Hak properti wanita: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Anatolia.kr (bicara | kontrib)
←Membuat halaman berisi ''''Hak properti wanita''' adalah hak hukum bagi wanita untuk mendapatkan, memiliki, menjual, dan mentransfer properti, mengumpulkan dan menyimpan sewa, memiliki pendap...'
Tag: tanpa kategori [ * ] VisualEditor
 
Anatolia.kr (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
'''Hak properti wanita''' adalah hak hukum bagi wanita untuk mendapatkan, memiliki, menjual, dan mentransfer properti, mengumpulkan dan menyimpan sewa, memiliki pendapatan, membuat [[kontrak]], serta membawa perangkat hukum,<ref name=":0"><nowiki>http://oro.open.ac.uk/19216/2/14BC4459.pdf</nowiki> </ref> yang berdasarkan [[hukum umum Inggris]] (''English common law'') selama periode moderen awal, hak properti bagi wanita tersebut tidak diberikan.<ref name=":1"><nowiki>http://digitalcommons.liberty.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1036&context=honors</nowiki> </ref>
[[Berkas:Queen Victoria and others (16788728018).jpg|jmpl|[[Ratu Victoria]] di dalam kereta beserta rakyat [[Dublin]] di Jalan Grafton]]
 
Pada ''Victorian Era'' (masa pemerintahan [[Ratu Victoria]]) terdapat banyak kekurangan dalam pelaksanaan hak-hak bagi kaum [[wanita]]. Wanita dilihat (oleh pria) sebagai makhluk yang emosional dan tidak stabil karena [[sistem reproduksi]] mereka, sehingga tidak mampu membuat keputusan yang rasional. Apabila wanita menikah, beberapa di antara mereka diperlakukan sedikit lebih baik daripada [[budak]].<ref name=":2">{{Cite news|url=https://valmcbeath.com/victorian-era-womens-rights/#.Wi6KOkqWaM8|title=Women's Rights: Not Up for Discussion|newspaper=Victorian England|language=en-GB|access-date=2017-12-14}}</ref> [[Filsuf]] [[John Stuart Mill]] mendeskripsikan posisi hukum wanita menikah pada abad ke-19 sedikit lebih baik dibandingkan dengan budak dalam bukunya yang berjudul ''[[The Subjection of Women]]'' (penindasan terhadap wanita), terbit pada tahun 1869. Pengaruh hukum dan praktik yang berhubungan dengan pemilikan dan persebaran properti oleh dan untuk wanita di [[Kepulauan Britania]] juga sangat memihak pada kepentingan pria.<ref name=":0" /> Hukum yang ada dibuat berdasarkan gagasan bahwa wanita dapat melakukan [[pernikahan]] dan [[suami]] mereka yang akan merawat dan bertanggung jawab atas diri mereka. Ketika seorang wanita melakukan pernikahan, kekayaan yang mereka miliki sebelum pernikahan akan diserahkan kepada suami mereka. Jika seorang wanita bekerja setelah ia menikah, maka pendapatan mereka juga akan menjadi milik suami mereka. Gagasan yang diterima dan dijalankan pada masa itu ialah bahwa wanita kelas atas dan menengah harus tetap bergantung pada pria: yang pertama sebagai [[anak]] dan kemudian sebagai [[istri]]. Dan setelah seorang wanita menikah akan sangat sulit bagi mereka untuk melakukan [[perceraian]]. Undang-undang ''Matrimonial Causes Act of 1857'' (Undang-Undang Penyebab Pernikahan 1857) memberikan kepada pria, hak untuk menceraikan istri atas dasar [[perzinahan]]. Namun demikian, di lain pihak, wanita menikah tidak bisa mendapatkan perceraian/menceraikan suami mereka apabila suami mereka yang diketahui tidak setia/melakukan [[perselingkuhan]]. Selain itu, apabila sebuah perceraian terjadi maka anak-anak akan berada di bawah pengasuhan [[ayah]] mereka, dan [[ibu]] mereka dapat dihalangi untuk bertemu dengan mereka.<ref name=":3">{{Cite news|url=http://spartacus-educational.com/Wmarriage.htm|title=Marriage in the 19th Century|newspaper=Spartacus Educational|language=en|access-date=2017-12-14}}</ref> Hukum umum Inggris mengecualikan wanita dari kepemilikan properti atau memiliki identitas hukum pribadi yang terpisah dari suami atau ayah mereka. Berdasarkan hukum umum tersebut, pria dapat menyimpan, membeli, menjual, dan melakukan pertukaran atas properti mereka. Namun di lain pihak, wanita memilki keterbatasan tidak hanya dalam jenis properti yang dapat mereka miliki, tetapi juga waktu dimana mereka diizinkan untuk memiliki properti pribadi, serta cara mereka mengatur properti tersebut. Di luar aturan hukum yang ketat itu, meski demikian, wanita Inggris menemukan cara untuk mendapatkan hak properti.<ref name=":1" /> Undang-undang properti wanita menikah 1870, 1882, dan 1893 merupakan perjalanan panjang menuju persamaan wanita di [[Inggris]].<ref name=":4">{{Cite web|url=https://herstoria.com/the-married-womens-property-acts-uk-1870-1882-and-1893/|title=The Married Women’s Property Acts (UK, 1870, 1882 and 1893) – HerStoria|website=herstoria.com|language=en-GB|access-date=2017-12-14}}</ref>
 
