Instruksi Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta 1975: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Irslamet (bicara | kontrib)
Membalikkan revisi 14037196 oleh Bagas Chrisara (bicara)
Tag: Pembatalan
Irslamet (bicara | kontrib)
tambahan sumber dan link
Baris 1:
Pada tanggal 5 Maret 1975 di Yogyakarta, diterbikan sebuah peraturan yang sampai saat ini masih menimbulkan kontroversi yaitu "'''Instruksi Wakil Kepala Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor K.898/I/A/1975 tentang Penyeragaman Policy Pemberian Hak atas Tanah Kepada Seorang WNI Non Pribumi"''' atau yang disingkat Instruksi"I'''nstruksi 1975"''', Instruksi Wagub DIY 1975, atau Paku Alam VIII, pembuat Instruksi 1975 yang melarang pemberian hak milik tanah kepada warga negara non-pribumi di DIY
 
Berikut adalah Salinan dari Instruksi Wakil Kepala Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor K.898/I/A/1975
 
Yogyakarta 5 Maret 1975
 
Baris 36 ⟶ 40:
 
'''PAKU ALAM VIII'''
 
Source: http://selamatkanbumi.com/wp-content/uploads/2016/04/Gambar-2_Instruksi-Kepala-Daerah-1975-730x1024.jpg
 
== Sejarah ==
Baris 41 ⟶ 47:
[[Berkas:Hamengkubawono IX Official Portrait.jpg|jmpl|kiri|[[Hamengku Buwono IX]] ]]
 
Sejarah panjang Yogyakarta dari zaman Belanda yang menyebabkan [[Hamengkubuwana IX|Sultan Hamengku Buwono IX]] kala itu menerbitkan Surat Instruksi [[Instruksi Wakil GubernurKepala DIYDaerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor K.898/I/A/1975]] tentang LaranganPenyeragaman KepemilikanPolicy Pemberian Hak atas Tanah bagiKepada WargaSeorang NonpribumiWNI ituNon Pribumi atau yang disingkat Instruksi 1975, Instruksi Wagub DIY 1975, atau [[Paku Alam VIII]], pembuat Instruksi 1975 yang memerintahkan agar tidak memberikan milik tanah kepada warga negara non-pribumi, peraturan ini tidak hanya terbatas pada golongan Tionghoa, tetapi juga warga nonpribumi lainnya. Sebab, di dalam peraturan tersebut hanya menyebutkan nonpribumi. di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
 
Instruksi Wakil Kepala Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor K.898/I/A/1975 tentang Penyeragaman Policy Pemberian Hak atas Tanah Kepada Seorang WNI Non Pribumi atau yang disingkat Instruksi 1975, Instruksi Wagub DIY 1975, atau Paku Alam VIII, pembuat Instruksi 1975 yang melarang pemberian hak milik tanah kepada warga negara non-pribumi di DIY
 
Instruksi 898/1975 adalah sebuah surat instruksi yang dibuat oleh Wakil Gurbernur Yogyakarta Paku Alam VIII yang memerintahkan agar tidak memberikan milik tanah kepada warga negara non-pribumi, peraturan ini tidak hanya terbatas pada golongan Tionghoa, tetapi juga warga nonpribumi lainnya. Sebab, di dalam peraturan tersebut hanya menyebutkan nonpribumi. di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
 
Sejarah dimulai ketika [[Hindia Belanda]] (Indonesia) saat itu dipimpin oleh Gubernur [[Meester in de Rechten]] [[Herman Willem Daendels]] antara tahun 1808–1811.
 
Dimana saat itu banyak warga pribumi menjual tanah ke perusahaan asing. Saat kepemimpinan dilanjutkan oleh Gubernur Jenderal [[Johannes van den Bosch]] pada tahun 1830, saat itu diberlakukan tanam paksa. Hingga akhirnya ada peraturan Belanda staatsblad tahun 1870 dan akhirnya diturunkan dengan peraturan ground-vervreemdings-verbod yang berisi larangan bagi pribumi untuk menjual tanahnya ke warga asing. Aturan ini tertuang di dalam staatsblad tahun 1875 No 179.
 
Pada tahun 1870, saat modal asing diizinkan untuk masuk, hal ini disebut Opendeur-Politik atau politik pintu terbuka. Saat tahun 1870, pemerintah Hindia Belanda mendapatkan protes dari kalangan sendiri, lalu menghapus tanam paksa di Pulau Jawa dan menggantinya dengan politik pintu terbuka, hingga pemerintah Belanda menerapkan [[Undang-Undang Agraria 1870|Undang– Undang Agraria 1870.]]
 
Salah satu alasannya melindungi masyarakat petani dari pengusaha yang mempunyai modal besar
 
Risjkblaad 1915 Nomor 23, dilakukan reorganisasi dengan tujuan memberikan hak atas tanah kepada rakyat biasa dengan hak-hak yang kuat. Tanah [[Sultan Ground|sultan ground]] dibagi dua, yaitu Tanah Mahkota dan Sultanaad Ground. Selain itu, milik Kadipaten Pakulaman, mengatur hal yang sama.
 
Proses sejarah panjang itu diperkuat dengan adanya [[Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945|UUD 1945]] Pasal 18 b ayat 1 dan 2 tentang daerah khusus dan istimewa serta masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya hingga lahirlah UU Keistimewaan DIY. "Pasal 18 b UUD 45 mengakui asal-usul hukum adat yang berlaku dan UU No 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan DIY.
 
Artinya, kewenangan otonomi demi untuk menyejahterakan masyarakat supaya tidak ada ketimpangan, dan didasarkan sejarah
Baris 65 ⟶ 67:
image
 
(Prof Suyitno, Ahli pertanahan Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Anggota Parampara Praja DI Yogyakarta)<ref>{{Cite news|url=https://www.radarjogja.co.id/2016/08/31/delapan-tokoh-dilantik-menjadi-parampara-praja/|title=Delapan Tokoh Dilantik Menjadi Parampara Praja • Radar Jogja|date=2016-08-31|newspaper=Radar Jogja|language=id-ID|access-date=2018-07-16}}</ref>
 
== '''Gugatan''' ==