Korupsi e-KTP: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
menghindari salah tafsir |
|||
Baris 11:
Pada pelaksanaannya, proyek e-KTP dilakukan oleh [[konsorsium]] yang terdiri dari beberapa perusahaan atau pihak terkait. Akan ada beberapa konsorsium yang mendaftar namun hanya konsorsium yang terpilih saja yang berhak menggarap proyek e-KTP. Untuk memutuskan konsorsium mana yang berhak melakukan proyek, maka pemerintah kemudian melaksanakan lelang tender pada 21 Februari hingga 15 Mei 2011.<ref>{{Cite news|url=http://nasional.kontan.co.id/news/pelayanan-e-ktp-mulai-agustus-2011-1|title=Pelayanan e-KTP mulai Agustus 2011|last=Mediatama|first=Grahanusa|newspaper=kontan.co.id|language=en|access-date=2017-12-01}}</ref> Walau belum ditentukan konsorsium mana yang melakukan proyek e-KTP lebih lanjut, [[Lembaga Sosial Masyarakat]] (LSM) bernama [[Government Watch]] (Gowa) menilai bahwa terjadi kejanggalan pada proses lelang. Mereka beranggapan bahwa perusahaan yang mengikuti [[tender]] tidak sesuai dengan persyaratan seperti yang terangkum dalam PP 54/2010.<ref name=":7">{{URL|http://www.e-ktp.com/2011/05/kpk-pantau-proses-tender-proyek-e-ktp-di-kemendagri/}}</ref>
Setelah melalui serangkaian proses, akhirnya pada 21
Mulanya proses perekaman e-KTP ditargetkan akan dilaksanakan secara serentak pada 1 Agustus 2011. Namun karena terlambatnya pengiriman perangkat peralatan e-KTP, maka jadwal perekaman berubah menjadi 18 Agustus 2011 untuk 197 kabupaten/kota di seluruh [[Indonesia]].<ref>{{Cite web|url=http://www.dukcapil.kemendagri.go.id/detail/197-kabupatenkota-terapkan-e-ktp-di-2011|title=Ditjen Dukcapil Kemendagri {{!}} Melayani Sepenuh Hati|website=www.dukcapil.kemendagri.go.id|access-date=2017-12-01}}</ref>
Baris 19:
Belum sampai perekaman dilakukan di berbagai kabupaten dan kota, pihak kepolisian mengabarkan bahwa mereka mencurigai terjadinya korupsi pada proyek e-KTP. Kecurigaan itu berangkat dari laporan konsorsium yang kalah tender yang menyatakan bahwa terjadinya ketidaksesuaian prosedur yang dilakukan oleh panitia saat lelang tender berlangsung.<ref>{{Cite news|url=http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/11/08/08/lpm244-polisi-selidiki-dugaan-kecurangan-dalam-tender-ektp|title=Polisi Selidiki Dugaan Kecurangan Dalam Tender e-KTP {{!}} Republika Online|date=2011-08-08|newspaper=Republika Online|access-date=2017-12-01}}</ref> Kecurigaan bahwa adanya praktek korupsi pada proyek e-KTP juga dirasakan oleh Government Watch (GOWA) yang berbuntut pada laporan kepada KPK pada 23 Agustus 2011. Mereka berspekulasi bahwa telah terjadi upaya pemenangan terhadap satu konsorsium perusahaan dalam proses lelang tender berdasarkan investigasi yang telah dilakukan sejak Maret hingga Agustus 2011. Dari hasil investigasi tersebut mereka mendapatkan petunjuk berupa dugaan terjadinya kolusi pada proses lelang oleh [[Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil]] dan menemukan fakta bahwa telah terjadi 11 penyimpangan, pelanggaran dan kejanggalan kasat mata dalam pengadaan lelang.<ref>{{Cite news|url=https://www.antaranews.com/berita/272989/dugaan-korupsi-e-ktp-dilaporkan-ke-kpk|title=Dugaan korupsi e-KTP dilaporkan ke KPK - ANTARA News|last=antaranews.com|newspaper=Antara News|language=id-ID|access-date=2017-12-01}}</ref>
