Seren taun: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Uchup19 memindahkan halaman Seren Taun ke Seren taun menimpa pengalihan lama
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
[[Berkas:Malasari Helaran.jpg|jmpl|Seren Tahun di [[Desa Wisata Malasari]], Nanggung]]
'''Seren Tauntaun''' adalah upacara adat panen [[padi]] masyarakat [[Orang Sunda|Sunda]] yang dilakukan setiap tahun. Upacara ini berlangsung khidmat dan semarak di berbagai desa adat Sunda. Upacara adat sebagai syukuran masyarakat agraris ini diramaikan ribuan masyarakat sekitarnya, bahkan dari beberapa daerah di Jawa Barat dan mancanegara.
Beberapa desa adat Sunda yang menggelar Seren Tauntaun tiap tahunnya adalah:
* [[Cigugur, Cigugur, Kuningan|Desa Cigugur]], [[Cigugur, Kuningan|Kecamatan Cigugur]], [[Kabupaten Kuningan]], [[Jawa Barat]].
* [[Kasepuhan Banten Kidul]], Desa Ciptagelar, Cisolok, [[Kabupaten Sukabumi]]
Baris 9:
 
== Etimologi ==
Istilah Seren Tauntaun berasal dari kata dalam [[Bahasa Sunda]] ''seren'' yang artinya serah, seserahan, atau menyerahkan, dan ''taun'' yang berarti tahun. Jadi Seren Tauntaun bermakna serah terima tahun yang lalu ke tahun yang akan datang sebagai penggantinya. Dalam konteks kehidupan tradisi masyarakat peladang Sunda, seren taun merupakan sarana untuk bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala hasil pertanian yang dilaksanakan pada tahun ini, seraya berharap hasil pertanian mereka akan meningkat pada tahun yang akan datang.
 
Lebih spesifik lagi, upacara seren taun merupakan acara penyerahan hasil bumi berupa padi yang dihasilkan dalam kurun waktu satu tahun untuk disimpan ke dalam [[lumbung]] atau dalam bahasa Sunda disebut ''[[leuit]]''. <ref>[http://www.ahmadheryawan.com/lintas-jabar/budaya-pariwisata/1285-upacara-seren-taun-representasi-kebudayaan-indonesia.html Upacara Seren Taun, Representasi Kebudayaan Indonesia]</ref> Ada dua ''leuit''; yaitu lumbung utama yang bisa disebut ''leuit sijimat'', ''leuit ratna inten'', atau ''leuit indung'' (lumbung utama); serta leuit pangiring atau ''leuit leutik'' (lumbung kecil). ''Leuit indung'' digunakan sebagai sebagai tempat menyimpan padi ibu yang ditutupi kain putih dan pare bapak yang ditutupi kain hitam. Padi di kedua ''leuit'' itu untuk dijadikan bibit atau benih pada musim tanam yang akan datang. Leuit pangiring menjadi tempat menyimpan padi yang tidak tertampung di ''leuit indung''.
Baris 16:
 
 
Menurut catatan sejarah dan tradisi lokal, perayaan Seren Tauntaun sudah turun-temurun dilakukan sejak zaman [[Kerajaan Sunda]] purba seperti kerajaan Pajajaran. Upacara ini berawal dari pemuliaan terhadap [[Sri|Nyi Pohaci Sanghyang Asri]], dewi padi dalam kepercayaan Sunda kuno. Sistem kepercayaan masyarakat Sunda kuno dipengaruhi warisan kebudayaan masyarakat asli Nusantara, yaitu animisme-dinamisme pemulian arwah ''karuhun'' (nenek moyang) dan kekuatan alam, serta dipengaruhi ajaran bercorak [[Hindu]].
 
Masyarakat agraris Sunda kuno memuliakan kekuatan alam yang memberikan kesuburan tanaman dan ternak, kekuatan alam ini diwujudkan sebagai [[Sri|Nyi Pohaci Sanghyang Asri]], dewi padi dan kesuburan. Pasangannya adalah ''Kuwera'', dewa kemakmuran. Keduanya diwujudkan dalam ''Pare Abah'' (Padi Ayah) dan ''Pare Ambu'' (Padi Ibu), melambangkan persatuan laki-laki dan perempuan sebagai simbol kesuburan dan kebahagiaan keluarga.
 
