Instruksi Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta 1975: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k penambahan text peraturan sesuai sumber asli |
|||
Baris 1:
Yogyakarta 5 Maret 1975
'''TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH'''
'''DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA'''
No 13.
Tahun 1975
Kepala Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta
No: K.898/I/75
Lam: -
Hal: Penyeragaman Policy Pemberian hak atas tanah kepada seorang WNI non Pribumi
Kepada:
Yth Bupati/Walikota Kepala Daerah seluruh Daerah Istimewa Yogyakarta
'''INSTRUKSI'''
Sebagaimana diketahui policy Pemerintah Daerah Derah Istimewa Yogyakarta hingga sekarang belum memberikan hak milik atas tanah kepada seorang Warganegara Indonesia non Pribumi yang memerlukan tanah.
Guna penyeragaman policy pemberian hak atas tanah dalam wilayah Daerah Istimewa Yogyakarata kepada seorang Warganegara Indonesia Non Pribumi dengan ini diminta:
Apabila ada seorang Warganegara Indonesia non Pribumi membeli tanah hak milik rakyat, hendaknya diproseskan sebagaimana biasa, ialah dengan melalui pelepasan hak, sehingga tanahnya kembali menjadi tanah Negara yang dikuasai langsung oleh Pemerintah Daerah DIY dan kemudian yang berkepentingan/melepaskan supaya mengajukan permohon Kepada Kepala Daerah DIY untuk mendapatkan sesuatu hak.
kemudian hendaknya menjadi perhatian dan dilaksanakan sebagai mana mestinya
WAKIL KEPALA DAERAH
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
'''PAKU ALAM VIII'''
== Sejarah ==
Baris 6 ⟶ 41:
[[Berkas:Hamengkubawono IX Official Portrait.jpg|jmpl|kiri|[[Hamengku Buwono IX]] mencabut hak milik Tionghoa di Yogyakarta atas dasar Tionghoa berpihak pada Belanda.]]
Pada [[1948]], saat [[Agresi Militer Belanda II]], [[Hamengku Buwono IX]] mencabut hak milik etnis Tionghoa karena dianggap memihak [[Belanda]]. Pada [[1950]], meskipun NKRI berhasil dipertahankan, HB IX masih menangguhkan pencabutan hak milik tanah kepada etnis Tionghoa meskipun masih diperbolehkan untuk tinggal di Yogyakarta dalam rangka memberikan ketenangan.<ref name="nusantarakini">[http://nusantarakini.com/2016/11/20/sikap-sri-sultan-hamengkubuwono-ix-terhadap-etnis-tionghoa-begini-kisahnya/ Sikap Sri Sultan Hamengkubuwono IX Terhadap Etnis Tionghoa. Begini Kisahnya]</ref>
Pencabutan hak milik tanah tersebut menjadi semakin dipadatkan saat [[Paku Alam VIII]] memberlakukan Instruksi 1975.<ref name="nusantarakini" /> Para [[investor]] dan [[cukong]] beberapa kali menggugat aturan tersebut kepada [[Mahkamah Agung]] dengan alasan bersifat [[rasis]] dan tidak adil namun tidak dikabulkan dengan alasan status [[daerah istimewa]] yang dimiliki oleh DIY.<ref name="nusantarakini" />
|