Wikipedia:Bak pasir: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Pitrahutomo (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
sejarah politik hukum indonesia |
||
Baris 1:
{{Bakpasir}}
<!-- Uji coba dilakukan di baris di bawah ini --
'''<u>
SEJARAH POLITIK HUKUM INDONESIA'''</u>--~~~~
----
'''I. Pada Masa Prakemerdekaan'''
'''1. masa vereenigde oost indische compagnie (VOC) (1602-1799)'''
masa pemberlakuan hukum pidana barat di mulai setelah bangsa belanda datang ke wilayah nusantara, yaitu di tandai dengan di berlakukannya beberapa peraturan pidana oleh VOC . VOC sebenarnya adalah kongsi dagang belanda yang diberikan “kekuasaan wilayah” di nusantara oleh pemerintah belanda . hak keistimewaan VOC berbentuk hak octoori staten general yang meliputi monopoli pelayaran dan perdagangan, mengumumkan perang, mengadakan perdamaian dengan kerajaan-kerajaan di nusantara, dan mencetak uang . pemberian hak demikian memberikan konsekuensi bahwa VOC memperluas daerah jajahannya di kepulauan nusantara . dalam usahanya untuk memperbesar keuntungan , VOC memaksakan aturan-aturan yang dibawanya dari eropa untuk ditaati orang-orang pribumi . setiap peraturan yang dibuat VOC diumumkan dalam bentuk plakaat, tetapi pengumuman itu tidak disimpan dalam arsip .
plakaat itu kemudian dilepas tanpa disimpan sehingga tidak dapat diketahui peraturan mana yang masih berlaku dan yang sudah tidak berlaku lagi . keadaan demikian menimbulkan keinginan VOC untuk mengumpulkan kembali peraturan-peraturan itu. Kumpulan peraturan-peraturan itu disebut sebagai statuten van Batavia ( statuta betawi)yang dibuat pada tahun 1642.
Pada tahun 1766 statuta Batavia itu dibuat kembali dan dihasilkan statuta Batavia baru. statuta itu berlaku sebagai hukum positif baik bagi orang pribumi maupun bagi orang asing , dengan mempunyai kekuatan hokum yang sama dengan peraturan-peraturan lain. Walaupun statute tersebut berisi kumpulan peraturan-peraturan, namun belum dapat disebut sebagai kodifikasi hukum karena belum tersusun secara sistematis. Dalam perkembangannya, salah seorang gubernur jendral VOC, yaitu Piter Both juga diberikan kewenangan untuk memutuskan perkara pidana yang terjadi di peradilan-peradilan adat.
alasan VOC mencapuri
urusan peradilan pidana adat ini disebabkan beberapa hal, antara lain :
• sistem pemidanaan yang dikenal dalam hukum pidana adat tidak memadai untuk dapat memaksakankepada penduduknya agar mentaati peraturan-peraturan
• sistem peradilan pidana adat terkadang tidak mampu menyelsaikan perkara pidana yang terjadi karena permasalahan alat bukti
• adanya perbedaan pemahaman mengenai kejahatan dan pelanggaran antara hukum pidana yang di bawa oleh VOC.sebagai contoh : suatu perbuatan yang menurut hukum pidana adat bukanlah dianggap sebagai kejahatan, namun menurut pendapat VOC perbuatan tersebut dianggap kejahatan, sehingga perlu dipidana setimpal.
Bentuk campur tangan VOC dalam hokum pidana adat adalah terbentuknya pepakem cirebon yang digunakan para hakim dalam peradilan pidana adat . pepakem cirebon itu berisi antara lain mengenai sistem pemidanaan seperti : pemukulan, cap bakar, dirantai dan sebagainya. Pada tahun 1750 VOC juga menghimpun dan mengeluarkan kitab hokum muchtaraer yang berisi hokum pidana Islam.