== Keberadaan hukum wanita ==
Baris 7:
 
====== Pernikahan mengambil identitas wanita ======
[[Berkas:Embroidered Picture (England), early 19th century (CH 18492713).jpg|jmpl|Gambar sulaman di awal abad 19 Inggris: figur ibu yang memeluk seorang anak di dalam interior sebuah gereja]]
Wanita yang belum menikah serta [[janda]] diperbolehkan memiliki properti atau benda milik mereka sendiri. Namun segera setelah wanita menikah, properti dan uang yang mereka miliki ditransfer kepemilikannya kepada suami mereka. Anak juga termasuk dalam properti yang dimiliki oleh suami ketika perceraian terjadi. Sejak tahun 1839, jika terbukti istri tidak bersalah, ia diperbolehkan memelihara anak mereka yang berusia di bawah tujuh tahun. Pada tahun 1873, batas usia anak yang dapat di bawah penjagaan ibu mereka ini kemudian ditingkatkan menjadi 16 tahun, meski demikian ayah tetap merupakan satu-satunya [[wali]] yang sah secara hukum.<ref name=":2" /> Memiliki keturunan merupakan hal yang diharapkan untuk semua wanita. Meski dalam realitanya pada masa itu pernikahan cenderung merupakan institusi yang bertujuan untuk membatasi peran wanita di dalam masyarakat. Dalam teorinya, pernikahan adalah posisi yang sakral dan terhormat, “pencapaian dalam kehidupan seorang wanita.” Dengan berlangsungnya pernikahan, namun demikian, terdapat persyaratan dan pengharapan yang tidak adil antara suami dan istri.<ref name=":2" /> Untuk dapat membesarkan anak-anak sebagaimana mestinya, sosok ibu diharapkan untuk tidak melakukan kesalahan atau perbuatan tercela, baik dalam pikiran maupun perbuatan, namun pengharapan yang sama tidak diterapkan pada sosok ayah.<ref name=":2" />
 
Baris 13 ⟶ 14:
 
====== Eksklusivitas pendidikan ======
[[Berkas:Carlingford NSW (formerly Pennant Hills) St Paul's Church of England School 19th century.jpg|jmpl|Gereja Anglikan St Paul (dibuka pada 1850, disucikan pada 1857) yang digunakan sebagai rumah sekolah. Latar belakang gereja pada mulanya dikenal sebagai distrik Pennant Hills di koloni [[New South Wales]], sejak 1883 dikenal sebagai Carlingford]]
Ketika Ratu Victoria naik tahta, [[pendidikan]] hanya dapat diakses oleh orang-orang kaya. Sementara anak laki-laki dapat pergi ke [[sekolah]], seorang tenaga pengajar wanita didatangkan ke rumah untuk memberikan pelajaran kepada anak-anak perempuan, namun konten [[akademik]] yang diberikan kepada anak-anak perempuan itu sangat rendah. Untuk anak-anak yang berasal dari kalangan keluarga miskin, seringkali bentuk pendidikan resmi yang diperoleh hanya dari [[sekolah minggu]]. Sekolah minggu tersebut terbuka bagi semua anak, namun pada umumnya lebih sedikit jumlah anak perempuan yang berpendidikan dibandingkan anak laki-laki. Pada tahun 1851, sebagai contoh, tingkat literasi pada perempuan sebesar 55%, dan pada laki-laki sebesar 70%.<ref name=":2" /> Pada tahun 1870 diberlakukan sebuah hukum yang mewajibkan semua anak dalam rentang usia lima hingga sepuluh tahun untuk bersekolah. Meskipun bagi semua anak diajarkan [[membaca]] dan [[menulis]], [[kurikulum]] untuk anak perempuan berkembang secara lebih fokus pada pelajaran seperti ilmu domestik, [[memasak]], mencuci, dan menggunakan jarum/[[menjahit]].<ref name=":2" />
 
