Sarwanto Priadhi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (-Nampak, +Tampak; -nampak, +tampak; -Nampaknya, +Tampaknya; -nampaknya, +tampaknya)
Baris 33:
Sejak kecil, Sarwanto Priadhi memiliki hobby membaca. Kesukaan membaca ini bisa jadi oleh karena pengaruh faktor lingkungan keluarganya. Sekitar tahun 1970-1976, keluarganya membuka usaha penyewaan buku bacaan bernama Taman Bacaan Pelita Hati di rumah mereka tinggal. Sarwanto yang waktu itu masih berumur 5 tahun, menjadi terbiasa dengan situasi seperti itu. Sebelum bisa membaca, dia suka melihat gambar-gambar dalam majalah maupun komik.
Setelah masuk sekolah dasar, kemampuan membacanya berkembang sangat baik dibandingkan kawan-kawan seusianya. Mungkin hal itu karena bentukan situasi di dalam keluarganya yang setiap hari selalu bergumul dengan aneka buku bacaan. Pada dasarnya semua jenis buku bacaan disukai, namun buku tentang biografi tokoh-tokoh politik adalah yang paling disukainya, dan [[Soekarno]] adalah tokoh idolanya sejak kecil.
Saat menempuh pendidikan di bangku SMA (1981-1984), Sarwanto semakin menyukai politik. Dia ikuti perkembangan politik dari koran, radio, dan televisi. Hal ini nampaktampak ketika musim kampanye Pemilu tahun 1982, dia nekat menyebarkan gambar partai di sekolah. Namun gambar partai yang dia sebarkan adalah gambar dari [[Partai Demokrasi Indonesia|Partai Demokrasi Indonesia (PDI)]] dan [[Partai Persatuan Pembangunan Pembangunan|Partai Persatuan Pembangunan Pembangunan (PPP)]]; padahal peserta Pemilu tahun 1982 ada tiga yaitu [[Partai Golongan Karya|Golongan Karya (Golkar)]], PDI, dan PPP. Alasannya tidak lain karena Sarwanto menganggap bahwa PDI dan PPP adalah partai yang tertindas sehingga perlu dibantu. Tidak hanya di situ, dia juga ikut menyebarkan pandangan politik [[Petisi 50]] yang saat itu dilarang oleh Pemerintah.
Memasuki masa kuliah, kegemaran berpolitik mendapatkan media yang tepat. Pada tahun 1987-1989, dia aktif dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) di Purwokerto, sebuah organisasi kemahasiswaan yang berhaluan nasionalis. Di dalam GMNI itulah, cara berpikir dan akses politiknya berkembang. Perkenalan dengan tokoh-tokoh politik baik lokal maupun nasional mulai terbentuk.
Pada tahun 1989, bersama kawan-kawannya mendirikan Lembaga Swadaya (LSM) Masyarakat Rama Duta yang bermarkas di [[Purbalingga]]. Melalui LSM ini, Sarwanto bergiat di pemberdayaan kaum marginal perdesaan, lingkungan hidup, dan advokasi.