Pada tanggal 31 Desember 1799 VOC di bubarkan oleh pemerintah belanda dan pendudukan wilayah Nusantara digantikan oleh inggris . Gubernur Jendral Rafllesyang dianggap sebagai gubenur jendral terbesar dalam sejarah koloni Inggris di Nusantara tidak mengadakan perubahan-perubahan terhadap hokum yang telah berlaku . Dia bahkan dianggap sangat menghormati hokum adat.
'''2. Masa Besluiten Regering (BR) (1814-1855).'''
Setelah Inggris meninggalkan Nusantara pada tahun 1810, Belanda menduduki kembali wilayah Nusantara. Pada masa ini, peraturan terhadap koloni diserahkan kepada raja sepenuhnya sebagai penguasa mutlak bukan kepada kongsi dagang sebagaimana terjadi pada masa VOC . Dengan dasar Besluiten Regering, yaitu berdasarkan pasal 36 UUD Negeri Belanda, raja mempunyai kekuasaan mutlak dan tertinggi atas daerah-daerah jajahan. Dengan demikian Negara Belanda pada masa itu menggunakan system pemerintahan monarkhi konstitusional . Raja berkuasa mutlak, namuan kekuasaannya diatur dalam sebuah konstitusi. Untuk mengimplementasikannya, raja kemudian mengangkat komisaris jendral yang ditugaskan unttuk melaksanakan pemerintahan di Netherlands Indie (Hindia Belanda). Mereka adalah Elout, Buyskes, dan Van dr Capellen. Mereka tetap memberlakukan peraturan-peraturan yang berlaku pada m asa Inggris dan tidak mengadakan perubahan peraturan karena menunggu terbentuknya kodifikasi hukum. Dalam usaha untuk mengisi kekosongan kas Negara, maka Gubernurjendral Du bus de Gisignes menerapkan politik agraria dengan cara menjalani hukuman dipaksakan untuk kerja paksa (dwang arbeid).
Dengan adanya keterangan ini maka praktis masa BR tidak memberlakukan hokum pidana baru. Namun demikian, beberapa peraturan perundang-undangan diluar hokum pidana di tetapkan pada masa ini, seperti :
•
* Regelment op de Rechtilijke Organisatie (RO) atau peraturan organisasi pengadilan.
• Algemene Bepalingen van Wetgeving (AB) atau ketentuan-ketentuan umum tentang
* Elemen contoh B
* Elemen contoh C perundang-undangan.
• Burgerlijk Wetboek (BW) atau kitab undang-undang hukum perdata
• Wetboek van Koopenhandle (WvK) atau kitab undang-undang hukum dagang
• Regelment op de Burgerlijke rechtsvordering (RV) atau aturan tentang acara perdata
'''3. Masa Regering Reglement (RR) (1855-1926)'''
Masa Regering Regelment dimulai karena adanya perubahan system pemerintahan di negara Belanda, dari monarkhi konstitusional menjadi monarkhi parlementer. Perubahan ini terjadi pada tahun 1848 dengan adanya perubahan dalam Grond Wet (UUD) Belanda . perubahan ini mengakibatkan terjadinya pengurangan kekuasaan raja karena parlemen (staten Generaal ) mulai campur tangan dalam pemerintahan dan perundang-undangan diwilayah jajahan Negara Belanda . Perubahan penting ini adalah dicantumkanya pasal 59ayat (1), (2), dan (4) yang berisi bahwa “Raja mempunyai kekuasaan tertinggi atas daerah jajahan dan harta kerajaan di dunia . Aturan kebijakan tentang pemerintah ditetapkan melalui undang-undang . Hal-hal lain yang menyangkut mengenai daerah-daerah jajahan dan harta, kalau diperlukan akan diatur dengan undang-undang”.
