Ibnu Batutah: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 144:
Pada tahun 1345, Ibnu Batutah tiba di Bandar [[Quanzhou]], di Provinsi [[Fujian]], Negeri Tiongkok, yang kala itu diperintah oleh [[suku Mongol|bangsa Mongol]]. Salah satu hal pertama yang ia cermati adalah sebutan umat Muslim bagi bandar itu, yakni "Zaitun", walau tak sebatang pun pohon zaitun yang dapat ia temukan di Negeri Tiongkok. Ibnu Batutah mengagumi kepiawaian para seniman pribumi dalam melukis wajah orang-orang asing yang baru saja tiba; hal ini dilakukan demi kepentingan keamanan. Ibnu Batutah memuji-muji para pengrajin serta [[sutra]] dan [[tembikar]] yang mereka hasilkan; ia juga memuji buah-buahan Tiongkok seperti persik dan semangka, serta mengagumi manfaat-manfaat uang kertas.{{sfn|Dunn|2005|p = 258}} Ia meriwayatkan proses pengerjaan kapal-kapal besar di Bandar Quanzhou.<ref>تحفة النظار في غرائب الأمصار وعجائب الأسفار,ابن بطوطة,ص 398</ref> Ia juga mencermati budaya boga orang Tionghoa, dan pemanfaatan berbagai jenis daging satwa sebagai bahan pangan, seperti katak, babi, bahkan anjing, yang dijual orang di pasar-pasar. Ia memperhatikan ukuran ayam-ayam Tiongkok yang menurutnya lebih besar daripada ayam yang biasa ia lihat. Sekalipun demikian, para pengkaji mendapati banyak kekeliruan dalam keterangan Ibnu Batutah mengenai Tiongkok, misalnya saja [[Sungai Kuning]] dikacaubalaukan dengan [[Terusan Besar Tiongkok|Terusan Besar]] serta terusan-terusan lain di Tiongkok, dan menyangka bahwa tembikar terbuat dari batu bara.<ref>{{cite book |url=https://books.google.com/books?id=DSfvfr8VQSEC&pg=PA67#v=onepage&q&f=false |title=Marco Polo's China: A Venetian in the Realm of Khubilai Khan |first=Stephen G. |last=Haw |page=67 |publisher=Routledge |isbn=9781134275427 |deadurl=no |archiveurl=https://web.archive.org/web/20161224083616/https://books.google.com/books?id=DSfvfr8VQSEC&pg=PA67#v=onepage&q&f=false |archivedate=24 Desember 2016 |df=dmy-all }}</ref>
Di Quanzhou, Ibnu Batutah disambut oleh pemimpin saudagar Muslim (mungkin seorang 番長, ''fānzhǎng'', pemimpin orang asing)dan ''Syaikhul Islam'' ([[imam]]) bandar itu, yang menyongsong kedatangannya dengan kibaran [[bendera|panji-panji]], tabuhan [[genderang]], tiupan [[terompet|sangkakala]], dan barisan pemain musik.<ref>{{cite web |url=http://www.muslimheritage.com/uploads/China%201.pdf |format=PDF |title=Jewel of Chinese Muslim’s Heritage |website=Muslimheritage.com |accessdate=2017-03-14 |deadurl=no |archiveurl=https://web.archive.org/web/20170102064316/http://www.muslimheritage.com/uploads/China%201.pdf |archivedate=2 Januari 2017 |df=dmy-all }}</ref> Ibnu Batutah mencermati bahwa umat Muslim di bandar itu tinggal di kawasan permukiman tersendiri, tempat mereka membangun mesjid-mesjid, pasar-pasar, dan rumah-rumah sakit sendiri. Di Quanzhou, ia berjumpa dengan dua tokoh terkemuka asal Persia, yakni Burhanudin dari [[Kazerun]] dan Syarifudin dari [[Tabriz]],<ref name="google">{{cite book|title=Mapping the Chinese and Islamic Worlds: Cross-Cultural Exchange in Pre-Modern Asia|author=Park, H.|date=2012|publisher=Cambridge University Press|isbn=9781107018686|url=https://books.google.com/books?id=W-2iWcxD2e8C|page=237|accessdate=13 Juni 2015|deadurl=no|archiveurl=https://web.archive.org/web/20180224110012/https://books.google.com/books?id=W-2iWcxD2e8C|archivedate=24 Februari 2018|df=dmy-all}}</ref>
Ibnu Batutah kemudian melanjutkan perjalanan ke arah selatan, menyusuri kawasan pesisir Tiongkok, menuju Bandar [[Guangzhou]], dan menginap selama dua pekan di rumah salah seorang saudagar kaya di bandar itu.{{sfn|Dunn|2005|p=259}}
|