Buddhisme: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Therry Hendry (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
k Penyesuaian istilah bhiksu menjadi biksu, karena sesuai KBBI adalah biksu
Baris 27:
Dalam Buddhisme Theravada, tujuan utama adalah pencapaian kebahagiaan tertinggi [[Nibbana]], yang dicapai dengan mempraktikkan [[Jalan Mulia Berunsur Delapan]] (juga dikenal sebagai [[Jalan Tengah]]), sehingga melepaskan diri dari apa yang dinamakan sebagai [[Samsara (Buddhisme)|siklus]] penderitaan dan [[Tumimbal lahir|kelahiran kembali]].{{sfn|Gethin |1998|pp=27–28, 73–74}} Buddhisme Mahayana, sebaliknya beraspirasi untuk mencapai [[kebuddhaan]] melalui jalan [[bodhisattva]], suatu keadaan di mana seseorang tetap berada dalam siklus untuk membantu makhluk lainnya untuk mencapai pencerahan.
 
Setiap aliran Buddha berpegang kepada [[Tripitaka]] sebagai referensi utama karena dalamnya tercatat sabda dan ajaran Buddha Gautama. Pengikut-pengikutnya kemudian mencatat dan mengklasifikasikan ajarannya dalam tiga buku yaitu ''[[Sutta Piṭaka]]'' (khotbah-khotbah Sang Buddha), ''[[Vinaya Piṭaka]]'' (peraturan atau tata tertib para bhikkhubiksu) dan ''[[Abhidhamma Piṭaka]]'' (ajaran hukum metafisika dan psikologi).
 
Seluruh naskah aliran Theravada menggunakan [[bahasa Pali]], yaitu bahasa yang dipakai di sebagian India (khususnya daerah Utara) pada zaman Sang Buddha. Cukup menarik untuk dicatat, bahwa tidak ada filsafat atau tulisan lain dalam bahasa Pali selain kitab suci agama Buddha Theravada, yang disebut kitab suci [[Tipitaka]], oleh karenanya, istilah "ajaran agama Buddha berbahasa Pali" sinonim dengan agama Buddha Theravada. Agama Buddha Theravada dan beberapa sumber lain berpendapat, bahwa Sang Buddha mengajarkan semua ajaran-Nya dalam bahasa Pali, di India, Nepal dan sekitarnya selama 45 tahun terakhir hidup-Nya, sebelum Dia mencapai Parinibbana<ref name="bec">{{cite web
Baris 59:
=== Empat Kebenaran Mulia ===
{{utama|Empat Kebenaran Mulia}}
Ajaran dasar Buddhisme dikenal sebagai '''Empat Kebenaran Mulia''' atau '''Empat Kebenaran Ariya''' (''Cattari Ariya Saccani''), yang merupakan aspek yang sangat penting dari ajaran Buddha. Sang Buddha telah berkata bahwa karena kita tidak memahami Empat Kebenaran Ariya, maka kita terus menerus mengitari siklus kelahiran dan kematian. Pada ceramah pertama Sang Buddha, ''Dhammacakka Sutta'', yang Ia sampaikan kepada lima orang bhikshubiksu di Taman Rusa di Sarnath, adalah mengenai Empat Kebenaran Ariya dan Jalan Ariya Beruas Delapan<ref>{{cite book
|last1 = [[K. Sri Dhammananda]]|first1 =
|title = Keyakinan Umat Buddha
Baris 80:
 
* '''Kebenaran Ariya tentang Dukkha''' (''Dukkha Ariya Sacca'')
Pada umumnya dukkha dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai penderitaan, ketidakpuasan, beban. Dukkha menjelaskan bahwa ada lima kemelekatan kepada dunia yang merupakan penderitaan. Kelima hal itu adalah kelahiran, umur tua, sakit, mati, disatukan dengan yang tidak dikasihi, dan tidak mencapai yang diinginkan. Guru Buddha bersabda, "Sekarang, O, para bhikshukubiksu, Kebenaran Ariya tentang Dukkha, yaitu : kelahiran adalah dukkha, usia tua adalah dukkha, penyakit adalah dukkha, kematian adalah dukkha, sedih, ratap tangis, derita (badan), dukacita, putus asa adalah dukkha; berkumpul dengan yang tidak disenangi adalah dukkha, berpisah dari yang dicintai adalah dukkha, tidak memperoleh apa yang diinginkan adalah dukkha. Singkatnya Lima Kelompok Kemelekatan merupakan dukkha. Semua yang Kita alami adalah dukkha."<ref name="catur"/>
 