Dengan ketentuan seperti ini tampak jelas bahwa kekuasaan raja Belanda terhadap deaerh jajahan di Indonesia berkurang. Peraturan-peraturan yang menata daerah jajahan tidak semata-mata ditetapkan raja dengan Koninklijk Besluit, namun harus melalui perundang-undangan ditingkat parlemen . peraturan dasar yang dibuat bersama oleh raja dengan parlemen untuk mengatur pemerintahan Negara jajahan adalah Regeling Reglement (RR).RR ini berbentuk undang –undang dan diundangkan dengan staatblad No. 2 Tahun 1855. selanjutnya RR disebut sebagai UUD pemerintah jajahan Belanda .
Pada masa berlakunya RR ini, beberapa kodifikasi hukum pidana berhasil di undangkan, yaitu :
• Wetboek van stafrecht voor europeanen atau Kitab Undang-undang Hukum Pidana Eropa yang diundangkan dengan staatblad No. 55 Tahun 1866.
• Algemene politie strafreglement atau tambahan Kitab Undang-undang Hukum Pidana Eropa .
• Wetboek van Strafrecht voor Inlander atau Kitab undang-undang Hukum Pidana pribumi yang diundangkan dengan Staatblad No.85 Tahun 1872
• Politie Strafreglement bagiorang bukan Eropa
• Wetboek van Strafrecht voor Netherlands-indiew atau Kitab Undang-undang Hukum Pidana Hindia Belanda yang di undangkan dengan Staatblad No. 732 Tahun 1915 dan dimulai berlaku 1 Januari 1918.
'''4. Masa Indische Staatregeling (IS) (1926-1942)'''
Indische Staatregeling (IS) adalah pembeharuan dari Regeling Reglement (RR) yang mulai berlaku sejak 1 Januari 1926 dengan diundangkan melalui Staatblad No. 415 Tahun 1925. perubahan ini diakibatkan oleh perubahan pemerintahan Hindia Belanda yang berawal dari Grond Wet Negara Belanda pada tahun 1922. perubahan Grond Wet Tahun 1922 mengakibatkan perubahan pada pemerintahan di Hindia Belanda . berdasarkan pasal 61 ayat (1) dan (2) IS, yang menyebutkan pembagian golongan penduduk Indonesia beserta hokum yang berlaku. Dengan dasar ini maka pidana belanda (Wetboek van strafrecht voor Netherlands indie) tetap diberlakukan kepada seluruh penduduk Indonesia . Pasal 131 jo. Pasal 163 IS ini mempertegas pemberlakuan hokum pidana Belanda semenjak diberlakukan 1 Januari 1918.
'''5. Masa Pendudukan Jepang(1942-1945)'''
Pada masa pendudukan Jepang selama 3,5 tahun pada hakekatnya hokum pidana yang berlaku diwilayah Indonesia tidak mengalami perubahan signifikan . Pemerintahan bala tentara Jepang (Dai Nippon) memberlakukan kembali peraturan jaman Belanda dahulu dengan dasar Gun Seirei melalui Osamu Seirei .
Pertama kali, pemerintahan militer Jepang mengeluarkan Gun Seirei No.1 Tahun 1942. pasl 3 undng-undang tersebut menyebutkan bahwa semua badan pemerintahan dan kekuasaannya, hokum dan undang-undang daripemerintah yang dulu tetap diakui sah untuk sementara waktu, asalkan tidak bertentangan dengan pemerintahan militer. Dengan dasar ini maka dapat diketahui bahwa hokum yang mengatur pemerintahan dan lain-lain, termasuk hokum pidananya , masih tetap menggunakan hokum pidana belandayang didasarkan pada pasal 131 jo. Pasal163 IS. Dengan demikian, hokum pidana yang diberlakukan bagi semua golongan penduduk samayang ditentukan dalam pasal131 IS, dan golongan-golongan penduduk yang ada dalam pasal 163 IS.
