Ugamo Malim: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Parmalim adalah warga penganut atau penghayat sistem religius ("agama") Batak asli, terutama tersebar di daerah Toba Sumatera Utara. Meyakini Tuhan yaitu Mulajadi Nabolon. ini telah lebih dahulu dianut oleh masyarakat Batak Toba jauh sebelum masuknya agama-agama Iainnya. |
k Raja Mulia (link) |
||
Baris 8:
'''Ugamo Malim''' adalah kepercayaan dan keyakinan terhadap Pencipta alam semesta Tuhan Yang Maha Esa, Mulajadi Nabolon, yang merupakan kelanjutan dari perkembangan simultan sistem religius ke-Tuhanan yang dianut suku Batak sejak dahulu kala. Orang Batak memahami dan memaknai religiusitas dengan memperlakukan alam sebagai tumpuan hidup dan merupakan anugrah Mulajadi Nabolon yang harus dijaga, baik sebagai sumber kehidupan (keberadaan dirinya) maupun sebagai sumber penghidupan (keberlangsungan dan kepemilikan hidupnya). Spiritualitas memelihara alam ciptaaan Mulajadi Nabolon, dipadukan dengan rasa syukur dan berserah diri pada kuasa Sang Pencipta dipelihara dengan rirual-ritual yang diselaraskan dengan kronologi KEHIDUPAN dan PENGHIDUPAN. Beberapa ritual tersebut dilaksanakan dalam bentuk upacara persembahan kepada sang Pencipta. Aktivitas mempersiapkan perlengkapan upacara dan perlengkapan “Pelean” (persembahan), dilakukan dengan sangat hati-hati menurut tata laksana dan aturan ketentuan yang telah menjadi “Patik” dalam upacara terkait. Kegiatan menata persiapan upacara dan terutama menata “Pelean” persembahan dinamakan “mang-UGAMO-hon”. Selaras dengan itu orang-orang yang senantiasa melaksanakan ritual persembahan, mendapat julukan “par-UGAMO” atau “parugama” dalam bahasa Batak lama. Sebutan “parugamo” itu kembali populer di Toba, ketika pengaruh “religiusitas – asing” sudah marak di tanah Batak, menjadi entitas dan identitas orang yang eksis dengan sistem keyakinan religiusitas asli Batak. '''Ugamo''' artinya keberaturan, penataan dengan benar. Orang sering juga menyebut atau menuliskannya [[Agama Malim]].
Dalam bahasa Batak, orang yang menganut dan mengikuti serta menghayati ajaran Ugamo Malim disebut '''par-Ugamo Malim''', dan disingkatkan menjadi '''Parmalim'''. Namun dalam sebutan populer saat ini, kata '''Parmalim''' sering digunakan (pihak eksternal) juga untuk lembaga kepercayaan UGAMO MALIM itu sendiri. Sekumpulan orang dalam melaksanakan satu kegiatan dan satu tujuan dalam bahasa Batak disebut Punguan. '''Punguan Parmalim''' dapat diartikan sebagai perkumpulan penganut Ugamo Malim dan wadah maupun sarana tempat perkumpulan Parmalim melakukan ritual kepercayaanya. Punguan Parmalim (inganan parpunguan) sebagai identitas tempat ibadah dan lembaga perkumpulan parmalim. lazim digunakan sejak awal berdirinya '''Bale Pasogit Partonggoan''' di Hutatinggi Laguboti, yang diamanahkan Raja Sisingamangaraja – Raja Nasiakbagi – Patuan Raja Malim kepada muridnya Raja Mulia Naipospos.
Ringkasnya dapat diterangkan : ''Ugamo Malim'' adalah ajararan kepercayaan, ''Parmalim'' adalah orang penghayatnya, ''Bale Pasogit'' Parmalim adalah Pusat peribadatan Ugamo Malim. Sedangkan '''''Punguan Parmalim''''' memiliki dua maksud yang sangat berbeda yaitu; 1). Tempat perhimpunan/perkumpulan beribadah, unit warga parmalim bernaung dalam satu tempat peribadatan/ '''Bale Parsantian''' yang dipimpin seorang '''Ulu Punguan'''. Ulu Punguan menjalankan tugas dan fungsi yang didelegasikan Ihutan Parmalim dari Bale Pasogit Parmalim. Ulu Punguan mewakili Ihutan Parmalim memimpin peribadatan dalam lingkup Punguan Parmalim yang dipimpinnya. Dan 2) Organisasi Punguan Parmalim sebagai wadah penghayat Ugamo Malim (parmalim) untuk urusan non religiusitas (internal), dan dalam hubungan administratif Ugamo Malim dengan pemerintah dan masyarakat (eksternal).
== Sejarahnya ==
Semasa eksistensi Dinasty Sisingamangaraja, Bale Pasogit Pamujian ada di Bakkara, namun selama masa perang saat “penjajah” membumi-hanguskan Bakkara juga termasuk Bale Pasogit Sisingamngaraja ikut di bakar. Tatkala pengaruh asing melanda tanah Batak, menimbulkan berbagai guncangan sporadis pada tatanan kehidupan masyarakatnya sebagai akibat penjajahan Belanda dan aktivitas [[Penyebaran agama Kristen|penyebaran agama kristen]], Raja Sisingamangaraja mengamanatkan kepada muridnya untuk mendirikan Bale Pasogit kelak, sebagai wadah tempat “Pamujian Nabolon” menghimpun kelak orang-orang yang setia dengan keyakinan terhadap [[Mulajadi na Bolon|Mulajadi Nabolon]]. (Amanat tersebut kembali diingatkan setelah peristiwa 17 Juni 1907, oleh sosok yang menamakan diri Nasiakbagi seraya menunjuk tempat “kedudukan” dan gambar rupa Bale Pasogit yang akan didirikan kelak oleh [[Raja Mulia.)
Terkait amanah mendirikan Bale Pasogit, Raja Mulia melapor dan menyampaikan maksudnya kepada pemerintah Belanda melalui Kantor Demang di Balige sekitar tahun 1913. Pemerintah Belanda mengadakan penyelidikan atas kegiatan penyebaran ajaran Ugamo Malim selama beberapa tahun, barulah tahu 1921 Belanda mengizinkan Raja Mulia mendirikan Bale Pasogit di Hutatinggi Laguboti melalui Surat Contoleur van Toba Nomor 1494/13 '''''tanggal 25 Juni 1921'''''. Bermula dari sini, Ugamo Malim secara terbuka melaksanakan upacara ritual, pengembangan ajaran secara terpusat di Hutatinggi dibawah pimpinan Raja Mulia Naipospos.
|