* '''Kebenaran Ariya tentang Asal Mula Dukkha''' (''Dukkha Samudaya Ariya Sacca'')
Baris 105:
{{utama|Jalan Mulia Berunsur Delapan}}
[[Berkas:Dharma Wheel.svg|jmpl|''[[Dharmacakra]]'' melambangkan [[Jalan Mulia Berunsur Delapan]]]]
Dalam '''''Dhammacakkappavattana Sutta; Samyutta Nikaya 56.11 {S 5.420}''''', Guru Buddha mengajarkan Empat Kebenaran Ariya kepada Lima BhikkhuBiksu Pertama (''Panca Vaggiya BhikkhuBiksu''), yang di dalamnya terdapat Jalan yang Menuju Terhentinya Dukkha. Jalan itu disebut dengan Jalan Mulia Berunsur Delapan (''Ariya Atthangiko Magga''). Di dalam Jalan ini mengandung unsur ''sila'' (kemoralan), ''samadhi'' (konsentrasi), dan ''panna'' (kebijaksanaan)<ref>{{cite web
| url =http://bhagavant.com/home.php?link=dhamma_sari&n_id=51
| title = Jalan Mulia Berunsur Delapan (Ariya Atthangiko Magga)
Baris 228:
| quote = }}</ref> :
 
"Para bhikkhubiksu, cetana (kehendak)lah yang kunyatakan sebagai kamma. Setelah berkehendak, orang melakukan suatu tindakan lewat tubuh, ucapan atau pikiran."
 
Jadi, kamma berarti semua jenis kehendak (''cetana''), perbuatan yang baik maupun buruk/jahat, yang dilakukan oleh jasmani (''kaya''), perkataan (''vaci'') dan pikiran (''mano''), yang baik (''kusala'') maupun yang jahat (''akusala'').
Baris 259:
Perlu ditekankan bahwa Buddha bukan [[Tuhan]]. Konsep [[Tuhan dalam agama Buddha|ketuhanan dalam agama Buddha]] berbeda dengan konsep dalam [[agama Samawi]] di mana alam semesta diciptakan oleh Tuhan dan tujuan akhir dari hidup manusia adalah kembali ke [[surga]] ciptaan Tuhan yang kekal.
 
{{quotation|Ketahuilah para bhikkhubiksu bahwa ada sesuatu Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak. Duhai para BhikkhuBiksu, apabila tidak ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Diciptakan, Yang Mutlak, maka tidak akan mungkin kita dapat bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi para bhikkhubiksu, karena ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka ada kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu.|Sutta Pitaka, Udana VIII : 3}}
 
Ungkapan di atas adalah pernyataan dari Buddha yang terdapat dalam Sutta Pitaka, Udana VIII:3, yang merupakan konsep Ketuhanan Yang Mahaesa dalam agama Buddha. Ketuhanan Yang Mahaesa dalam [[bahasa Pali]] adalah '''''Atthi Ajatang Abhutang Akatang Asamkhatang''''' yang artinya "Suatu Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan dan Yang Mutlak". Dalam hal ini, Ketuhanan Yang Maha Esa adalah suatu yang tanpa aku (''anatta''), yang tidak dapat dipersonifikasikan dan yang tidak dapat digambarkan dalam bentuk apa pun. Tetapi dengan adanya Yang Mutlak, yang tidak berkondisi (asamkhata) maka manusia yang berkondisi (''samkhata'') dapat mencapai kebebasan dari lingkaran kehidupan (''samsara'') dengan cara bermeditasi<ref>{{cite web
Baris 351:
Sejarah Theravada tidak lepas dari sejarah Buddha Gautama sebagai pendiri agama Buddha. Setelah Sang Buddha [[parinibbana]] (543 SM), tiga bulan kemudian diadakan [[Sidang agung Buddhis|Sidang Agung Sangha]] (Sangha Samaya).
 