Untuk melengkapi hokum pidana yang telah ada sebelumnya , pemerintahan militer Jepang di Indonesia mengeluarkan Gun seirei nomor istimewa 1942, Osamu Seirei No. 25 Tahun 1944 dan Gun Seirei No. 14 Tahun 1942. Gun Seirei Nomor istimewa Tahun 1942 dsan Osamu Seirei No. 25 Tahun 1944 berisi tentang hokum pidana umum dan hokum pidana khusus . sedangkan . Gun seirei No. 14 tahun 1942 mengatur tenteng pengadilan di hindia belanda .
Pada masa ini, Indonesia telah mengenal dualisme hokum pidana karena wilayah Hindia Belanda dibagi menjadi dua bagian wilayah dengan penguasa militer yang tidak saling membawahi . Wilayah Indonesia Timur di bawah kekuasaan angkatan laut jepang yang berkedudukan di Makasar, dan wilayah Indonesia barat dibawah kekuasaan angkatan darat jepang. Yang berkedudukan di Jakarta . Akibatnya , dalam berbagai hal terdapat perbedaan peraturan yang berlaku dimasing-masing wilayah.
<u>
'''II. Pada Masa Pasca Kemerdekaan'''</u>
1. Orde Lama
Pada masa pemerintahan persiden soekarno (orde lama) 1959-1967, MPRS menetapkan sedikitnya tiga ketetapan yang menjadi dasar perencanan nasional yaitu TAP MPRS NO.1 /MPRS/1960 tentang manifesto politik republic Indonesia sebagai GBHN , TAP MPRS NO.II /MPRS/1960 tentang Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencan 1961-1969, dan ketetapan MPRS NO. IV /MPRS/1963 tentang pedoman-pedoman pelaksanaan GBHN dan Haluan Pembangunan.
'''
2. Orde Baru'''
Sesungguhnya istilah penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) yangbercirikan pemerintahan yang bersih (clean government) atau bebas dari praktek KKN serta responsifdan inovatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat , dimasa Orde Bru sudah dikenal dan telah menjadi wacana . namun, ia tidak dapat di praktekan karena system politik rezim Orde Baru bercorak otoriter dan sentralistik , sementara penerapan good governance, tidak mungkin harus didukung oleh system politik yang demokratis
Kinerja pemerintahan dalam system politik otoriter cenderung tidak efesien dan penuh dengan penyelewengan . prinsp-prinsip procedural birokratis yang memang harus ada dalam penyelenggaraan organisasi pemerintahan , yang merupakan mekanisme administrative untuk melayani dan mengelola berbagai kepentingan public , malah lebih diperumit lagi, bukannya di deregulasi untuk memperluas pilihan kesempatan bagi warga masyarakat dalam melaksanakan berbagai aktivitas budaya social –budaya dan ekonomi.
'''A). KONSEP''' <u>Text garis bawah</u>
Williamson (1994) mengungkapkan bahwa governance system yang diimplementasikan akibat adanya kintrak hubungan antara setiap pihak (stakeholders) dalam hubungan kelembagaannya . sementara hubungan kelembagaan yang dimaksud adalah hubungan organisasional yang memiliki insentif structural dan interaksi public di dalamnya . Dalam substansi yang lebih kurang sama United Nations Development Programme( UNDIP, 1997) mendefinisikan governance sebagai pelaksanaan kewenangan politik , ekonomi dan administrasi dalam mengelola masalah-masalah bangsa.
'''B). OTORITARIANISME BIROKRASI (OB)'''
Pemerintah orde baru boleh dikatakan “anti” lembaga-lembaga politik ,ekonomi , ataupun social kritis , ia akan di tuduh bertindak subversivf. Dan, hampir tidak ada kekuatan kelompok social- ekonomi atau social politik formal maupun informal yang bias mengawasi pemerintah. Peran pemerintah telah terlepas dari control institusi-institusi diluar dirinya .