[[Berkas:Reydonnyzar Moenek as acting governor portrait.jpg|jmpl|Reydonnyzar Moenek|212x212px]]
KPK turut mencium kejanggalan dari proses proyek e-KTP. Pada awal September 2011 KPK menuding bahwa Kemendagri tidak menjalankan 6 [[rekomendasi]] dalam pelaksanaan proyek e-KTP. Keenam rekomendasi tersebut adalah: 1) penyempurnaan desain.; 2) menyempurnakan [[aplikasi SIAK]] dan mendorong penggunaan SIAK di seluruh wilayah Indonesia dengan melakukan percepatan migrasi non SIAK ke SIAK; 3) memastikan tersedianya jaringan pendukung komunikasi data ''online''/semi ''online'' antara Kabupaten/kota dengan MDC di pusat agar proses konsolidasi dapat dilakukan secara efisien; 4)
Tak lama setelah itu Konsorsium [[Lintas Peruri Solusi]] melaporkan [[Pejabat Pembuat Komitmen]] (PPK) dan [[Ketua Panitia lelang]] dalam proses pengadaan e-KTP, Sugiarto dan [[Drajat Wisnu Setiawan]] ke [[Polda Metro Jaya]] dengan barang bukti berupa [[surat kontrak]] pada 1 Juli 2011, [[surat jaminan penerimaan uang]] Rp 50 juta dan tiga orang [[saksi]]. Konsorsium Lintas Peruri Solusi menduga bahwa telah terjadinya [[penyalahgunaan wewenang]] sehingga dana untuk e-KTP membesar hingga Rp 4 triliun lebih dalam proses tender. Kenyataannya, penawaran yang diajukan oleh Konsorsium Lintas Peruri Solusi lebih rendah, yakni sebesar Rp 4,75 triliun namun yang memenangkan [[tender]] justru konsorsium PNRI yang mengajukan penawaran lebih tinggi, yakni sebesar Rp 5,84 triliun dari anggaran senilai 5,9 triliun. Mereka juga menuding bahwa panitia lelang telah menerima uang sebesar Rp 50 juta pada 5 Juli 2011 dari konsorsium pemenang tender.<ref>{{Cite news|url=https://news.detik.com/berita/d-1721423/ppk--panitia-tender-e-ktp-dilaporkan-ke-polda-metro-jaya|title=PPK & Panitia Tender e-KTP Dilaporkan ke Polda Metro Jaya|newspaper=detiknews|access-date=2017-12-01}}</ref>
Baris 25:
Seiring berjalannya waktu, indikasi korupsi pada proyek e-KTP semakin terbuka lebar. Pada 2012 [[Komisi Pengawas Persaingan Usaha]] (KPPU) telah menemukan indikasi korupsi pada proyek e-KTP lebih awal ketimbang KPK berdasarkan temuan [[investigator]].<ref>{{Cite news|url=https://nasional.tempo.co/read/857310/kppu-kami-temukan-indikasi-korupsi-e-ktp-lebih-dulu-dari-kpk|title=KPPU: Kami Temukan Indikasi Korupsi E-KTP Lebih Dulu dari KPK|last=Kurniawati|first=Endri|newspaper=Tempo|language=id-ID|access-date=2017-12-01}}</ref> Indikasi tersebut tertuang pada keputusan KPPU berupa hukuman pada Konsorsium [[Percetakan Negara Republik Indonesia]] (PNRI) dan PT [[Astragraphia]] untuk membayar denda Rp 24 miliar ke negara karena melanggar [[pasal]] 22 UU No. 4/1999 tentang Larangan [[Praktik Monopoli]] dan [[Persaingan Usaha Tidak Sehat]] pada November 2012. Konsorsium PNRI didenda sebesar Rp 20 miliar sedangkan PT Astragraphia didenda Rp 4 miliar. Denda tersebut harus dibayar ke kas negara melalui bank pemerintah dengan kode 423755 dan 423788 ([[Pendapatan Pelanggaran di bidang persaingan usaha]]).<ref>{{Cite news|url=https://news.detik.com/berita/d-2090758/kppu-vonis-peserta-tender-e-ktp-rp-24-miliar-karena-main-mata|title=KPPU Vonis Peserta Tender e-KTP Rp 24 Miliar karena 'Main Mata'|newspaper=detiknews|access-date=2017-12-01}}</ref>