Baris 21 ⟶ 23:
 
====== Pekerjaan untuk wanita ======
[[Berkas:A Woman Cleaning, Plate 5 from Five Feminine Occupations MET MM43416.jpg|jmpl|Lima perlambang perkakas dari lima pekerjaan feminin wanita]]
Meskipun diterima secara luas bahwa pada abad ke-19 tempat bekerja wanita adalah di [[rumah]], namun pada kenyataannya wanita bekerja dalam rentang [[pekerjaan]] yang beragam. Pola dalam bekerja meski demikian ditentukan oleh kelas. Wanita kelas atas tidak diharapkan untuk bekerja. Untuk wanita kelas pekerja, namun demikian, bekerja seringkali diperlukan bagi mereka untuk mendapatkan penghasilan dan berkontribusi pada keberjalanan [[rumah tangga]] mereka. Tipe pekerjaan yang dapat mereka lakukan juga terbatas, dan mereka umumnya mengambil pekerjaan buruh seperti pelayan rumah tangga, pencuci pakaian, dan pekerja [[pabrik]] atau [[perkebunan]]. Wanita umumnya diharapkan pula menerima lebih sedikit uang daripada pria untuk pekerjaan yang sama.<ref name=":2" /> Wanita pekerja dari kelas menengah tidak disetujui melakukan pekerjaan buruh untuk mendapatkan penghasilan. Mereka membutuhkan keterampilan lebih untuk mendapatkan pekerjaan di luar pekerjaan buruh, yang seringkali berupa pekerjaan pengawasan atau pekerjaan profesional lain, dan mereka mempekerjakan orang lain untuk melakukan tugas manual. Wanita dari kelas menengah juga tidak didorong untuk melakukan pekerjaan rumah, pekerjaan yang umumnya dikerjakan oleh pelayan rumah tangga, seperti memasak dan merapikan rumah. Bahkan wanita kelas menengah bawah, seperti misalnya istri dari guru sekolah dan juru tulis, memiliki pelayan umum (''general servant'') di rumah mereka, yang diharapkan melakukan pekerjaan seperti membersihkan lantai dan mengupas kentang.<ref name=":2" />
 
Baris 27 ⟶ 30:
== Landasan pembatasan ==
Berdasarkan sejarah abad ke-18 Inggris, kepemilikan properti yang menandakan status kaum pilihan/elite merupakan kualitas yang dimiliki oleh pria. Wanita secara signifikan kurang memiliki hak properti dibandingkan pria.<ref name=":1" /> Penindasan terhadap hak-hak wanita termaktub dalam berbagai institusi Inggris, antara lain yang mengatur mengenai ''[[primogeniture]]'' (hak anak sulung), mas kawin/mahar, dan ''[[couverture]]'' (kedudukan wanita bersuami- doktrin hukum umum dimana keberadaan hukum wanita setelah menikah terletak pada suami mereka, terutama berkaitan dengan kepemilikan properti dan perlindungan, serta keadaan/periode setelah menjadi janda).<ref name=":1" /> Meski demikian, wanita dari golongan [[aristokrat]] tetap dapat menemukan cara menyiasati pembatasan tersebut dalam bentuk ''separate estate'' (pemilikan tanah/properti terpisah) dan ''jointure'' (persetujuan harta istri- persetujuan pemilikan tanah/properti yang diberikan kepada istri setelah kematian suami mereka), di antara metode lainnya.<ref name=":1" />
[[Berkas:Foster Adam and Eve.jpg|jmpl|[[Adam]] dan Eve dikeluarkan dari surga Eden]]
 