Itulah system politik kenegaraan yang bercorak otoritarianisme-birokratik(OB) , yaitu suatu bentuk Negara otoriter yang kuat dan terpadu , dengan posisi lemabga eksekutif yang sangat dominant dan determinan , dan mampu mensubordinasikan kelompok-kelompok politik , social , dan ekonomi masyarakat
Dalam system OB keterlibatan Negara tidak sekedar dalam politik formal , tetapi masuk sampai ke dalam aktivitas ekonomi, social , dan cultural masyarakat sehari-hari dan secara geografis menyebar sampai jauh ke pelosok , dan secara sosiologis masuk kedalam aspek kehidupan yang paling kecil seperti rumah tangga dan individu .
Tindakan Negara OB kerap kali menggunakan kekuatan represif yang ditujukan untuk meredam partisipasi masyarakat di bidang administrasi , Negara sangat tergantung pada struktur birokrasi yang rumit yang fungsi sebenarnya adalah untuk mengontrol prilaku-prilaku atau kegiatan masyarakat .
Memang dalam Negara OB ini secara formal terlihat ada lembaga-lembaga yang mewakili masyarakat , baik dalam bentuk partai politik, organisasi social , ekonomi dan cultural . Tetapi institusi-institusi kemasyarakatan itu bersifat korporatis , yaitu suatu system perwakilan kepentingan dimana unit-unit yang membentuknya diatur dalam organisasi-organisasi yang jumlahnya dibatasi serta bersifat tunggal atau seragam ; tidak diperbolehkan untuk saling berkompetisi , dan diatur secara hirarkis ; yang diakui dan diberi izin (kalau tidak diciptakan sendiri oleh Negara ) serta diberi hak monopoli untuk merepresentasikan kepentingan dalam bidangnya masing-masing sebagai imbalan atas kesediaan memenuhi pengendalian –pengendalian tertentu.
Disampingitu, pimpinan institusi tersebut harus melalui penyaringan yang ketat dari aparat Negara . Semua cara pengendalian itu diarahkan supaya tidak terjadi pertentangan antar kelas atau kelompok kepentingan serta terciptanya keselarasan , kesetiakawanan , dan kerja sama dalam hubungan antara Negara dengan mayarakat.
Karena Negara orde baru merupakan rezim otoriterisme birokratis , dengansendirinya good governance tidak bisa diimplementasikan. Sistem otoritarianisme birokratik dengan good governance bertentangan satu sama lain , bukan pasangannya . Yang menjadi pasangan dari system otoritarianisme birokratis adalah penyelenggaraan pemerintahan yang birokratis , tidak efisien, penyimpangan dalam penggunaan dana-dana pembangunan , pengambilan keputusan yang tertutup dan sentralistik, serta melakukan pembungkaman terhadap kelompok-kelompok masyarakat.
'''3. Orde Reformasi'''
Seiring dengan arus reformasi yang melanda Indonesia pasca jatuhnya rezim orde baru pada tahun 1998 , berkembang pula satu terminology yang memenuhi wacana manajemen pemerintahan sekaligus mewarnai agenda politik bangsa ini, yang menuntut perubahan mendasar dalam system birokrasi kita . terminology itu tak lain adalah good governance . gegap gempita terminology ini lantas menghiasi perbincangan tentang arah masa depan birokrasi Indonesia . inilah gambaran cita-cita luhur tentang frofil birokrasi yang hendak diwujudkan oleh bangsa ini . Bahkan , saat ini Kementrian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara tengah menyusun modul penerapan good governance yang berisi pengalaman berbagai daerah yang sedang dibina Meneg PAN dan bisa dijadikan contoh bagi daerah lain
Kalau melihat potret beberapa daerah , kita mungkin bisa berharap dari geliat reformasi birokrasi didaerah. Tidak semua birokrasi buruk. Tetapi nyatanya ada juga birokrasi di daerah yang bisa memberikan pelayanan public dengan cukup baik .
'''Apakah reformasi birokrasi telah cukup, terlebih jika tolok ukurnya hanya dengan pelayanan public yang baik ?