== Perkembangan Kasus ==
Setelah menyelidiki kasus lebih lanjut, pada Selasa, 22 April 2014 KPK akhirnya menetapkan Sugiharto, [[Pejabat Pembuat Komitmen]] (PPK) Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil pada Kementerian Dalam Negeri sebagai tersangka pertama dalam kasus korupsi e-KTP. <ref>{{Cite news|url=https://nasional.sindonews.com/read/856549/13/kpk-tetapkan-tersangka-kasus-korupsi-e-ktp-1398158216|title=KPK tetapkan tersangka kasus korupsi e-KTP|newspaper=SINDOnews.com|language=id-ID|access-date=2017-12-03}}</ref> Sugiharto diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dan melakukan suap pada proyek e-KTP di DPR untuk tahun anggaran 2011-2013, melanggar Pasal 2 Ayat 1 [[subsider]] Pasal 3 [[Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi]] ''juncto'' Pasal 55 Ayat 1 ke-1 ''juncto'' Pasal 64 Ayat 1 [[KUHP]]. Ia juga diperkaya dengan uang senilai 450.000 dollar AS dan Rp 460 juta.<ref name=":8">{{Cite news|url=https://www.antaranews.com/berita/545779/kpk-kembali-panggil-sugiharto-sebagai-tersangka-kasus-e-ktp|title=KPK kembali panggil Sugiharto sebagai tersangka kasus e-KTP - ANTARA News|last=antaranews.com|newspaper=Antara News|language=id-ID|access-date=2017-11-28}}</ref><ref name=":9">{{Cite news|url=http://nasional.kompas.com/read/2014/04/22/1607011/KPK.Tetapkan.Pejabat.Kemendagri.sebagai.Tersangka.Kasus.E-KTP|title=KPK Tetapkan Pejabat Kemendagri sebagai Tersangka Kasus E-KTP - Kompas.com|last=Media|first=Kompas Cyber|newspaper=KOMPAS.com|language=en|access-date=2017-11-28}}</ref><ref name=":1">{{Cite web|url=http://nasional.kompas.com/read/2017/07/20/05300061/5-tersangka-kasus-e-ktp-ditetapkan-kpk-ini-dugaan-peran-mereka|title=5 Tersangka Kasus E-KTP Ditetapkan KPK, Ini Dugaan Peran Mereka Halaman all|last=Media|first=Kompas Cyber|website=KOMPAS.com|access-date=2017-11-28}}</ref> Untuk mengusut kasus ini lebih dalam KPK kemudian melanjutkan pemenuhan berkas-berkas dengan memeriksa berbagai saksi terkait kasus e-KTP di Kementerian Dalam Negeri pada 25 April 2014. Beberapa di antaranya adalah [[Drajat Wisnu Setyawan]], [[Pringgo Hadi Tjahyono]], [[Husni Fahmi]], dan [[Suciati]]<ref>{{Cite news|url=http://nasional.kompas.com/read/2014/04/25/1045037/KPK.Mulai.Periksa.Saksi.Kasus.E-KTP.|title=KPK Mulai Periksa Saksi Kasus E-KTP - Kompas.com|last=Media|first=Kompas Cyber|newspaper=KOMPAS.com|language=en|access-date=2017-12-03}}</ref>. Sugiharto
[[Berkas:Irman dan Sugiharto.jpg|jmpl|314x314px|Dari kiri ke kanan: Irman dan Sugiharto, tersangka kasus korupsi e-KTP]]
Sugiharto bukan satu-satunya orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Per 30 September 2016, KPK menetapkan mantan Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri Irman sebagai tersangka. Motifnya melakukan korupsi serupa dengan Sugiharto, yakni demi memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan melakukan penyalahgunaan wewenang. Berdasarkan surat tuntutan [[jaksa]], Irman diperkaya senilai 573.000 dollar AS, Rp 2,9 milyar dan 6.000 dollar [[Singapura]].<ref name=":1" /><ref name=":10" />
