Pati Unus: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 64:
Pada tahun 1518 Raden Patah, Sultan Demak I bergelar Alam Akbar Al Fattah mangkat, ia berwasiat supaya mantunya Pati Unus diangkat menjadi raja Demak berikutnya. Maka diangkatlah Pati Unus atau Raden Abdul Qadir bin Yunus, Adipati wilayah Jepara yang garis [[nasab]] ([[Patrilineal]])-nya adalah keturunan [[Bangsa Arab|Arab]] dan Parsi menjadi Sultan Demak II bergelar Alam Akbar At-Tsaniy.
 
== Ekspedisi Jihad I ==
[[Berkas:Djong Pati Unus.jpg|jmpl|Djong yang digunakan Pati Unus tahun 1513, dibandingkan dengan kapal galleon Barat.]]
Tahun 1512 giliran Samudra Pasai yang jatuh ke tangan Portugis. Hal ini membuat tugas Pati Unus sebagai Panglima Armada Islam tanah jawa semakin mendesak untuk segera dilaksanakan. Maka tahun 1513 dikirim armada kecil, expedisi jihad I yang mencoba mendesak masuk benteng Portugis di Malaka tapi gagal dan balik kembali ke tanah jawa. Kegagalan ini karena kurang persiapan menjadi pelajaran berharga untuk membuat persiapan yang lebih baik. Maka direncanakanlah pembangunan armada besar sebanyak 375 kapal perang di tanah Gowa, Sulawesi yang masyarakatnya sudah terkenal dalam pembuatan kapal.
 
Di tahun 1518 Raden Patah, Sultan Demak I bergelar Alam Akbar Al Fattah mangkat, beliau berwasiat supaya mantu beliau Pati Unus diangkat menjadi Sultan Demak berikutnya. Maka diangkatlah Pati Unus atau Raden Abdul Qadir bin Yunus, Adipati wilayah Jepara yang garis nasab (Patrilineal)nya adalah keturunan Arab dan Parsi menjadi Sultan Demak II bergelar Alam Akbar At-Tsaniy.
== Ekspedisi Jihad II ==
Memasuki tahun 1521, ke 375 kapal telah selesai dibangun, maka walaupun baru menjabat Sultan selama 3 tahun Pati Unus tidak sungkan meninggalkan segala kemudahan dan kehormatan dari kehidupan keraton bahkan ikut pula 2 putranya (yang masih sangat remaja) dari pernikahan dengan putri Raden Patah dan seorang putra lagi (yang juga masih sangat remaja) dari seorang seorang isteri, anak kepada Syeikh Al Sultan Saiyid Ismail, Pulau Besar, dengan risiko kehilangan segalanya termasuk putus nasab keturunan, tetapi sungguh Allah membalas kebaikan orang-orang yang berjuang di jalannya.