'''<u>
* Text garis bawah
* Elemen contoh B
* Elemen contoh C</u>Tentu jawabannya tidak . melalui good governance , reformasi birokrasi harus dijalankan secara menyeluruh. Meskipun demikian , implementasi konsep good governance tidak pula mudah membalik telapak tangan , walau bukan berarti tidak mungkin. Sebagai aktivitas memerintah , good governance memenuhi 4 aspek yaitu :
• Prinsip keadilan social, termasuk didalamnya system pengadilan yang independent dan tidak pandang bulu .
• Kebebasan ekonomi beserta pemerataan hasil pembangunan .
• Kemajemukan politik yang ditandai dengan partisipasi masyarakat dan prinsip equity (kesamaan) .
• Prinsip akuntabilitas pemerintah.
Sementara dalam tatanan praktisi , upaya mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik itu dapat diukur berdasarkan 10 sendi yang menjadi karakter birokrasi yang diwujudkan melalui konsep ini . ke-10 sendi tersebut merupakan hasil kesepakatan dari Asosiasi Pemerintah Kabupaten Se-indonesia , dan Asosiasi Pemerintah propinsi se-indonesia pada tahun 2001, yang terdiri atas :
'''I. Prinsp akun tabilitas''' . good governance meningkatkan akuntabilitas para pengambil keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat luas.efesiensi dan efektifitas. Melalui good governance, birokrasi didorong untuk menggunakan segala sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggung jawab guna menjamin terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat .
'''II. Partisipasi''' , good governance mendorong setiap warga untuk menggunakan haknya dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat , baik secara langsung maupun tidak langsung .
'''
III. Wawasan kedepan.''' Dalam prinsip ini , good governance memandu birokrat membangun daerahnya berdasarkan visi, misi dan setrategi yang jelas dan mengikutsertakan warga dalam seluruh proses pembangunan .
'''IV. Transparansi'''. Berlandaskan pada prinsip good governance , birokrasi mendorong kepercayaan timbal balik antara pemerintah dengan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan memperoleh informasi yang akurat dan memadai.
'''V. Profesionalisme''' . good governance meningkatkan kemampuan dan moral penyelenggara pemerintahan agar mampu memberi pelayanan yang mudah, cepat, tepat dengan biaya yang terjangkau .
'''VI. Penegakan hokum.''' Mewujudkan penegakan hokum yang adil bagi semua pihak tanpa pengecualian , menjungjung tinggi HAM dan memperhatikan nilai-nilai hidup dalam masyarakat.
'''VII. Daya tanggap'''. Meningkatkan kepekaan para penyelenggara pemerintahan terhadap aspirasi masyarakat, tanpa kecuali.
'''
VIII. Kesetaraan.'''pemerintahan disini memberi penekanan pada aspek keadilan ekonomi, dimana Negara memberi peluang yang sama bagi setiap anggota masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya.
'''
IX. Pengawasan'''. Meningkatkan upaya pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dengan mengusahakan keterlibatan masyarakat luas.
'''
Di era persiden Yudhoyono''', Kementrian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara memiliki komitmen untuk melaksanakan reformasi birokrasi dengan focus pada peningkatan pelayanan public . meski demikian, mewujudkan reformasi birokrasi itu sendiri itu bahkan hal yang mudah , apalagi jika mind set para birokratnya belum ikut berubah .
Perubahan mind set birokrasi , karenanya menjadi tuntutan bagi aparatur negara dewasa ini . merubah mind set artinya dengan merubah budaya, kebiasaan , dan pola piker birokrasi . perubarahan seperti ini memiliki efek luar biasa karena ia mendekonstruksi prilaku birokrasi yang t15:25elah mengakar kuat sebelumnya . perilaku dan sikap sebagai pangreh praja diubah menjadi pamong praja , yang dalam hal ini , lebih mengedepankan aspek pelayanan kepada masyarakat dibanding sebagai pemegangotoritas pemerintahan.