Pada 19 Oktober 2016 KPK melakukan penahanan terhadap Sugiharto setelah melakukan pemeriksaan selama 4 jam di Gedung KPK. Ia ditahan di Rumah Tahanan
Pada 8 Februari 2017 KPK mengumumkan bahwa mereka telah menemukan bukti terkait keterlibatan anggota DPR dalam kasus korupsi e-KTP. Mereka kemudian menghimbau kepada siapa saja yang menerima aliran dana tersebut untuk mengembalikannya ke negara.<ref>{{Cite news|url=https://news.detik.com/berita/d-3417396/kpk-kami-ada-bukti-anggota-dpr-terima-uang-terkait-e-ktp|title=KPK: Kami Ada Bukti Anggota DPR Terima Uang Terkait e-KTP|last=Rahayu|first=Cici Marlina|newspaper=detiknews|access-date=2017-12-03}}</ref> Dua hari kemudian, tepatnya pada 10 Februari 2017 KPK menerima uang sebesar Rp 250 miliar dengan rincian Rp 220 miliar berasal dari sejumlah korporasi, satu perusahaan dan satu konsorsium sedangkan Rp 30 miliar berasal dari anggota DPR periode 2009-2014 dan beberapa orang lainnya. Penyerahan uang itu dilaksanakan usai pemeriksaan sejumlah saksi oleh KPK. Mereka yang kooperatif kemudian mengirimkan uang kepada rekening KPK khusus penyidikan.<ref>{{Cite news|url=http://nasional.kompas.com/read/2017/02/10/20041251/korporasi.dan.konsorsium.e-ktp.serahkan.uang.rp.220.miliar.ke.kpk|title=Korporasi dan Konsorsium E-KTP Serahkan Uang Rp 220 Miliar ke KPK - Kompas.com|last=Media|first=Kompas Cyber|newspaper=KOMPAS.com|language=en|access-date=2017-12-03}}</ref>
Baris 39:
=== Pencarian Petunjuk ===
Untuk menindaklanjuti pelimpahan berkas oleh KPK, Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi kemudian mengadakan sidang. Dalam perjalanannya, ada lebih dari 10 sidang yang dilaksanakan. Namun sidang perdana terkait kasus korupsi e-KTP di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat diadakan pada Kamis, 9 Maret 2017. Dalam sidang pertama, hadir dua orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka, yakni Sugiharto dan Irman
Selanjutnya Pengadilan Negeri mengadakan sidang kedua pada Kamis, 16 Maret 2017. Pada sidang kali ini KPK telah menghadirkan 8 saksi dari 133 saksi untuk proses persidangan. Beberapa di antaranya adalah Gamawan Fauzi selaku mantan Menteri Dalam Negeri, [[Yuswandi A. Temenggung|Yuswandi Temenggung]] selaku Sekretaris Jenderal Kemendagri, Diah Anggraeni selaku mantan Sekretaris Jenderal Kemendagri, [[Elvius Dailami]] selaku Direktur [[Fasilitas Dana Perimbangan Ditjen Keuangan Kemendagri]], Chaeruman Harahap selaku mantan Ketua Komisi II DPR dan [[Winata Cahyadi]] selaku Direktur PT [[Karsa Wira Utama]].<ref name=":11">{{Cite news|url=http://nasional.kompas.com/read/2017/03/17/10581441/ini.7.fakta.menarik.sidang.kedua.kasus.e-ktp|title=Ini 7 Fakta Menarik Sidang Kedua Kasus E-KTP Halaman 1 - Kompas.com|last=Media|first=Kompas Cyber|newspaper=KOMPAS.com|language=en|access-date=2017-12-03}}</ref> Dari 8 saksi hanya 6 orang saja yang datang. Dua lainnya yakni mantan Menteri Keuangan Agus Martowardojo berhalangan sementara mantan Direktur Jenderal Adminsitrasi Kependudukan Kemendagri Rasyid Saleh tidak jadi diperiksa dalam sidang karena datang terlambat.<ref name=":11" />
Terdapat beberapa hasil pada sidang kedua.
