Stoikisme: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 113:
Tokoh-tokoh Stoa atau para Stoik, dalam etika politik terbagi dalam dua golongan, yang anti-politik atau menjauhi keterlibatan politik, dan yang terlibat aktif dalam politik.<ref name="Sandbach" /><ref name="Rowe et al" /> Kedua kelompok tersebut memiliki pandangan yang berbeda.<ref name="Rowe et al" /> Bagi yang menjauhi dunia politik, alasan mereka adalah karena muak dengan perilaku elit politik, dan meyakini bahwa hukum yang patut ditaati bukanlah hukum negara, melainkan hukum alam yang diatur oleh sang ilahi.<ref name="Sandbach" /><ref name="Rowe et al" /> Selain itu, mereka masih sangat dipengaruhi oleh aliran [[Sinisisme]] yang mengecam keras pemerintahan tiran kala itu.<ref name="Rowe et al" /> Sedangkan yang memilih terlibat dan berkarier dalam dunia politik, Cicero misalnya, mengatakan bahwa tugas politik terdapat tugas suci yang dibebankan oleh Tuhan kepada manusia, ganjarannya adalah sorga.<ref name="Rowe et al" /> Dalam relasi dengan manusia lain, kita tak butuh hukum politik, namun harus hidup dalam persahabatan dan kekeluargaan dengan semua makhluk, seperti kutipan [[Plutarch]] (Moralia, 329A) dari [[Politeia]] karya Zeno<ref name="Sandbach" />,
 
{{cquote|Kita seharusnya hidup tidak dalam kota-kota atau wilayah yang terorganisasi, masing-masing kelompok dibedakan oleh pandangan kebaikan sendiri, tetapi seharusnya berpikir semua orang adalah warga dan anggota, dan seharusnya ada satu jalan hidup dan satu tatanan, seperti segerumbul rumput menyatu di padang|4=[[Zeno]] dari [[Citium]]}}
 
Alasannya sederhana, para Stoik awal menolak sistem pemerintahan kala itu, pemerintahan yang sangat tirani.<ref name="Rowe et al" /> Para Stoik awal juga menolak sistem dan ajaran pendidikan yang mengabaikan pentingnya hidup bersama dalam persahabatan, persaudaraan, dan anti permusuhan.<ref name="Rowe et al" /> Setiap sistem politik agaknya mereka tolak, bahkan penggunaan mata uang pun mereka tidak anjurkan.<ref name="Rowe et al">Christoper Rowe, Malcolm Schofield, Simon Harrison, and Melissa Lane., Sejarah Pemikiran Politik Yunani Romawi, Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2001, Hal. 522, 562,718,681</ref>
Baris 120:
 
Bagi Seneca, Cicero, dan Marcus Aurelius, seseorang yang memiliki jabatan politik harus memiliki integritas diri. Pemerintahan yang baik seharusnya bukan hanya dihuni orang-orang yang tahu kebijaksanaan -seperti pernah digagas oleh Plato dalam sistem pemerintahan Aristokrasi-, melainkan harus juga seorang sophis, yaitu orang yang benar-benar melakukan kebijaksanaan.<ref name="Rowe et al" /> Marcus Aurelius sendiri mengarang buku berjudul [[Meditations]] hingga 4 jilid yang berisi pentingnya seorang pejabat publik melakukan perenungan diri supaya dalam memerintah ia memiliki ketenangan batin, dan berjiwa pengorbanan.<ref name="Marcus Aurelius">{{en}} Great Books of the Western World, Edited by [[Mortimer J. Adler]], London: Encyclopedia Britannica, Inc., 2003</ref>
ref name="Rowe et al" /> Jadi, Stoa memang memiliki paradoks ajaran dalam berpolitik, ada yang anti-politik, dan ada pula yang justru dalam lingkaran politik.
 
== Etika Stoikisme ==