Maria Catarina Sumarsih: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 2:
'''Maria Catarina Sumarsih''' ({{lahirmati|[[Salatiga]],[[Jawa Tengah]]|5|5|1952}}) adalah ibu dari [[Benardinus Realino Norma Irawan]] (Wawan) mahasiswa Universitas Atma Jaya yang tewas saat [[Tragedi Semanggi|peristiwa Semanggi I]].
 
Ia menamatkan pendidikan [[Sekolah Rakyat]] pada tahun 1963 dan melanjutkan ke tingkat Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP) dan akhirnya menyelesaikan Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA) Negeri di [[Salatiga]] tahun 1969.<ref>{{Cite book|title=Ingatan Yang Menjadi Peluru; Sumarsih, Keluarga Korban Peristiwa Semanggi I|last=-|first=KontraS|publisher=KontraS|year=2009|isbn=|location=Jakarta|pages=1}}</ref> Ia menikah dengan Arief Priyadi pada tanggal 5 Desember 1978 dan dikarunia dua orang anak yaitu Bernardinus Realino Norma Irmawan atau Wawan dan BenecdictaBenedicta Raosalia Irma Normaningsih. Pada tahun 1977 ia pindah ke [[Jakarta]]. Hingga tahun 1983 ia mengajar di [[SMP Budi Murni]] [[Jakarta Barat]], sampai akhirnya ia diterima bekerja di [[Sekretariat Jendral DPR RI]].
 
== Kehidupan Pribadi ==
Sumarsih merupakan anak pertama dari enam bersaudara yang dibesarkan di keluarga berbudaya Jawa, dimana orangtua Sumarsih menganut aliran [[Kejawen]].<ref name=":0">{{Cite book|title=Ingatan Yang Menjadi Peluru; Sumarsih, Keluarga Korban Peristiwa Semanggi I|last=-|first=KontraS|publisher=KontraS|year=2009|isbn=-|location=Jakarta|pages=2}}</ref> Didorong oleh dampak dari peristiwa pada tahun 1965-1966, warga negara Indonesia diharuskan untuk memeluk salah satu agama yang diakui negara, atau akan dicap sebagai komunis.<ref name=":0" /> Atas dasar hal tersebut, Sumarsih memutuskan untuk memeluk agama Katholik. Pada tahun 1976, Sumarsih menikah dengan Arief Priyadi dan dikaruniai 1 anak laki-laki dan 1 anak perempuan yang diberi nama Bernardinus Realino Norma Irawan yang lahir pada tanggal 15 Mei 1978 dan Benedicta Rosalia Irma Normaningsih yang lahir pada tanggal 14 Januari 1980.<ref>{{Cite book|title=Ingatan Yang Menjadi Peluru; Sumarsih, Keluarga Korban Peristiwa Semanggi I|last=-|first=KontraS|publisher=KontraS|year=2009|isbn=|location=Jakarta|pages=2-3}}</ref> Pada tahun 80an1980an, Sumarsih bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Sekretariat Jenderal DPR-RI, dan Arief, sang suami, bekerja sebagai peneliti di ''[[Centre for Strategic and International Studies (Indonesia)|Centre for Strategic and International Studies]]'' (CSIS).<ref>{{Cite book|title=Ingatan Yang Menjadi Peluru; Sumarsih, Keluarga Korban Peristiwa Semanggi I|last=-|first=KontraS|publisher=KontraS|year=2009|isbn=|location=Jakarta|pages=3}}</ref>
 
== Tragedi Semanggi ==
Pada hari Jum'at, 13 November 1998, Sumarsih mendapat telepon dari Wawan bahwa keadaan sedang genting di depan Universitas Atma Jaya, dengan aparat militer mengepung para mahasiswa yang sedang berunjuk rasa.<ref name=":1">{{Cite book|title=Saatnya Korban Berbicara: Menatap Derap Merajut Langkah|last=Chamim|first=Mardiya|publisher=Jaringan Solidaritas Untuk Kemanusiaan|year=2009|isbn=|location=Jakarta|pages=71-73}}</ref> Lewat telepon itu, Wawan mengabarkan bahwa ia tidak akan pulang. Sekitar pukul 17:00, Sumarsih mendapat telepon kedua yang datang dari teman Wawan bernama Yvone. Dari pembicaraan tersebut, Yvone menanyakan keberadaan Wawan dan Ia mengakhiri pembicaraan dengan berjanji mencari keberadaan Wawan. Tidak lama setelah telepon dari Yvone, Sumarsih mendapat telepon dari Romo Sandiyawan Sumardi SJ yang mengabarkan bahwa Wawan telah tertembak dan telah dibawa ke Rumah Sakit Jakarta.<ref>{{Cite book|title=Ingatan Yang Menjadi Peluru; Sumarsih, Keluarga Korban Peristiwa Semanggi I|last=-|first=KontraS|publisher=KontraS|year=2009|isbn=|location=Jakarta|pages=5}}</ref> Sumarsih bersama dengan Arief, Irma dan adiknya sampai di Rumah Sakit Jakarta dan segera menuju basement Ruman Sakit. Di ruang jenazah basement Rumah Sakit Jakarta, Wawan telah diletakkan di keranda terbuka, dari kaos putih yang Ia kenakan terlihat lubang bekas penembakan.<ref name=":1" /> Dari hasil otopsi yang dilakukan oleh dr. Budi Sampurno, ditemukan bahwa Wawan tewas dengan tembakan peluru tajam. Setelah otopsi, sekitar pukul 00:30, jenazah Wawan diantarkan ke kediamannya.<ref>{{Cite book|title=Ingatan Yang Menjadi Peluru; Sumarsih, Keluarga Korban Peristiwa Semanggi I|last=-|first=KontraS|publisher=KontraS|year=2009|isbn=|location=Jakarta|pages=7}}</ref> Menurut kesaksian Ita F. Nadia, seorang senior di Tim Relawan untuk Kemanusiaan (TRuK) dan Dian, Wawan tertembak saat ia sedang berusaha menolong salah satu korban yang tertembak di halaman kampus. Dian menambahkan bahwa saat kejadian, Wawan telah bertanya kepada salah satu aparat militer untuk menolong korban dan diperbolehkan. Wawan juga melambaikan bendera putih sebagai simbol posisinya yang netral, akan tetapi Ia tertembak di bagian dada saat ia sedang dalam posisi mengangkat korban sambil menggantung tas yang berisi obat-obatan.<ref>{{Cite book|title=Ingatan Yang Menjadi Peluru; Sumarsih, Keluarga Korban Peristiwa Semanggi I|last=-|first=KontraS|publisher=KontraS|year=2009|isbn=|location=Jakarta|pages=10-11}}</ref>
 
== Pejuang HAM ==