Pada sidang kedua terdapat perbedaan keterangan antara keterangan yang Gamawan Fauzi sampaikan dengan keterangan yang Chairuman Harahap katakan. Gamawan Fauzi menuturkan bahwa perubahan anggaran proyek e-KTP diusulkan oleh Komisi II DPR RI periode 2009-2014. Namun Chairuman malah menjelaskan bahwa Kementerian Dalam Negeri-lah yang melakukan pengusulan.<ref name=":11" />
Baris 49:
Petunjuk tentang kasus e-KTP tidak hanya didapatkan dari para saksi, melainkan juga dari Irman selaku tersangka. Menurut penuturannya, Setya Novanto sempat menyampaikan pesan mendesak kepada Diah Anggraini yang disampaikan melalui perantara [[Zudan Arif Fakruloh]] selaku [[biro hukum]] Kemendagri pada 2014. Berdasarkan penjelasan Irman, isi dari pesan itu adalah tentang wanti-wanti agar ia tidak membuka suara kepada KPK terkait hubungannya dengan Setya Novanto dalam kasus KPK.<ref>{{Cite news|url=https://nasional.tempo.co/read/856957/e-ktp-ini-petunjuk-petunjuk-baru-dari-sidang-kedua|title=E-KTP, Ini Petunjuk-petunjuk Baru dari Sidang Kedua|last=Baiduri|first=MC Nieke Indrietta|newspaper=Tempo|language=id-ID|access-date=2017-12-03}}</ref>
Pengusutan kasus korupsi e-KTP lalu berlanjut pada sidang ketiga yang diadakan pada 23 Maret 2017. Dari 7 saksi yang diundang, hanya 6 saja yang hadir. <nowiki/>Pada sidang kali ini, nama Andi Narogong menjadi nama yang paling banyak disebut. Sidang ini menghasilkan temuan bahwa Andi Narogong yang berperan sebagai pelaksana proyek e-KTP telah melakukan pertemuan dengan Setya Novanto, [[Anas Urbaningrum]] dan Muhammad Nazaruddin. Andi Narogong juga menjadi orang yang telah memberikan uang kepada Diah Anggraini. Temuan lainnya adalah 51 persen atau sekitar Rp 2,662 triliun dari anggaran e-KTP sebesar Rp 5,9 triliun digunakan untuk pembiayaan e-KTP sementara sisanya yakni 49 persen atau setara dengan Rp 2,558 triliun dibagi-bagi ke berbagai pihak, tak terkecuali dengan anggota [[Komisi II DPR RI]] dan Badan Anggaran DPR RI.<ref>{{Cite news|url=http://nasional.kompas.com/read/2017/03/23/09170031/kamis.siang.sidang.ketiga.e-ktp.agendakan.pemeriksaan.tujuh.saksi|title=Kamis Siang, Sidang Ketiga E-KTP Agendakan Pemeriksaan Tujuh Saksi - Kompas.com|last=Media|first=Kompas Cyber|newspaper=KOMPAS.com|language=en|access-date=2017-12-03}}</ref><ref>{{Cite news|url=https://news.detik.com/berita/d-3455643/fakta-fakta-sidang-yang-seret-andi-narogong-tersangka-korupsi-e-ktp/1|title=Fakta-fakta Sidang yang Seret Andi Narogong Tersangka Korupsi e-KTP|last=Irawan|first=Dhani|newspaper=detiknews|access-date=2017-12-03}}</ref>
=== Tersangka Ketiga ===
Setelah mengumpulkan berbagai fakta dan petunjuk pada tiga sidang sebelumnya, KPK akhirnya memutuskan untuk menetapkan tersangka baru: [[Andi Narogong]] pada Rabu, 23 Maret 2017.
