Oeripan Notohamidjojo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (-Nampak, +Tampak; -nampak, +tampak; -Nampaknya, +Tampaknya; -nampaknya, +tampaknya)
Baris 87:
Sejak usia 21 tahun ia sudah menulis dalam surat-surat kabar De Locomotief dan Soerabajaasch Handelsbald tentang masalah-masalah kemasyarakatan. Bakat menulis ini ia warisi dari ayah yang setelah meninggalkan bidang keagamaan kemudian bekerja pada B.P.M. di Cepu dan ikut aksi pemogokan pada tahun 1919; sesudah itu ayah aktif bergerak dalam partai Serikat Islam dan membantu H.O.S. Tjokroaminoto dalam mengasuh surat kabar Oetoesan Hindia sebagai redaktur untuk ruang Agama Islam.
 
Dalam tulisan-tulisannya nampaktampak perhatiannya kepada bidang politik dan kebudayaan yang erat sekali hubungannya dengan pekerjaannya sebagai guru sejarah. Buku pertama yang ditulisnya untuk sekolah-sekolah menengah adalah Tata Negara Indonesia. Pada tahun-tahun awal berdirinya PTPG ia masih ikut mengajar sejarah Indonesia pada jurusan Sejarah yang diasuh oleh R.M. Subantardjo bekas kawan sekelasnya juga pada zaman Solo.
 
Dorongan pertama untuk menulis buku-buku ilmiah populer datang dari Prof.Dr. Johannes Verkuyl yang ia kenal dari dekat pada zaman Jakarta. Di samping menulis buku ia pertama ‘Iman Kristen dan Politik’ BPK, 1951 ia sebagai anggota staf redaksi De Zaaier menulis pelbagai artikel sekitar kejawen dan kekristenan serta pertaliannya dengan praktik penginjilan di tanah Jawa.
Baris 101:
Dr. Notohamidjojo mengakui bahwa Parkindo juga termasuk ia sendiri, kurang berani berdialog dengan partai-partai Islam, akan tetapi dialog yang melalui kontak pribadi ada juga misalnya ia sendiri telah lama mengajar di Universitas Sultan Agung di Semarang. Secara organisasi kontak dirasa tak mungkin, hanya sejak pada tahun 1971, dengan ada menteri Agama baru Dr. Mukti Ali, ia melihat perspektif-perspektif baru untuk berdialog sehat dengan fihak golongan Islam.
 
Pengaruhnya atas peristiwa-peristiwa di dalam tubuh Parkindo jelas, yakni ia banyak berbicara pada kesempatan-kesempatan konggresnya, juga sampai nivo nasional pengaruh Dr. Notohamidjojo nampaktampak, misalnya yang berupa advis-advis untuk pelbagai formasi kabinet dalam tahun-tahun ketika demokrasi masih leluasa sampai tahun 1957.
 
Dr. Notohamidjojo peka sekali terhadap gelagat dan kemungkinan-kemungkinan timbulnya bentrokan-bentrokan antar golongan Islam dan komunis, suatu hal yang pasti memerlukan sikap yang tegas dari pihak masyarakat Kristen. Baginya kebijaksanaan dibutuhkan sekali sekitar tahun 1964-1965 ketika kekuatan komunis merembes masuk Universitas Satya Wacana. Ancaman komunis dalam segala bentuk ia lihat sebagai bahaya yang merongrong Pancasila.
 
Ketika tubuh gerejapun nampaktampak mulai keresapan ‘roh zaman’, misalnya usul supaya menasakomkan majelis di suatu jemaat besar suatu kota, peringatan-peringatan ia lontarkan melalui pidato, kotbah dan tulisan-tulisan untuk membangkitkan kewaspadaan gereja dalam mengikuti gerak kemasyarakatan dengan sebagai bekal ia menganjurkan tiga sikap: jujur seperti burung merpati, berani seperti sahid dan cerdik seperti ular. Pada tahun 1951 ia menulis buku berjudul “Iman Kristen dan Politik” dengan maksud untuk menjelaskan kepada orang-orang Kristen akan tugasnya dalam membangun negara merdeka yang masih muda. Tahun-tahun berikutnya kesempatan menulis dengan bebas sangat terbatas karena situasi politik pada waktu itu. Baru pada tahun 1967 muncul buku ia “Tanggung Jawab Gereja dan Orang Kristen di Bidang Politik”. Di situ ia mendorong orang Kristen untuk berpartisipasi dengan tanggungjawab dalam mengembangkan negara.
 