'''
Politik hukum Indonesia orde reformasi'''
'''
* Habibie'''
* Elemen contoh B
* Elemen contoh C
Sidang Istimewa MPR yang mengukuhkan Habibie sebagai Presiden, ditentang oleh gelombang demonstrasi dari puluhan ribu mahasiswa dan rakyat di Jakarta dan di kota-kota lain. Gelombang demonstrasi ini memuncak dalam peristiwa Tragedi Semanggi, yang menewaskan 18 orang.
Masa pemerintahan Habibie ditandai dengan dimulainya kerjasama dengan Dana Moneter Internasional untuk membantu dalam proses pemulihan ekonomi. Selain itu, Habibie juga melonggarkan pengawasan terhadap media massa dan kebebasan berekspresi.
Presiden BJ Habibie mengambil prakarsa untuk melakukan koreksi. Sejumlah tahanan politik dilepaskan. Sri Bintang Pamungkas dan Muchtar Pakpahan dibebaskan, tiga hari setelah Habibie menjabat. Tahanan politik dibebaskan secara bergelombang. Tetapi, Budiman Sudjatmiko dan beberapa petinggi Partai Rakyat Demokratik baru dibebaskan pada era Presiden Abdurrahman Wahid. Setelah Habibie membebaskan tahanan politik, tahanan politik baru muncul. Sejumlah aktivis mahasiswa diadili atas tuduhan menghina pemerintah atau menghina kepala negara. Desakan meminta pertanggungjawaban militer yang terjerat pelanggaran HAM tak bisa dilangsungkan karena kuatnya proteksi politik. Bahkan, sejumlah perwira militer yang oleh Mahkamah Militer Jakarta telah dihukum dan dipecat karena terlibat penculikan, kini telah kembali duduk dalam jabatan struktural.
Beberapa langkah perubahan diambil oleh Habibie, seperti liberalisasi parpol, pemberian kebebasan pers, kebebasan berpendapat, dan pencabutan UU Subversi. Walaupun begitu Habibie juga sempat tergoda meloloskan UU Penanggulangan Keadaan Bahaya, namun urung dilakukan karena besarnya tekanan politik dan kejadian Tragedi Semanggi II yang menewaskan mahasiswa UI, Yun Hap.
Kejadian penting dalam masa pemerintahan Habibie adalah keputusannya untuk mengizinkan Timor Timur untuk mengadakan referendum yang berakhir dengan berpisahnya wilayah tersebut dari Indonesia pada Oktober 1999. Keputusan tersebut terbukti tidak populer di mata masyarakat sehingga hingga kini pun masa pemerintahan Habibie sering dianggap sebagai salah satu masa kelam dalam sejarah Indonesia.
'''Abdurrahman Wahid'''
Pada pemilu yang diselenggarakan pada 1999 (lihat: Pemilu 1999), partai PDI-P pimpinan Megawati Soekarnoputri berhasil meraih suara terbanyak (sekitar 35%). Tetapi karena jabatan presiden masih dipilih oleh MPR saat itu, Megawati tidak secara langsung menjadi presiden. Abdurrahman Wahid, pemimpin PKB, partai dengan suara terbanyak kedua saat itu, terpilih kemudian sebagai presiden Indonesia ke-4. Megawati sendiri dipilih Gus Dur sebagai wakil presiden.
Masa pemerintahan Abdurrahman Wahid diwarnai dengan gerakan-gerakan separatisme yang makin berkembang di Aceh, Maluku dan Papua. Selain itu, banyak kebijakan Abdurrahman Wahid yang ditentang oleh MPR/DPR.
Pada 29 Januari 2001, ribuan demonstran berkumpul di Gedung MPR dan meminta Gus Dur untuk mengundurkan diri dengan tuduhan korupsi. Di bawah tekanan yang besar, Abdurrahman Wahid lalu mengumumkan pemindahan kekuasaan kepada wakil presiden Megawati Soekarnoputri. Sekitar pukul 20.48, Gus Dur keluar dari Istana Merdeka. Saat berdiri di ujung teras, Gus Dur malah sempat melambaikan tangan kepada massa pendukungnya yang berunjuk rasa. Hanya pohon yang ditebang kelompok pendukung Gus Dur sebagai pelampiasan emosi.