Pembatasan hak properti dilakukan pada wanita berdasarkan landasan filosofi dan pola tradisi masyarakat. Pola tersebut berasal dari berbagai sumber yang terkombinasikan sehingga menghasilkan gagasan bahwa wanita adalah makhluk yang lemah, tidak cakap, dan jahat. Tradisi Judeo-Kristen (''Judeo-Christian'') memiliki andil dalam pembentukan pola terhadap wanita tersebut. Ajaran gereja merujuk pada [[Kitab Kejadian]] (''Genesis'') memperhitungkan kejatuhan manusia, dengan wanita (Eve) yang bertanggung jawab atas hal tersebut. Mereka melihat Eve sebagai sumber kejahatan, dan diteruskan kepada seluruh wanita yang ada. Cerita dalam Kitab Kristen seperti [[Delilah]], Rebekah, dan istri [[Nabi Luth|nabi Lot]], lebih lanjut membuktikan bahwa wanita merupakan tipu daya, bersifat tidak patuh, dan berakhlak buruk.<ref name=":1" /><ref>Merry E. Weisner, Women and Gender in Early Modern Europe (Cambridge:Cambridge University Press, 1993), 10–11</ref> Sepanjang periode [[Renaissance|''Renaissance'']] dan [[reformasi]], gambaran ideal seorang wanita ialah sosok yang patuh, penghibur anak di waktu sedih atau bosan, dan pelayan suami tanpa banyak bertanya. Revolusi ilmiah yang memperdebatkan mengenai [[anatomi]] wanita, berakhir dengan simpulan bahwa wanita lebih rendah kualitas fisiknya dibandingkan pria dalam segala aspek, dan menyetujui bahwa wanita mempunyai ciri tidak rasional, mudah histeris, dan membutuhkan pria untuk menyalurkan keinginan mereka. Berdasarkan gagasan tersebut bahwa wanita secara [[fisik]], [[spiritual]], dan [[emosional]], inferior terhadap pria, hukum umum Inggris mengembangkan sebuah sistem yang bertujuan membatasi peluang wanita merusak masyarakat. Pola tersebut juga berdampak pada identitas wanita yang terdefinisi oleh peran mereka sebagai istri dan ibu, daripada [[entitas]] hukum. Berdasarkan peran-peran tersebut, wanita dapat membuktikan karakter dan budi baik mereka di bawah pengawasan pria.<ref name=":1" />
 
Baris 63 ⟶ 66:
 
== Tantangan gagasan mengenai wanita ==
[[Berkas:Elizabeth I, Procession Portrait..jpg|jmpl|Potret prosesi Elizabeth I dari Inggris]]
Pada masa [[Elizabeth I]] memerintah, gagasan mengenai wanita mendapatkan tantangan. Sebelum Elizabeth I memerintah, pria memandang wanita berpembawaan jahat dan makhluk tidak stabil yang tidak dapat mengendalikan keinginan mereka tanpa adanya pria yang mengendalikan mereka. Terbukti oleh kurangnya pengakuan hukum yang diberikan kepada wanita, mereka tidak dapat dipercayakan dengan identitas pribadi, terlebih lagi dengan properti. Dengan kenaikannya Elizabeth I, gagasan mengenai wanita tersebut semakin mengemuka ke hadapan publik. Meskipun [[parlemen]] dan penasihat Elizabeth I, yang merupakan laki-laki, berupaya untuk mengendalikan dirinya, Elizabeth senantiasa tampil di luar realitas [[patriarki]]. Terlepas dari itu semua, Elizabeth menyandang properti sebagai [[Ratu Inggris]] dan memerintah Inggris beserta seluruh populasinya. Elizabeth menampilkan dirinya sebagai pribadi yang bersahaja, menjaga perilaku, stabil, dan meskipun belum menikah pada saat itu, sifat baik maternal yang ditunjukkannya diasosiasikan dengan sikap keibuan.<ref>Kathleen M. Brown, Good Wives, Nasty Wenches, and Anxious Patriarchs: Gender, Race, and Power in Colonial Virginia (Chapel Hill: University of North Carolina Press, 1996), 21</ref> Figur pemegang kekuasaan Inggris tersebut menimbulkan konflik antara [[maskulinitas]] dan [[femininitas]] yang memicu kontroversi peran wanita di dalam masyarakat. Di luar tantangan mengenai ide tradisional mengenai wanita, sistem patriarki di Inggris masih membatasi dan mencegah wanita memiliki kehidupan yang mandiri. Tantangan ini dalam pandangan potensi wanita pada gilirannya berfungsi sebagai [[katalis]] untuk mengubah status wanita.<ref name=":1" />
 
Baris 81 ⟶ 85:
 
== Referensi ==
<references />[[:Kategori:Hukum di Britania Raya]]