Korupsi e-KTP: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
'''Kasus korupsi e-KTP''' adalah kasus korupsi di Indonesia terkait pengadaan KTP elektronik untuk tahun 2011 dan 2012 yang terjadi
Melalui bukti-bukti yang ditemukan dan keterangan para saksi, KPK menemukan fakta bahwa negara harus menanggung keruigan sebesar Rp 2,314 triliun. KPK pun terus melakukan penelusuran sehingga akhirnya ditetapkanlah sejumlah orang sebagai tersangka korupsi, beberapa di antaranya pejabat Kementerian Agama dan petinggi Dewan Perwakilan DPR. Mereka adalah Sugiharto, Irman, Andi Narogong, Markus Nari, Anang Sugiana dan Setya Novanto. Miryam S. Hani sebenarnya juga ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Namun statusnya adalah bukan sebagai tersangka korupsi, melainkan sebagai pembuat keterangan palsu saat sidang keempat atas nama Sugiharto dan Irman dilaksanakan. Penetapan tersangka oleh KPK dalam kasus ini pertama kali dilakukan pada 22 April 2014 atas nama Sugiharto sementara sidang perdana atas tersangka pada kasus ini digelar pada 9 Maret 2017. Tercatat ada puluhan sidang yang berjalan setelah itu untuk para tersangka KPK.
Di antara semua tersangka, para pihak berwenang dibuat harus bercapek-capek dahulu dalam menciptakan keadilan atas tersangka Setya Novanto. Berbagai lika-liku dihadapi, mulai dari ditetapkannya Setya Novanto sebagai tersangka, sidang praperadilan, dibatalkannya status tersangka Novanto oleh hakim bahkan hingga sulit ditemukannya Novanto. Dalam perjalanannya, kasus ini juga diselingi oleh kematian Johannes Marliem di Amerika Serikat yang dianggap sebagai saksi kunci dari tindakan korupsi. Untuk kepentingan pengembangan kasus, KPK pun melakukan kerja sama dengan FBI.
Perkembangan kasus e-KTP yang terjadi di era digital tidak hanya menjadi sorotan oleh para media, melainkan juga dari para warganet. Dalam beberapa kesempatan para warganet meluapkan ekspresi mereka terkait kasus korupsi e-KTP dengan menciptakan ''trending topic'' tertentu di twitter dan membuat meme untuk kemudian diunggah di media sosial. Dibandingkan dengan tersangka yang lain, reaksi warganet lebih condong ditujukan pada Setya Novanto.
Kendati para tersangka telah terungkap, kasus ini belum mencapai garis finish. Baru dua orang, yakni Irman dan Sugiharto yang telah dijebloskan ke penjara sementara yang lain masih harus menghadapi proses hukum yang berlaku. Para pihak berwenang terkait kasus ini pun masih harus ekstra kerja keras dalam menyelesaikan perkara ini.
== Kronologi Awal ==
Baris 5 ⟶ 13:
Kasus korupsi e-KTP bermula dari rencana [[Kementerian Dalam Negeri]] RI dalam pembuatan e-KTP. Sejak 2006 Kemendagri telah menyiapkan dana sekitar Rp 6 triliun yang digunakan untuk proyek e-KTP dan program [[Nomor Induk Kependudukan]] (NIK) nasional dan dana senilai Rp 258 milyar untuk biaya pemutakhiran data kependudukan untuk pembuatan e-KTP berbasis NIK pada 2010 untuk seluruh [[kabupaten]]/[[kota]] se-Indonesia.<ref name=":2">{{Cite news|url=https://www.jpnn.com/news/mendagri-minta-kpk-awasi-proyek-ktp|title=Mendagri Minta KPK Awasi Proyek KTP|last=JPNN.com|newspaper=www.jpnn.com|language=id-ID|access-date=2017-11-29}}</ref><ref name=":3">{{Cite news|url=https://nasional.tempo.co/read/308535/gamawan-minta-kpk-awasi-proyek-ktp-elektronik|title=Gamawan Minta KPK Awasi Proyek KTP Elektronik|newspaper=Tempo|language=id-ID|access-date=2017-11-29}}</ref> Pada 2011 pengadaan e-KTP ditargetkan untuk 6,7 juta penduduk sedangkan pada 2012 ditargetkan untuk sekitar 200 juta penduduk Indonesia.<ref>{{Cite news|url=http://nasional.republika.co.id/berita/breaking-news/nasional/11/02/07/162868-lelang-pengadaan-e-ktp-dilakukan-pertengahan-februari|title=Lelang Pengadaan E-KTP Dilakukan Pertengahan Februari {{!}} Republika Online|date=2011-02-07|newspaper=Republika Online|access-date=2017-12-01}}</ref>
