''Ramadan'' {{KBBI-D-V-2016|Ramadan|Ra.ma.dan|n | bulan ke-9 tahun Hijriah (29 atau 30 hari), pada bulan ini orang Islam yang sudah akil balig diwajibkan berpuasa}}<ref name="a">{{cite web |author = [[Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa]] |title = KBBI Daring |website = kbbi.kemdikbud.go.id |url = https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Muharam |year = 2016 |edition = 5 |location = Jakarta|ref = harv|access-date=2018-06-30}}</ref> berasal dari akar kata <big><big> ر م ﺿ </big></big>, yang berarti [[panas]] yang menyengat. Bangsa [[Babilonia]] yang budayanya pernah sangat dominan di utara [[Jazirah Arab]] menggunakan ''luni-solar calendar'' (penghitungan tahun berdasarkan bulan dan matahari sekaligus). [[Kalender Islam|Bulan kesembilan]] selalu jatuh pada musim panas yang sangat menyengat. Sejak pagi hingga petang batu-batu gunung dan pasir gurun terpanggang oleh sengatan matahari musim panas yang waktu siangnya lebih panjang daripada waktu malamnya. Di malam hari panas di bebatuan dan pasir sedikir reda, tapi sebelum dingin betul sudah berjumpa dengan pagi hari. Demikian terjadi berulang-ulang, sehingga setelah beberapa pekan terjadi akumulasi panas yang menghanguskan. Hari-hari itu disebut bulan Ramadan, bulan dengan panas yang menghanguskan.
Setelah umat [[Islam]] mengembangkan kalender berbasis bulan, yang rata-rata 11 hari lebih pendek dari kalender berbasis Matahari, bulan Ramadan tak lagi selalu bertepatan dengan musim panas. Orang lebih memahami 'panas'nya Ramadan secara ''metaphoric'' (kiasan). Karena di hari-hari Ramadan orang berpuasa, tenggorokan terasa panas karena kehausan. Atau, diharapkan dengan ibadah-[[ibadah]] Ramadan maka dosa-dosa terdahulu menjadi hangus terbakar dan seusai Ramadan orang yang berpuasa tak lagi berdosa.