Dalam tahun-tahun menjelang 1970 Dr. Notohamidjojo memanfaatkan suasana politik orde baru untuk mengindoktrinasikan Demokrasi Pancasila kepada masyarakat Kristen dengan buku yang berjudul juga demikian. Buku ini merupakan pengolahan-pengolahan kembali artikel-artikel yang pernah ditulisnya berturut-turut dalam harian Sinar Harapan. Ia memang memiliki kemampuan untuk menyajikan pokok gagasan ia sesuai dengan selera dan daya tangkap pembaca yang luas.
Baris 114:
Perguruan Tinggi Satya Wacana merupakan anak rohani Dr. Notohamidjojo. Kedatangannya di Salatiga menurut keyakinannya adalah merupakan panggilan dari Tuhan sendiri. Ketika ia mendapat tawaran dari pengurus PTPG Kristen Indonesia untuk memangku jabatan pemimpin akademi pendidikan guru tersebut, hatinya mendua karena dalam waktu yang bersamaan ia ditawari oleh Profesor Resink untuk membantunya mengajar di fakultas hukum Universitas Indonesia, suatu karier ilmiah yang berprospeksi menarik.
 
Namun ia memilih Salatiga dan di situ ia melaksanakan karya hidupnya. Dari pidatonya pada pembukaan peresmian Universitas Satya Wacana pada tahun 1959 nampaktampak bahwa ia sejak berdirinya PTPG pada tahun 1956, sudah melihat perlunya suatu Universitas Kristen yang menyiapkan tenaga-tenaga kader untuk gereja dan masyarakat. Dari ucapan-ucapan serta pahamnya nampaktampak pengaruh dari gagasan-gagasan tinggi Dr. Abraham Kuyper pendiri Vrije Universiteit di Nederland sebagai suatu perguruan yang beralaskan iman Kristen.
 
Dibandingkan dengan perguruan tinggi lainnya di Indonesia, Satya Wacana nampaktampak menonjol terutama dalam corak keunikan “Indonesia Mini”. Sebanyak 19 sinode gereja-gereja di tanah air dari Nias sampai Irian Jaya mendukungnya sehingga para mahasiswa yang berasal dari pelbagai daerah, pelbagai suku hadir dalam kampus Satya Wacana. Ratusan alumni Satya Wacana kini bekerja bertebaran di seluruh Nusantara mengabdikan diri di segala bidang dalam partisipasinya membangun Negara kita.
 
Perkembangan perguruan Satya Wacana tak selancar gambaran luar yang berupa gedung-gedung yang serba megah fasilitas yang mencukupi untuk studi. Berkali-kali Dr. Notohamidjojo menghadapi kesulitan-kesulitan di bidang finansiil, materiil akademis dan politis. Sebagai rector dan educational stateman terbukalah ia membicarakan segalanya dengan kawan-kawannya sekerja. Segala upaya pengatasan kesulitan dilandaskan pada doa karena Dr. Notohamidjojo percaya akan kekuasaan doa. Dalam situasi yang depresif ia mampu menggairahkan staf pembantunya ataupun dosen-dosen dan pegawai-pegawai untuk tetap menunjukkan dan membuktikan sikap dedikasi.
 
Sebagai sarjana hukum yang berspesialisasi filsafat hukum Dr. Notohamidjojo menggumuli filsafat wetside dari Dooyeweerd; bersama-sama dengan Dr.Sj. Roosjen karibnya, ia mendalami dan mengembangkannya. Gagasan-gagasan yang banyak diwarnai filsafat tersebut memengaruhi pula fisi ia yang nampaktampak dalam penulisan kertas-kertas kerja ia untuk konfrensi-konfrensi atau seminar-seminar akademis antar perguruan tinggi Kristen di Hongkong, Tokyo, Manila, New York, Nederland dan Wina antara tahun 1964-1970.
 
Peristiwa yang penting dalam hidup ia dan Universitas dan IKIP Kristen Satya Wacana adalah penggelaran Doctor Honoris Causa kepada ia dalam ilmu hukum oleh Vrije Universiteit di Amsterdam melalui rektornya Prof.Mr.W.F. De Gaay Fortman pada tanggal 4 September 1972.