Kesultanan Ternate: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika |
Hanya mengubah sedikit kata - katanya |
||
Baris 183:
Tak ingin menjadi Malaka kedua, sultan Khairun mengobarkan perang pengusiran Portugal. Kedudukan Portugal kala itu sudah sangat kuat, selain memiliki benteng dan kantong kekuatan di seluruh Maluku mereka juga memiliki sekutu–sekutu suku [[pribumi]] yang bisa dikerahkan untuk menghadang Ternate. Dengan adanya Aceh dan Demak yang terus mengancam kedudukan Portugal di Malaka, Portugal di Maluku kesulitan mendapat bala bantuan hingga terpaksa memohon damai kepada Sultan Khairun. Secara licik gubernur Portugal, [[Lopez de Mesquita]] mengundang Sultan Khairun ke meja perundingan dan akhirnya dengan kejam membunuh sultan yang datang tanpa pengawalnya.
Pembunuhan Sultan Khairun semakin mendorong rakyat Ternate untuk
Sultan Baabullah dijuluki penguasa 72 pulau yang semuanya berpenghuni hingga menjadikan Kesultanan Ternate sebagai kerajaan Islam terbesar di Indonesia timur, di samping Aceh dan Demak yang menguasai wilayah barat dan tengah Nusantara kala itu. Periode keemasaan tiga kesultanan ini selama abad 14 dan 15 entah sengaja atau tidak dikesampingkan dalam sejarah bangsa ini padahal mereka adalah pilar pertama yang membendung kolonialisme Barat.
Baris 189:
== Kedatangan Belanda ==
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Dominee Jansen en controleur Riem met de oudste zoon van de sultan voor het paleis van de sultan van Ternate TMnr 60011844.jpg|thumb|245px|Putra Sultan Ternate bersama seorang ''controleur'' dan seorang warga [[Belanda]] (sekitar tahun [[1900]]).]]
Kekalahan demi kekalahan yang diderita memaksa Ternate meminta bantuan [[Belanda]] pada tahun 1603. Ternate akhirnya berhasil menahan Spanyol namun dengan imbalan yang amat mahal. Belanda akhirnya secara perlahan-lahan menguasai Ternate. Pada tanggal 26 Juni 1607 Sultan Ternate menandatangani kontrak monopoli [[VOC]] di Maluku sebagai imbalan bantuan Belanda melawan Spanyol. Pada tahun 1607 pula Belanda membangun benteng Oranje di Ternate yang merupakan benteng pertama mereka di nusantara.
Baris 198:
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Lijfwacht van de Sultan van Ternate TMnr 60039372.jpg|thumb|right|220px|Pengawal Sultan Ternate pada tahun [[1910]]-an.]]
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Ingang van het paleis van de sultan van Ternate TMnr 60018584.jpg|thumb|right|220px|''Ngara Lamo'', gerbang Istana Kesultanan Ternate pada tahun [[1910]]-an.]]
Semakin lama cengkeraman dan pengaruh Belanda pada Ternate semakin kuat. Belanda dengan leluasa mengeluarkan peraturan yang merugikan rakyat lewat perintah sultan. Sikap Belanda yang
* Tahun 1635, demi memudahkan pengawasan dan mengatrol harga rempah yang merosot Belanda memutuskan melakukan penebangan besar–besaran pohon [[cengkeh]] dan [[pala]] di seluruh Maluku atau yang lebih dikenal sebagai [[Hongi Tochten]] yang menyebabkan rakyat mengobarkan perlawanan. Pada tahun 1641, dipimpin oleh raja muda Ambon, Salahakan Luhu, puluhan ribu pasukan gabungan Ternate, [[Hitu]] dan [[Makassar]] menggempur berbagai kedudukan Belanda di Maluku Tengah. Salahakan Luhu kemudian berhasil ditangkap dan dieksekusi mati bersama seluruh keluarganya pada tanggal 16 Juni 1643. Perjuangan lalu dilanjutkan oleh saudara ipar Luhu, Kapita Hitu Kakiali dan Tolukabessi hingga 1646.
|