Instruksi Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta 1975: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
→Sejarah: penambahan berita terbaru |
penambahan fakta dari sumber yang dapat dipercaya |
||
Baris 78:
Majelis Hakim diketuai Cokro Hendro Mukti dengan hakim anggota Nuryanto dan Sri Harsiwi dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta pada Selasa (20/2/2018). , Menolah seluruh permohonan penggugat.
== '''Cino wurung, Jowo tanggung, Londo pun durung''' ==
== Isi putusan [2]Lihat pula ==▼
Sejarah Yogya dan Tionghoa sudah bermula lama sekali, tercatat dalam sejarah, RM Said Pangeran Sambernyawa pada tahun 1741 sudah memimpin laskar Tionghoa dalam serangkaian pemberontakan pada Belanda yang terjadi di Jawa.
pada masa masa setelah peristiwa tersebut, tercatat ada tiga trah keturunan Tionghoa di lingkungan Keraton Yogyakarta, yaitu: Trah Secodiningrat, Trah Honggodrono, dan Trah Kartodirjo. Diantara ke 3 trah tersebut, yang menonjol adalah Secadiningrat, yang dimulai dari sesorang bernama Tan Jin Sing yang kemudian atas restu penguasa Yogya menjadi bupati salah satu wilayahnya dengan gelar K.R.T Secodiningrat, kelak ibeliau ini turut berperan dalam penemuan Candi Borobudur.
Masyarakat Tionghoa berpendapat K.R.T. Secodiningrat mempunyai bakat dalam hal memadukan antara kebudayaan Cina dan unggah-ungguh (sopan-santun) Jawa. Adapun mereka yang tidak senang kepadanya, acapkali menyindirkannya dengan ungkapan berlanggam senada: '''"Cino wurung, Jowo Nanggung, Londo pun durung"''' atau dengan kata lain, Cina ya tidak lagi, Jawa ya tanggung, jadi Belanda pun belum. setelah masa itu, pada awal abad 20 hubungan baikpun tetap belanjut.
* [[Tionghoa Jawa]]
|