] sebenarnya bukan sebuah [[partai politik]], tetapi sebagai sebuah organisasi gabungan yang teridir dari berbagai golongan fungsional yang terdapat dalam [[Dewan Nasional]]. Masuknya Golkar kedalam pemilihan umum adalah ketika dibentuk sebuah Sekretariat Bersama Golongan Karya ([[Sekber Golkar]]) pada Oktober 1964 yang didalamnya terdiri dari berbagai macam kelompok profesi yang berbeda-beda, seperti [[buruh]], [[pegawai negeri]], [[guru]], termasuk [[militer]]. Meskipun pada saat itu militer tidak ikut politik praktis, ide pembentukan Golkar itu sendiri sebenarnya lahir untuk menampung aspirasi politik dari pihak militer yang tak bisa ikut politik praktis secara langsung, sehingga melalui Golkar-lah militer menopang kepentingan politiknya, sekaligus untuk menandingi kekuatan [[Partai Komunis Indonesia|Partai Komunis Indonesia (PKI)]] yang menjadi saingan utama militer pada saat itu.<ref>Haniah Hanafie dan Suryani, ''Politik Indonesia,'' (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011) hal. 84</ref>
Di era [[Orde Baru]], bila militer menjadi stbilisator dan birokrasi sebagai regulator dan penggerak, maka Golkar menjadi penjaga kans kekuasaan militer dalam pemilihan umum sebagai kendaraan politik yang sejajar dengan partai politik. Pertama klai [[Golkar]] ikut dalam pemilihan umum [[Orde Baru]] adalah pada [[Pemilu 1971|pemillihan umum 1971]], dan seterusnya sebanyak enam kali pemilihan umum yang hasilnya selalu menjadi pemenang dan terus menjadikan [[Soeharto|Jenderal Soeharto]] sebagai [[Presiden Republik Indonesia]]. Kemenangan Golkar itu tak lepas dari peran dominasi militer dan pegawai negeri sipil ([[Korps Pegawai Negeri]]) atau kelompok birokrat yang kemudian dibentuk sebuah doktrin [[sindikalisme]] [[monoloyalitas]] hanya kepada [[Golongan Karya]] dan [[Presiden Soeharto]], yaitu mewajibkan seluruh pegawai negeri untuk memilih Golkar saat pemilihan umum.<ref>Haniah Hanafie dan Suryani, ''Politik Indonesia,'' (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011) hal. 84</ref>
Melalui doktrin monoloyalitas, suara dukungan dari pegawai negeri birokrat di seluruh Indonesia kemudian terakumulasi, hal itulah yang menjadikan Gokar selalu mengungguli dua partai politik lainnya, yaitu [[Partai Demokrasi Indonesia]] dan [[Partai Persatuan Pembangunan]].
== Referensi ==
|