Melalui Sidang Istimewa MPR pada 23 Juli 2001, Megawati secara resmi diumumkan menjadi Presiden Indonesia ke-5.
'''Megawati'''
Megawati dilantik di tengah harapan akan membawa perubahan kepada Indonesia karena merupakan putri presiden pertama Indonesia, Soekarno.
Meski ekonomi Indonesia mengalami banyak perbaikan, seperti nilai mata tukar rupiah yang lebih stabil, namun Indonesia pada masa pemerintahannya tetap tidak menunjukkan perubahan yang berarti dalam bidang-bidang lain.
Popularitas Megawati yang awalnya tinggi di mata masyarakat Indonesia, menurun seiring dengan waktu. Hal ini ditambah dengan sikapnya yang jarang berkomunikasi dengan masyarakat sehingga mungkin membuatnya dianggap sebagai pemimpin yang 'dingin'.
Megawati menyatakan pemerintahannya berhasil dalam memulihkan ekonomi Indonesia, dan pada 2004, maju ke Pemilu 2004 dengan harapan untuk mempertahankan kekuasaannya sebagai presiden.
Pemilu 2004
Pada tahun 2004, Indonesia menyelenggarakan pemilu presiden secara langsung pertamanya. Ujian berat dihadapi Megawati untuk membuktikan bahwa dirinya masih bisa diterima mayoritas penduduk Indonesia. Dalam kampanye, seorang calon dari partai baru bernama Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono, muncul sebagai saingan yang hebat baginya.
Partai Demokrat yang sebelumnya kurang dikenal, menarik perhatian masyarakat dengan pimpinannya, Yudhoyono, yang karismatik dan menjanjikan perubahan kepada Indonesia. Karisma Yudhoyono berhasil menarik hati mayoritas pemilih dan Demokrat memenangkan pemilu legislatif pada awal 2004, yang diikuti kemenangan Yudhoyono pada pemilihan presiden.
MPR periode 1999-2004 mengamandemen Undang-Undang Dasar 1945 UUD 1945 sehingga memungkinkan presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Pemilu presiden dua tahap kemudian dimenanginya dengan 60,9 persen suara pemilih dan terpilih sebagai presiden. Dia kemudian dicatat sebagai presiden terpilih pertama pilihan rakyat dan tampil sebagai presiden Indonesia keenam setelah dilantik pada 20 Oktober 2004 bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla. Ia unggul dari pasangan Presiden Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi pada pemilu 2004.
Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN) sebagai prioritas penting dalam kepemimpinannya selain kasus terorisme global. Penanggulangan bahaya narkoba, perjudian, dan perdagangan manusia juga sebagai beban berat yang membutuhkan kerja keras bersama pimpinan dan rakyat.
Di masa jabatannya, Indonesia mengalami sejumlah bencana alam seperti gelombang tsunami, gempa bumi, dll. Semua ini merupakan tantangan tambahan bagi Presiden yang masih bergelut dengan upaya memulihkan kehidupan ekonomi negara dan kesejahteraan rakyat.
Susilo Bambang Yudhoyono juga membentuk UKP3R, sebuah lembaga kepresidenan yang diketuai oleh Marsilam Simandjuntak pada 26 Oktober 2006. Lembaga ini pada awal pembentukannya mendapat tentangan dari Partai Golkar seiring dengan isu tidak dilibatkannya Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam pembentukannya serta isu dibentuknya UKP3R untuk memangkas kewenangan Wakil Presiden, tetapi akhirnya diterima setelah SBY sendiri menjelaskannya dalam sebuah keterangan pers.[1]
|