Orang Tionghoa di Lasem: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (-Nahkoda, +Nakhoda; nahkoda, nakhoda)
Baris 21:
Batik Tulis di Lasem memiliki perjalanan sejarah yang amat panjang, terlebih apabila dikaitkan dengan keberadaan orang [[Tionghoa]] di Lasem. Dalam sejarahnya, Lasem dikenal sebagai kerajaan kecil dibawah kekuasaan [[Kerajaan Majapahit]]. Ketika itu, Lasem dipimpin oleh seorang Raja bernama Bhre Lasem I atau Rajasaduhitendudewi atau Dewi Indu (1350-1375). Keberadaan batik sendiri sudah dikenal sebagai pakaian para bangsawan Kerajaan Majapahit. Motif dan corak yang ada di Lasem juga disamakan dengan motif dan corak yang dikenakan oleh bangsawan Majapahit, mengingat pakaian batik mereka banyak diambil dari Kerajaan Majapahit. Motif kain batik tersebut diduga juga sama dengan motif batik Mataram [[Yogyakarta]] dan [[Surakarta]] (batik ''vorstenlanden'') saat ini, yaitu motif gringsing dan kawung yang berwarna soga serta biru. Kesimpulan ini berangkat dari keberadaan motif gringsing dan kawung pada ukiran pakaian dari arca-arca candi peninggalan kerajaan Majapahit atau masa sebelumnya.<ref name=":2">Anonim. "Batik Lasem". Suara Baru. INTI. Edis 19, Januari - Februari 2008.</ref>
 
Dalam perkembangannya, pada tahun 1335 Saka (1413 Masehi), Kadipaten Lasem kedatangan seorang nahkodanakhoda kapal dari Armada Laut laksamana Chengho bernama Bi Nan Un dari negeri [[Champa]] (Vietnam). Kapal dari Champa tersebut tepatnya berlabuh ke Pantai Regol yang saat ini bernama Pantai Binangun. Rombongan orang Champa yang beragama [[Budha]] itu dikenal piawai di bidang kesenian, termasuk membatik, menari, membuat perhiasan emas, membuat peralatan kuningan, dan lain sebagainya. Lambat laun, Bi Nan Un dkenal ahli membatik dan menari. Ia kemudian menikah dengan Adipati Badranala dan memiliki dua anak, yaitu Wirabajra dan Santibadra. Kitab “Serat Badrasanti” jelas memaparkan data tentang sejarah batik Lasem dimana Puteri Na Li Ni dari Champa ([[Vietnam]]) dianggap sebagai perintis pembatikan di Lasem. Namun demikian, sebagaimana penduduk Jawa di Lasem, penduduk [[Tionghoa]] juga mengalami keterbelakangan ekonomi Sekali pun mereka dikenal sangat piawai dalam berdagang, ketertindasan yang dialami [[Indonesia]] akibat penjajahan [[Belanda]] tidak serta merta membuat perekonomian mereka membaik. Pada dasarnya, mereka mengalami kondisi yang sama sebagaimana penduduk [[Jawa]] pada masa itu.<ref name=":1" />
 
Seiring berjalannya waktu, datanglah seorang penjual arak (''ciu'') pada tahun 1700-an di Lasem. Perantau tersebut juga berasal dari negeri [[Tiongkok]] yang tiba bertepatan dengan masa penjajahan [[Belanda]] berlangsung. Sang pendatang sangat terkejud ketika menyaksikan penduduk Tiongkok di Lasem mengalami penderitaan dan kesulitan ekonomi. Dengan rasa iba, ia akhirnya bertekad untuk menetap di Lasem dan membantu meningkatkan derajat perekonomian orang Tionghoa di sana. Ia kemudian memberikan pengetahuan kepada orang Tionghoa tentang cara membuat batik tulis. Mula-mula, ia yang mendirikan usaha batik tulis dengan memperkerjakan orang [[Tionghoa]] sebagai pekerjanya. Hal itu ia lakukan sembari mengajarkan kepada mereka keterampilan dalam membuat batik tulis. Lambat laun, orang Tionghoa berpikir untuk tidak selamanya menjadi pekerja atau buruh batik tulis. Mereka bertekad untuk memiliki usaha batik tulis sendiri. Dalam perkembangannya, usaha batik tulis tersebut rupanya lebih dari mampu untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka. Bahkan, industry batik tulis di Lasem menjadi berkembang lebih cepat berkat sentuhan tangan dingin orang [[Tionghoa]]. Mereka pun dikenal sebagai pengusaha batik tulis yang mahir di Lasem.