Upacara-upacara di Kerajaan Pajajaran ada yang bersifat tahunan dan delapan tahunan. Upacara yang bersifat tahunan disebut Seren Tauntaun Guru Bumi yang dilaksanakan di [[Pakuan Pajajaran]] dan di tiap wilayah. Upacara besar yang bersifat delapan tahunan sekali atau sewindu disebut upacara ''Seren Tauntaun Tutug Galur'' atau lazim disebut upacara ''Kuwera Bakti'' yang dilaksanakan khusus di Pakuan.<ref>[http://informasibogor.com/berita-utama/mengenal-upacara-seren-taun/ Informasi Bogor: Mengenal Upacara Seren Taun]</ref>
 
Kegiatan Seren Tauntaun sudah berlangsung pada masa Pajajaran dan berhenti ketika Pajajaran runtuh. Empat windu kemudian upacara itu hidup lagi di Sindang Barang, Kuta Batu, dan Cipakancilan. Namun akhirnya berhenti benar pada 1970-an. Setelah kegiatan ini berhenti selama 36 tahun, Seren Tauntaun dihidupkan kembali sejak tahun 2006 di Desa Adat Sindang Barang, Pasir Eurih, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor. Upacara ini disebut upacara ''Seren Tauntaun Guru Bumi'' sebagai upaya membangkitkan jati diri budaya masyarakat Sunda.<ref name="tempo">[http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2011/03/21/IMZ/mbm.20110321.IMZ136225.id.html Tempo online: Seren Taun dan Misteri Batu Besar Sindang Barang]</ref>
 
Di Cigugur, Kuningan, upacara seren taun yang diselenggarakan tiap tanggal 22 Rayagung-bulan terakhir pada sistem penanggalan Sunda, sebagaimana biasa, dipusatkan di pendopo Paseban Tri Panca Tunggal, kediaman Pangeran Djatikusumah, yang didirikan tahun 1840. Sebagaimana layaknya sesembahan musim panen, ornamen gabah serta hasil bumi mendominasi rangkaian acara.
 
Masyarakat pemeluk kepercayaan [[Sunda Wiwitan]] tetap menjalankan upacara ini, seperti masyarakat Kanekes, Kasepuhan Banten Kidul, dan Cigugur. Kini setelah kebanyakan masyarakat Sunda memeluk agama Islam, di beberapa desa adat Sunda seperti Sindang Barang, ritual Seren Tauntaun tetap digelar dengan doa-doa Islam. Upacara seren taun bukan sekadar tontonan, melainkan juga tuntutan tentang bagaimana manusia senantiasa bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, terlebih di kala menghadapi panen. Upacara ini juga dimaksudkan agar Tuhan memberikan perlindungan di musim tanam mendatang.
 
== Ritual Upacara ==
Baris 32:
 
 
Rangkaian ritual upacara Seren Tauntaun berbeda-beda dan beraneka ragam dari satu desa ke desa lainnya, akan tetapi intinya adalah prosesi penyerahan padi hasil panen dari masyarakat kepada ketua adat. Padi ini kemudian akan dimasukkan ke dalam ''leuit'' (lumbung) utama dan lumbung-lumbung pendamping. Pemimpin adat kemudian memberikan ''indung pare'' (induk padi/bibit padi) yang sudah diberkati dan dianggap bertuah kepada para pemimpin desa untuk ditanan pada musim tanam berikutnya.
 
Di beberapa desa adat upacara biasanya diawali dengan mengambil air suci dari beberapa sumber air yang dikeramatkan. Biasanya air yang diambil berasal dari tujuh mata air yang kemudian disatukan dalam satu wadah dan didoakan dan dianggap bertuah dan membawa berkah. Air ini dicipratkan kepada setiap orang yang hadir di upacara untuk membawa berkah. Ritual berikutnya adalah sedekah kue, warga yang hadir berebut mengambil kue di dongdang (pikulan) atau tampah yang dipercaya kue itu memberi berkah yang berlimpah bagi yang mendapatkannya. Kemudian ritual penyembelihan kerbau yang dagingnya kemudian dibagikan kepada warga yang tidak mampu dan makan tumpeng bersama. Malamnya diisi dengan pertunjukan wayang golek.<ref name="tempo"/>
Baris 40:
Rangkaian acara bermakna syukur kepada Tuhan itu dikukuhkan pula melalui pembacaan doa yang disampaikan secara bergantian oleh tokoh-tokoh agama yang ada di [[Indonesia]]. Selanjutnya, dilaksanakan kegiatan akhir dari Ngajayak, yaitu penyerahan padi hasil panen dari para tokoh kepada masyarakat untuk kemudian ditumbuk bersama-sama. Ribuan orang yang hadir pun akhirnya terlibat dalam kegiatan ini, mengikuti jejak para pemimpin, tokoh masyarakat, maupun rohaniwan yang terlebih dahulu dipersilakan menumbuk padi. Puluhan orang lainnya berebut gabah dari saung bertajuk ''Pwah Aci Sanghyang Asri'' ([[Sri|Pohaci Sanghyang Asri]]).
 
Dalam upacara Seren Tauntaun dilakukan berbagai keramaian dan pertunjukan kesenian adat. Ritual seren taun itu sendiri mulai berlangsung sejak tangal 18 Rayagung, dimulai dengan pembukaan pameran Dokumentasi Seni dan Komoditi Adat Jabar. Setiap hari dipertunjukkan pencak silat, nyiblung (musik air), kesenian dari Dayak Krimun, Indramayu, suling rando, tarawelet, karinding, dan suling kumbang dari [[Baduy]].
 
== Referensi ==