Sebelum proses perekaman e-KTP dilaksanakan, [[Gamawan Fauzi]] yang saat itu menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri sempat menemui pimpinan KPK di [[gedung KPK]] pada 24 Januari 2011. Di sana ia meminta [[KPK]] untuk mengawasi proyek e-KTP sembari menjelaskan tentang langkah-langkah pelaksanaan proyek e-KTP. Namun KPK bukan satu-satunya institusi yang ia datangi. Sebelumnya ia juga telah meminta [[Badan Pemeriksa Keuangan]] (BPK) dan [[Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan]] (BPKP) untuk terlibat dalam pengawasan proyek ini. Dengan adanya keterlibatan institusi-institusi tersebut ia berharap megaproyek e-KTP dapat bersih dan terhindar dari praktek korupsi.<ref name=":2" /><ref name=":3" /> [[M Jasin]] yang saat itu menjabat sebagai [[wakil ketua KPK]] juga menegaskan bahwa KPK memantau proses proyek e-KTP.<ref name=":7" />
=== Proses Pengadaan e-KTP ===
Pada pelaksanaannya, proyek e-KTP dilakukan oleh [[konsorsium]] yang terdiri dari beberapa perusahaan atau pihak terkait
Setelah melalui serangkaian proses, akhirnya pada 21 Juni 2011 pemerintah mengumumkan konsorsium yang menjadi pemenang lelang. Mereka adalah konsorsium PNRI yang terdiri dari beberapa perusahaan, yakni [[Perum PNRI]], PT [[LEN Industri]], PT [[Quadra Solution]], PT [[Sucofindo]] dan PT [[Sandipala Artha Putra]]. Hasil itu diambil berdasarkan surat keputusan Mendagri Nomor: 471.13-476 tahun 2011. Sebagai tindak lanjut, konsorsium PNRI kemudian melakukan penandatanganan kontrak bersama untuk pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011-2012 dengan nilai pekerjaan sebesar Rp 5.841.896.144.993. Kontrak tersebut disepakati pada 1 Juli 2011.<ref>{{Cite news|url=https://news.detik.com/berita/d-3442369/begini-alur-lelang-dan-pelaksanaan-e-ktp|title=Begini Alur Lelang dan Pelaksanaan e-KTP|last=Fadhil|first=Rina Atriana, Haris|newspaper=detiknews|access-date=2017-12-01}}</ref>
Baris 97 ⟶ 105:
== Hukuman tersangka ==
Setelah melalui serangkaian proses,
=== Sugiharto ===
Baris 106 ⟶ 114:
=== Andi Narogong ===
Dijuluki 'Narogong' karena memiliki usaha konveksi di [[Jalan Narogong]], [[Bekasi]]<ref>{{Cite news|url=https://nasional.tempo.co/read/859438/jadi-tersangka-kasus-e-ktp-ini-profil-andi-narogong|title=Jadi Tersangka Kasus E-KTP, Ini Profil Andi Narogong|last=Widisatuti|first=Rina|newspaper=Tempo|language=id-ID|access-date=2017-11-28}}</ref>, Andi dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum KPK pada sidang dengan agenda pembacaan tuntutan pada 7 Desember 2017 berupa hukuman penjara selama 8 tahun dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan penjara serta wajib membayar uang pengganti senilai USD 2,1 juta. Dengan harapan dapat meringankan vonis (sidang dengan agenda pembacaan vonis belum dilakukan) yang akan diputuskan nanti, ia pun berperan sebagai ''justice collaborator''.<ref>{{Cite news|url=http://nasional.kompas.com/read/2017/12/07/21071401/andi-narogong-dituntut-bayar-21-juta-dollar-as-dan-rp-11-miliar|title=Andi Narogong Dituntut Bayar 2,1 Juta Dollar AS dan Rp 1,1 Miliar - Kompas.com|last=Media|first=Kompas Cyber|newspaper=KOMPAS.com|language=en|access-date=2017-12-13}}</ref><ref>{{Cite news|url=https://nasional.tempo.co/read/1040471/jadi-justice-collaborator-andi-narogong-berharap-divonis-ringan|title=Jadi Justice Collaborator, Andi Narogong Berharap Divonis Ringan|last=Chairunnisa|first=Ninis|newspaper=Tempo|language=id-ID|access-date=2017-12-13}}</ref>
=== Setya Novanto ===▼
(belum dijatuhi hukuman)▼
=== Markus Nari ===
Baris 115 ⟶ 120:
=== Anang Sugiana Sudiharjo ===
▲(belum dijatuhi hukuman)
▲=== Setya Novanto ===
(belum dijatuhi hukuman)
|