Seminggu setelah penangkapan Andi, tepatnya pada 30 Maret 2017 Pengadilan Negeri menggelar sidang keempat. Sidang kali ini menghadirkan 7 saksi, di antaranya adalah [[Miryam S Haryani]], [[Ganjar Pranowo]], [[Agun Gunanjar Sudarta]] dan mantan Menteri Keuangan [[Agus Martowardojo]]. Pada sidang keempat terjadi pengakuan yang kontradiktif antara Miryam S Haryani dengan Novel Baswedan. Saat diperiksa di KPK, berdasarkan penuturan Novel, Miryam mengaku bahwa telah dilakukan pemberian uang kepada anggota DPR RI. Akan tetapi, saat persidangan Miryam justru membantah berita acara persidangan yang dituturkan Novel sebelumnya. Miryam menjelaskan bahwa ia merasa ditekan oleh penyidik saat itu sehingga ia mengarang isi berita acara persidangan. KPK terus melakukan konfrontasi tapi Miryam tetap menyanggah. Menurut Novel, Miryam melakukan sanggahan karena adanya ancaman beberapa anggota DPR RI periode 2009-2014. Temuan lainnya dalam sidang kali ini adalah adanya pengakuan dari Sugiharto tentang pemberian uang darinya kepada Miryam sebanyak empat kali dengan total 1,2 juta dollar AS yang pada akhirnya disangkal pula oleh Miryam.<ref>{{Cite news|url=http://nasional.kompas.com/read/2017/03/31/07352011/8.hal.menarik.yang.muncul.dalam.sidang.keempat.kasus.e-ktp|title=8 Hal Menarik yang Muncul dalam Sidang Keempat Kasus E-KTP Halaman 1 - Kompas.com|last=Media|first=Kompas Cyber|newspaper=KOMPAS.com|language=en|access-date=2017-12-03}}</ref>
Sidang kasus e-KTP belum selesai.
=== Kecurangan Lelang dan Setya Novanto ===
Babak baru dari kasus e-KTP kemudian berlanjut pada sidang keenam yang diadakan pada 6 April 2017. Sidang keenam menghadirkan delapan saksi, di antaranya adalah Anas Urbaningrum, Markus Nari dan Setya Novanto. Pada sidang kali ini Novanto membantah terlibat dalam proyek e-KTP, terlebih dalam menerima uang sebesar Rp 547,2 miliar. Pun dengan Anas dan Markus yang membantah bahwa mereka telah menerima uang dari proyek e-KTP.<ref>{{Cite news|url=http://nasional.kompas.com/read/2017/04/07/07245591/fakta-fakta.menarik.dari.sidang.keenam.e-ktp?page=2|title=Fakta-fakta Menarik dari Sidang Keenam E-KTP Halaman 2 - Kompas.com|last=Media|first=Kompas Cyber|newspaper=KOMPAS.com|language=en|access-date=2017-12-03}}</ref> Sementara hasil dari sidang ketujuh yang digelar pada 10 April 2017 adalah terdapat pengakuan dari anggota tim teknis Kementerian Dalam Negeri tentang pembagian uang. Namun mereka menyebutnya sebagai uang transportasi dan uang lembur. Di samping itu mereka juga mengaku bahwa mereka tidak menjalankan rekomendasi yang [[Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah]] (LKPP) sarankan berupa
