Laskar Sedekah: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
xxx |
aa |
||
Baris 61:
Lebih jauh lagi, penelitian dari Astuti (2017) juga menyebutkan bahwa engagement anatar user dengan admin di media sosial Facebook mereka juga terkesan sangat menurun. Jumlah likers, comments, dan share yang dilakukan oleh netizen di akun Facebook Laskar Sedekah juga tidak seberapa. Hal itu mereka nilai sebagai bergesernya trend sosial media yang dulunya sangat menggemari Facebook, sekarang banyak yang beralih ke line, Instagram, dan twitter. Namun demikian, Laskar Sedekah juga memiliki sosial media seperti itu, namun tetap saja terhambat dari segi engagement. Meskipun Laskar Sedekah sudah berupaya untuk memperbaiki konten mereka dengan membuat desain-desain baru, hal itu rupanya dirasa belum cukup. Menurut penelitian yang sama, hal itu disebabkan karena pola komunikasi yang dibangun di dalamnya hanya satu arah. Laskar Sedekah lebih banyak mengunggah postingan tentang penggalangan bantuan, laporan penyaluran sedekah, publikasi kegiatan, dan konten-konten tentang motivasi sedekah. Mereka kurang membangun pola komunikasi dua arah dengan cara yang kreatif untuk melibatkan pengguna sosial media dalam aktivisme online mereka. Menurut penelitian yang sama, tidak adanya inovasi dari pengurus Laskar Sedekah akan berdampak pada tidak ada antusiasme publik terhadap aktivisme sosial media yang dilakukan oleh Laskar Sedekah.
== Filantropi Islam dan Laskar Sedekah ==
Sedikit banyak, terminology filontropi Islam telah banyak dibahas di bagian pembuka, yaitu sebuah aktivitas sosial yang bersifat filantropi yang dilakukan berdasarkan nilai-nilai Islam. Praktik filantropi Islam yang dilakukan oleh Laskar Sedekah adalah filantropi yang bersifat karikatif. Mereka melakukan kegiatan komunitasnya dengan mengombinasikan unsur online-offline. Setelah melakukan kampanye, promosi program, dan penggalangan dana di Facebook, dana lalu mereka salurkan langsung untuk membiayai program-program pelayanan sosial bagi mereka yang membutuhkan. Dari seluruh target yang mereka pilih, yaitu anak yatim piatu, janda dan duda lanjut usia, dan lain-lain, mereka lebih memprioritaskan mereka yang tinggal di lokasi sekitar keberadaan Laskar Sedekah. Sebagai misal, mereka lebih mengutamakan mereka yang berada di sekitar sektretariat Laskar Sedekah dibandingkan mereka yang berada jauh. Sementara itu, dana yang mereka salurkan kepada publik biasanya berbentuk uang atau barang kepada orang-orang yang perlu dibantu, seperti sembako bagi persediaan makan kaum dhafa dan uang untuk biaya sekolah dan peralatan belajar anak-anak yatim piatu.
Penelitian yang sama menjelaskan bahwa cara pandang pengurus Laskar Sedekah adalah faktor utama yang memengaruhi mereka melakukan kegiatan filantropi Islam. Mereka sepakat bahwa dengan memberikan santunan dan berusaha memenuhi kebutuhan para penerima bantuan tersebut, maka mereka dapat digolongkan sebagai orang yang telah melakukan kebaikan kepada mereka yang memerlukan sekaligus menunaikan kewajiban karena diberikan rezeki yang berlebih oleh Allah. Dalam kasus tersebut, mereka belum berpikir pada pemberdayaan atau pemberian modal pertama kepada mereka yang membutuhkan sehingga mereka dapat hidup mandiri dan tidak lagi bergantung pada keberadaan dana yang diberikan oleh Laskar Sedekah. Masih menurut Astuti (2017), ketidakmampuan mereka melakukan program pemberdayaan itu diepengaruhi oleh faktor sumber daya manusia yang belum mumpuni. Pengurus Laskar Sedekah belum ada yang memiliki pengetahuan atau skill yang mampu memberdayakan masyarakat. Selain itu, jumlah mereka juga sangat terbatas, sehingga bidang pekerjaan yang harus mereka urus juga beragam. Mereka juga memiliki kesibukan lain di luar komunitas Laskar Sedekah. Hal itu menjadikan komunitas ini kurang berkembang dengan baik.
Lebih jauh lagi, penelitian serupa juga menggarisbawahi bahwa program karikatif yang dikerjakan oleh Laskar Sedekah juga lebih mudah karena konsepnya yang sederhana dan tidak membutuhkan komitmen yang mengikat. Meskipun di dalam aktivisme sosial media Facebook mereka mengalami beberapa kendala, namun secara konsep, memaksimalkan sosial media adalah cara yang efisien. Selebihnya, mereka juga amat menggantungkan diri pada relawan sebagai penggerak.
|