Hukum Sali: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 96:
Sejauh yang dapat dipastikan, Hukum Sali tidak secara eksplisit disebutkan pada 1316 maupun pada 1328. Hukum Sali telah terlupakan pada zaman feodal, dan penegasan bahwasanya takhta Kerajaan Perancis hanya boleh diwariskan kepada dan melalui garis nasab laki-laki menjadikannya unik dalam pandangan orang Perancis. Di kemudian hari, para hakim mengangkat kembali Hukum Sali yang sudah lama tak digunakan dan menafsir ulang isi hukum ini untuk membenarkan praktik suksesi yang terjadi pada 1316 dan 1328 dengan tidak saja melarang pewarisan kepada perempuan tetapi juga melarang pewarisan melalui garis nasab perempuan (''In terram Salicam mulieres ne succedant'').<!--
 
In its origin, therefore, asas agnatis terbatas bagi suksesi takhta Kerajaan Perancis. Sebelum wangsa Valois memerintahberkuasa, raja-raja wangsa Capet menganugerahkan apanase kepada putra-putra mereka selain putra tertua dan adik-adik laki-laki mereka, yang kemudian dapat diwarisi oleh keturunan mereka, laki-laki maupun perempuan. But the apanase-apanase given to the Valois princes, in imitation of the succession law of the monarchy that gave them, limitedhanya theirboleh transmissiondiwariskan tokepada malesketurunan laki-laki saja. AnotherCabang Capetiannasab wangsa Capet lineagelainnya, the [[Montfort of Brittany]], claimed male succession in the Duchy of Brittany. InKlaim this theymereka wereini supporteddidukung oleh Raja Inggris, whilesementara theirseteru-seteru rivalsmereka whoyang claimed the traditional female succession in Brittany weredidukung supportedoleh byRaja the King of FrancePerancis. The Montforts eventually won the duchy bymelalui warfareperang, tetapi harus mengakuitunduk di bawah suzeranitas Raja Perancis.
 
This law was by no means intended to cover all matters of inheritance — for example, not the inheritance of movables – only those lands considered "Salic" — and there is still debate as to the legal definition of this word, although it is generally accepted to refer to lands in the royal [[fisc]]. Only several hundred years later, under the [[House of Capet|Direct Capetian]] kings of [[France]] and their English contemporaries who held lands in France, did Salic law become a rationale for enforcing or debating succession. By then it was somewhat anachronistic — there were no Salic lands, since the Salian monarchy and its lands had originally emerged in what is now the [[Belanda]].-->
Baris 111:
Jabatan penguasa [[Kerajaan Bersatu Britania Raya dan Irlandia|Kerajaan Britania Raya]] dan jabatan penguasa [[Kerajaan Hannover]] terpisah sepeninggal Raja Britania Raya dan Hannover, [[William IV dari Britania Raja|William IV]], pada 1837. Kerajaan Hannover memberlakukan hukum semi-Sali, tetapi tidak demikian halnya dengan Kerajaan Britania Raya. Kemenakan perempuan Raja William, [[Victoria dari Britania Raya|Victoria]], naik takhta menjadi ratu atas Britania Raya dan Irlandia, namun jabatan penguasa Kerajaan Hanover diwariskan kepada adik Raja William IV, [[Ernst August, Raja Hannover|Ernest, Adipati Cumberland]].<!--
 
Hukum Sali was also an important issue in the [[Schleswig-Holstein Question]] and played a weary prosaic day-to-day role in the inheritance and marriage decisions of common princedoms of the [[List of historic states of Germany|German states]], such asseperti [[Saxe-Weimar]], to cite a representative example. Agaknya tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa kaum bangsawan Eropa confronted Salic issues at every turn and nuance of diplomacy, and certainly, especially when negotiating marriages, for the entire male line had to be extinguished for a land title to pass (melalui pernikahan) ''to a female's husband''—women rulers were anathema in the German states sampai ke Zaman Modern.-->
 
Demikian pula jabatan penguasa [[Kerajaan Belanda]] dan [[Luksemburg|Kadipaten Agung Luksemburg]] terpisah pada 1890, manakala [[Wilhelmina dari Belanda|Putri Wilhelmina]] naik takhta menjadi [[ratu]] pertama atas Negeri Belanda. Sisa-sisa pengamalan Hukum Sali tampak pada penyebutan resmi [[penguasa monarki|kepala monarki]] [[Belanda|Negeri Belanda]] sebagai 'Raja' ({{lang-nl|Koning}}), sekalipun yang sedang memerintah bergelar 'Ratu' ({{lang-nl|Koningin}}). Jabatan penguasa Kadipaten Agung Luksemburg beralih ke wangsa lain yang masih terhitung kerabat jauh agnatis dari [[Wangsa Oranye-Nassau|wangsa Oranje-Nassau]], yakni [[wangsa Nassau-Weilburg]]. Akan tetapi garis nasab laki-laki dari wangsa Nassau-Weilburg pun mengalami kepunahan setelah kurang dari dua dasawarsa berkuasa. Karena seluruh cabang garis nasab laki-laki dari wangsa Nassau telah punah, [[Guillaume IV dari Luksemburg|Adipati Agung Willem IV]] mengadopsi hukum suksesi semi-Sali agar jabatannya dapat diwarisi oleh putri-putrinya.