Berawal pada akhir abad ke 17 seorang saudagar [[Belanda]], eks [[VOC]], bernama [[Cornelis Chastelein]] (1657–1714) membeli tanah di Depok seluas 12,44 km persegi (hanya 6,2% dari luas
kota Depok saat ini yang luasnya 200,29 km persegi) atau kurang dari 4 kali luas kampus [[Universitas Indonesia|UI]] Depok. Pusat titik KM 0 pada Depok jaman dahulu adalah Tugu Depok yang berlokasi di halaman rumah sakit Harapan Depok. Dengan harga 700 ringgit, dan status tanah itu adalah tanah partikelir atau terlepas dari kekuasaan [[Hindia Belanda]]. Cornelis Chastelein menjadi tuan tanah, yang kemudian menjadikan Depok memiliki pemerintahan sendiri, lepas dari pengaruh dan campur tangan dari luar. Daerah otonomi Chastelein ini dikenal dengan sebutan Het Gemeente Bestuur van Het Particuliere Land Depok. Pada zaman kemerdekaan Depok ini menjadi sebuah kecamatan yang berada di lingkungan [[Kewedanaan]] (Pembantu Bupati) wilayah Parung [[Kabupaten Bogor]].
Depok bermula dari sebuah Kecamatan yang berada di lingkungan Kewedanaan (Pembantu Bupati) wilayah Parung Kabupaten Bogor, kemudian pada tahun 1976 perumahan mulai dibangun baik oleh Perum Perumnas maupun pengembang yang kemudian diikuti dengan dibangunnya kampus [[Universitas Indonesia]] (UI), serta meningkatnya perdagangan dan Jasa yang semakin pesat sehingga diperlukan kecepatan pelayanan.