Wangsa Utsmaniyah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 36:
 
== Gelar ==
Anggota Wangsa Utsmaniyah menggunakan gelar-gelar yang diambil dari beberapa bahasa, utamanya dari bahasa Arab, Persia, dan Turki. Di antara gelar-gelar yang mereka sandang, sultan adalah gelar yang paling umum diketahui.
 
[[Sultan]] (سلطان) berasal dari bahasa Arab dan bermakna "kekuatan". Di Indonesia dan Barat, gelar ini adalah gelar yang paling umum diketahui untuk merujuk pemimpin Utsmani. Meski begitu, sejak abad keenam belas, gelar sultan tidak hanya disandang oleh pemimpin Utsmani, tetapi juga oleh semua anggota Wangsa Utsmani, dengan pangeran menyandang gelar ini di depan namanya dan putri di belakang namanya. Misalnya, Şehzade Sultan Mehmed dan Mihrimah Sultan, anak-anak Sultan [[Suleiman I|Suleyman Al Qanuni]]. Sebagaimana putri, permaisuri dan ibu suri juga menyandang gelar tersebut di belakang nama mereka. Penggunaan ini meegaskanmenegaskan konsep Utmani bahwa kedaulatan berada di tangan keluarga.
 
=== Pemimpin Utsmani ===
Gelar utama dari penguasa Utsmani adalah sultan, khan, dan padisyah, yang masing-masingnya berasal dari bahasa Arab, Turki, dan Persia. Selain itu, penguasa Utsmani juga memiliki gelar lain yang menunjukkan pengesahan klaim mereka sebagai pewaris atas negara-negara yang telah ditaklukannya.
 
Meski daftar Sultan Utsmani selalu dimulai dari [[Osman I]], nyatanya gelar sultan baru secara resmi digunakan pada masa cucunya, Murad I. Dua pemimpin Utsmani awal, Osman dan Orhan, meggunakan gelar ''[[bey]]'', yanggelar dalambahasa konteksTurki penguasauntuk kepala suku dan juga dapat disejajarkandiartikan dengan adipati. Mereka juga menggunakan gelar ''[[ghazi]]'' (غازي), istilah dalam bahasa Arab yang mengacu pada orang yang turut serta dalam perang jihad. Dalam tradisi bangsa Turki, nama disebut terlebih dahulu baru diikuti gelarnya. Misal: Osman Ghazi, Orhan Bey.
Sultan (سلطان) berasal dari bahasa Arab dan bermakna "kekuatan". Di Indonesia dan Barat, gelar ini adalah gelar yang paling umum diketahui untuk merujuk pemimpin Utsmani. Meski begitu, sejak abad keenam belas, gelar sultan tidak hanya disandang oleh pemimpin Utsmani, tetapi juga oleh anggota Wangsa Utsmani, dengan pangeran menyandang gelar ini di depan namanya dan putri di belakang namanya. Misalnya, Şehzade Sultan Mehmed dan Mihrimah Sultan, anak-anak Sultan [[Suleiman I|Suleyman Al Qanuni]]. Sebagaimana putri, permaisuri dan ibu suri juga menyandang gelar tersebut di belakang nama mereka. Penggunaan ini meegaskan konsep Utmani bahwa kedaulatan berada di tangan keluarga.
 
Pemimpin ketiga Negara Utsmani, [[Murad I]], mulai menanggalkan gelar ini dan mulai menggunakan gelar sultan pada tahun 1383. Namun karena gelar ini sudah digunakan oleh banyak pemimpin Muslim di dunia, pemimpin Utsmani mulai menggunakan variasi dari gelar ini untuk membedakan diri mereka dengan pemimpin Muslim lain yang statusnya lebih rendah. Murad I menyatakan dirinya sebagai ''sultan-i azam'' (سلطان اعظم, sultan agung). Bayezid I menggunakan gelar Sultan Rum. Rum sendiri adalah istilah Arab untuk Romawi.
=== Pemimpin Utsmani ===
 
Gelar utama dari penguasa Utsmani adalah sultan, khan, dan padisyah, yang masing-masingnya berasal dari bahasa Arab, Turki, dan Persia. Selain itu, penguasa Utsmani juga memiliki gelar lain yang menunjukkan pengesahan klaim mereka sebagai pewaris atas negara-negara yang telah ditaklukannya.
Gelar lain yang disandang pemimpin Utsmani adalah ''[[Khan (gelar)|khan]]'' (dieja '''han''<nowiki/>' dalam bahasa Turki), gelar bagi penguasa atau pemimpin militer Asia Tengah. Bersama gelar sultan, ''han'' digunakan sebagai penyebutan standard untuk pemimpin Utsmani, mencerminkan penggabungan warisan Islam dan Asia Tengah. Misal, Sultan Suleyman Han.
 
Masyarakat Utsmani sendiri lebih sering menyebut pemimpin mereka dengan ''padişah'' ('[[Padisyah|''padisyah'']]' dalam ejaan bahasa Indonesia). Gelar ini berasal dari bahasa Persia dan dapat disepadankan dengan '[[kaisar]]' atau '[[maharaja]]' dalam bahasa Indonesia. Dengan menyandang gelar ini, pemimpin Ustmani menyatakan superioritas mereka di atas para raja. Setelah [[penaklukan Konstantinopel]], pemimpin Utsmani juga menyandang gelar ''Kayser-i Rûm'' (Kaisar Romawi) sebagai pernyataan bahwa mereka adalah pewaris Kekaisaran Romawi.
 
Pemimpin Dinasti Ustmani juga menyandang gelar khalifah yang merupakan gelar bagi pemimpin umat Islam. Gelar ini mulai diklaim oleh Murad I dan secara resmi menjadi gelar pemimpin Utsmani setelah pada tahun 1517, Sultan [[Selim I]] menaklukan [[Kesultanan Mamluk (Kairo)|Kesultanan Mamluk Mesir]] yang berperan sebagai pelindung Khalifah Abbasiyah yang sudah kehilangan wilayah kekuasaan setelah [[Pengepungan Baghdad (1258)|serangan Mongol pada 1258]]. Wangsa Abbasiyah kemudian menyerahkan kedudukan khalifah kepada Wangsa Utsmaniyah dan gelar ini terus disandang pemimpin Utsmani sampai 1924.
Meski daftar Sultan Utsmani selalu dimulai dari Osman I, nyatanya gelar sultan baru secara resmi digunakan pada masa cucunya, Murad I. Dua pemimpin Utsmani awal, Osman dan Orhan, meggunakan gelar ''bey'' yang dalam konteks penguasa dapat disejajarkan dengan adipati.
 
{{Dinasti Eropa}}