Memasuki sidang kedelapan yang berlangsung pada Kamis, 13 April 2017 yang dihadiri 10 saksi, KPK menemukan fakta bahwa tim teknis e-KTP sempat dikirim ke AS lalu diberikan uang sebesar 20.000 dollar AS pada 2012 dan terjadi pemberian uang oleh kakak Andi Narogong yakni [[Dedi Prijanto]] kepada tim teknis e-KTP. Dalam sidang tersebut juga terkuak juga tentang keanehan pada proses lelang tender karena dalam proses lelang konsorsium tidak melampirkan [[sertifikat ISO 9001]] dan [[ISO 14001]] sesuai persyaratan.<ref>{{Cite news|url=http://nasional.kompas.com/read/2017/04/14/09220171/dibiayai.ke.as.hingga.rekayasa.lelang.hal.menarik.sidang.ke-8.e-ktp|title=Dibiayai ke AS hingga Rekayasa Lelang, Hal Menarik Sidang ke-8 E-KTP - Kompas.com|last=Media|first=Kompas Cyber|newspaper=KOMPAS.com|language=en|access-date=2017-12-03}}</ref> Sementara itu hasil yang didapatkan pada sidang kesembilan yang digelar pada 17 April 2017 adalah adanya temuan bahwa tim teknis e-KTP mengaku diperintah untuk meloloskan konsorsium dalam proses lelang padahal sebenarnya tidak memenuhi syarat. Sugiharto dan Irman menjadi dua nama yang bertanggung jawab atas hal ini.<ref>{{Cite news|url=http://nasional.kompas.com/read/2017/04/18/11362581/konflik.gamawan.hingga.rekayasa.lelang.ini.5.fakta.menarik.sidang.kasus.e-ktp|title=Konflik Gamawan hingga Rekayasa Lelang, Ini 5 Fakta Menarik Sidang Kasus E-KTP Halaman 1 - Kompas.com|last=Media|first=Kompas Cyber|newspaper=KOMPAS.com|language=en|access-date=2017-12-03}}</ref>
Pada sidang kesepuluh yang dihadiri oleh 6 saksi pada Kamis, 20 April 2017, KPK menemukan fakta-fakta baru terkait kasus e-KTP. Nama Setya Novanto disebut telah mendapat bagian sebesar 7 persen dari proyek e-KTP berdasarkan penuturan tim IT proyek e-KTP, [[Johanes Richard tanjaya|Johanes Richard Tanjaya]] yang saat itu menjadi saksi. Hal itu juga diakui oleh [[Irvanto Hendra Pambudi]] yang tak lain adalah keponakan dari Setya Novanto. Sementara itu menurut penuturan Jimmy Iskandar Tedjasusila alias Bobby, Andi Narogong memang sengaja dalam membuat tiga konsorsium dalam proyek e-KTP. Dari ketiga konsorsium tersebut, Andi telah mempersiapkan satu konsorsium pemenang lelang, yakni Konsorsium PNRI sedangkan konsorsium Astragraphia dan Murakabi hanya sebagai pendamping.<ref>{{Cite news|url=http://nasional.kompas.com/read/2017/04/21/09454731/6.fakta.sidang.e-ktp.cerita.perjalanan.suap.ke.setya.novanto.sampai.auditor?page=2|title=6 Fakta Sidang E-KTP, Cerita Perjalanan Suap ke Setya Novanto sampai Auditor Halaman 2 - Kompas.com|last=Media|first=Kompas Cyber|newspaper=KOMPAS.com|language=en|access-date=2017-12-06}}</ref>