Diadakan pada tahun 543 SM (3 bulan setelah bulan Mei), berlangsung selama 2 bulan dipimpin oleh [[Y.A. Maha Kassapa]] dan dihadiri oleh 500 orang [[BhikkhuBiksu]] yang semuanya [[Arahat]]. Sidang diadakan di [[Goa Satapani]] di kota [[Rajagaha]]. Sponsor sidang agung ini adalah [[Raja Ajatasatu]]. Tujuan Sidang adalah menghimpun Ajaran Sang Buddha yang diajarkan kepada orang yang berlainan, di tempat yang berlainan dan dalam waktu yang berlainan. Mengulang [[Dhamma]] dan [[Vinaya]] agar Ajaran Sang Buddha tetap murni, kuat, melebihi ajaran-ajaran lainnya. [[Y.A. Upali]] mengulang Vinaya dan [[Y.A. Ananda]] mengulang Dhamma.
 
Sidang Agung Sangha ke-2, pada tahun 443 SM , [[di mana]] awal Buddhisme mulai terbagi menjadi 2. Di satu sisi kelompok yang ingin perubahan beberapa peraturan minor dalam Vinaya, di sisi lain kelompok yang mempertahankan Vinaya apa adanya. Kelompok yang ingin perubahan Vinaya memisahkan diri dan dikenal dengan Mahasanghika yang merupakan cikal bakal Mahayana. Sedangkan yang mempertahankan Vinaya disebut Sthaviravada.
Baris 367:
 
=== Kathina ===
Hari raya Kathina merupakan upacara persembahan jubah kepada Sangha setelah menjalani Vassa. Jadi setelah masa Vassa berakhir, umat Buddha memasuki masa Kathina atau bulan Kathina. Dalam kesempatan tersebut, selain memberikan persembahan jubah Kathina, umat Buddha juga berdana kebutuhan pokok para BhikkhuBiksu, perlengkapan vihara, dan berdana untuk perkembangan dan kemajuan agama Buddha.
 
=== Asadha ===
Kebaktian untuk memperingati Hari besar Asadha disebut Asadha Puja / Asalha Puja. Hari raya Asadha, diperingati 2 (dua) bulan setelah Hari Raya Waisak, guna memperingati peristiwa [[di mana]] Buddha membabarkan Dharma untuk pertama kalinya kepada 5 orang pertapa (Panca Vagiya) di Taman Rusa Isipatana, pada tahun 588 Sebelum Masehi. Kelima pertapa tersebut adalah Kondanna, Bhadiya, Vappa, Mahanama dan Asajji, dan sesudah mendengarkan khotbah Dharma, mereka mencapai arahat. Lima orang pertapa, bekas teman berjuang Buddha dalam bertapa menyiksa diri di hutan Uruvela merupakan orang-orang yang paling berbahagia, karena mereka mempunyai kesempatan mendengarkan Dhamma untuk pertama kalinya. Selanjutnya, bersama dengan Panca Vagghiya BhikkhuBiksu tersebut, Buddha membentuk Arya Sangha BhikkhuBiksu (Persaudaraan Para BhikkhuBiksu Suci) yang pertama (tahun 588 Sebelum Masehi ). Dengan terbentuknya Sangha, maka Tiratana (Triratna) menjadi lengkap. Sebelumnya, baru ada Buddha dan Dhamma (yang ditemukan oleh Buddha).
 
Tiratana atau Triratna berarti Tiga Mustika, terdiri atas Buddha, Dhamma dan Sangha. Tiratana merupakan pelindung umat Buddha. Setiap umat Buddha berlindung kepada Tiratana dengan memanjatkan paritta Tisarana ( Trisarana ). Umat Buddha berlindung kepada Buddha berarti umat Buddha memilih Buddha sebagai guru dan teladannya. Umat Buddha berlindung kepada Dhamma berarti umat Buddha yakin bahwa Dhamma mengandung kebenaran yang bila dilaksanakan akan mencapai akhir dari dukkha. Umat Buddha berlindung kepada Sangha berarti umat Buddha yakin bahwa Sangha merupakan pewaris dan pengamal Dhamma yang patut dihormati.
Baris 377:
 
=== Magha Puja ===
Hari Besar Magha Puja memperingati disabdakannya Ovadha Patimokha, Inti Agama Buddha dan Etika Pokok para BhikkhuBiksu. Sabda Sang Buddha di hadapan 1.250 Arahat yang kesemuanya arahat tersebut ditabiskan sendiri oleh Sang Buddha (Ehi BhikkhuBiksu:BhikkhuBiksu yang ditasbihkan sendiri oleh sang Buddha), yang kehadirannya itu tanpa diundang dan tanpa ada perjanjian satu dengan yang lain terlebih dahulu, Sabda Sang Buddha bertempat di Vihara Veluvana, Rajagaha.
Tempat ibadah agama Buddha disebut [[Vihara]].