Nama Setya Novanto kembali disebut pada sidang kesebelas yang berlangsung pada 27 April 2017. Selain adanya keterlibatan Irvan Pambudi, keponakan Setya Novanto, dalam sidang itu terungkap bahwa salah satu saksi, yakni Presiden Direktur PT Avidisc Crestec Interindo, [[Wirawan Tanzil]] menolak bergabung dalam konsorsium untuk proyek e-KTP karena ada nama Setya Novanto. Sementara itu Mantan anggota Badan Anggaran DPR, [[Olly Dondokambey]] bersaksi bahwa proyek e-KTP dipenuhi oleh para calo dari Badan Anggaran DPR dan menyanggah tentang terjadinya penerimaan uang sebesar 1,2 juta dollar AS dalam proyek e-KTP. Fakta lain yang ditemukan adalah terjadinya kecurangan karena konsorsium E-KTP memilih perangkat lunak yang tak lolos uji kompetensi.<ref>{{Cite news|url=http://nasional.kompas.com/read/2017/04/28/08512491/7.fakta.menarik.dalam.sidang.kesebelas.kasus.korupsi.e-ktp|title=7 Fakta Menarik dalam Sidang Kesebelas Kasus Korupsi E-KTP - Kompas.com|last=Media|first=Kompas Cyber|newspaper=KOMPAS.com|language=en|access-date=2017-12-13}}</ref><ref>{{Cite news|url=http://nasional.kompas.com/read/2017/04/27/09024191/olly.dondokambey.hingga.keponakan.novanto.jadi.saksi.sidang.kesebelas.e-ktp|title=Olly Dondokambey hingga Keponakan Novanto Jadi Saksi Sidang Kesebelas E-KTP - Kompas.com|last=Media|first=Kompas Cyber|newspaper=KOMPAS.com|language=en|access-date=2017-12-13}}</ref> Adapun pada sidang keduabelas yang digelar pada 4 Mei 2017 ditemukan fakta bahwa Andi Narogong memegang andil terhadap pengaturan proyek e-KTP.<ref>{{Cite news|url=http://nasional.kompas.com/read/2017/05/05/08203651/7.fakta.menarik.dalam.sidang.ke-12.kasus.korupsi.e-ktp|title=7 Fakta Menarik dalam Sidang ke-12 Kasus Korupsi E-KTP - Kompas.com|last=Media|first=Kompas Cyber|newspaper=KOMPAS.com|language=en|access-date=2017-12-13}}</ref>
=== Peran Markus Nari dan Anang Sugiana ===
Baris 95 ⟶ 97:
Pada 22 September 2017 [[Cepi Iskandar]], hakim tunggal yang bertugas di sidang praperadilan menolak eksepsi yang diajukan oleh KPK dan menyatakan berwenang mengadili perkara tersebut.Sebelumnya pihak Novanto mempermasalahkan soal status penyelidik dan penyidik KPK. Namun KPK menilai jika pihak Novanto keberatan, seharusnya mereka mengajukannya lewat Pengadilan Tata Usaha Negara dan bukan praperadilan. KPK pun menerima dan menghargai keputusan hakim.<ref>{{Cite news|url=http://nasional.kompas.com/read/2017/09/22/20363911/hakim-tolak-eksepsi-kpk-dalam-praperadilan-setya-novanto|title=Hakim Tolak Eksepsi KPK dalam Praperadilan Setya Novanto - Kompas.com|last=Media|first=Kompas Cyber|newspaper=KOMPAS.com|language=en|access-date=2017-12-06}}</ref><ref>{{Cite news|url=http://nasional.kompas.com/read/2017/09/23/05492481/eksepsi-ditolak-hakim-praperadilan-kasus-novanto-ini-komentar-kpk|title=Eksepsi Ditolak Hakim Praperadilan Kasus Novanto, Ini Komentar KPK - Kompas.com|last=Media|first=Kompas Cyber|newspaper=KOMPAS.com|language=en|access-date=2017-12-06}}</ref>
==
Setelah melalui serangkaian proses, KPK menetapkan beberapa nama sebagai tersangka dari kasus megakorupsi e-KTP. Nama-nama tersangka antara lain sebagai berikut:
=== Sugiharto ===
=== Irman ===
|