Pertempuran Aceh (1569): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Farras (bicara | kontrib)
fix
Baris 9:
| commander2 = Tidak diketahui
| strength1 = 1 kerakah<ref name="Diogo do Couto 1673"/>
| strength2 = 20 galeongaliung<br>20 junk perang<br>200 kapal kecil<ref name="Saturnino Monteiro 1992"/>
| casualties1 = Banyak yang tewas dan cedera<ref name="Diogo do Couto 1673"/>
| casualties2 = 40 kapal<ref name="Diogo do Couto 1673"/>
Baris 19:
 
== Latar belakang ==
Pada awal Mei 1569, sebuah kerakah milik pribadi berangkat dari Goa dikawal sebuah galeongaliung bersenjata ke Asia Tenggara. Kapten dan pemilik kerakah adalah seorang juragan bernama Mem Lopes Carrasco, sedangkan kapten galeonnyagaliungnya adalah João Gago de Andrade. Mereka ditugaskan mengisi pasokan dan memperkuat benteng Portugal di [[Ternate]], Maluku. Carrasco berencana melayarkan kapalnya ke [[Selat Sunda]], mungkin hendak membeli lada dan cendana berkualitas tinggi. Usai melewati [[Tanjung Comorin]] di ujung selatan India dan berkurangnya ancaman bajak laut, kerakah ini meninggalkan galeongaliung dan berlayar dengan kecepatan penuh. Saat melewati pesisir [[Sumatera]] barat laut, tempat berdirinya [[Kesultanan Aceh]], kecepatan angin menurun drastis sehingga kerakah berlayar sangat lambat. Aceh adalah musuh bebuyutan Portugal dan sering mengganggu jalur perkapalan di Melaka. Aceh saat itu sedang memperkuat armadanya untuk menyerang Melaka. Armada Aceh terdiri atas 20 galeongaliung, 20 junk perang, dan lebih dari 200 kapal kecil.<ref name="Saturnino Monteiro 1992">Armando de Saturnino Monteiro (1992), ''Portuguese Sea Battles - Volume III - From Brazil to Japan 1539-1579'' pp 315-317</ref>
 
== Pertempuran ==
Baris 29:
Pertempuran berlangsung sepanjang hari sampai armada Aceh mundur pada malam hari dan menurunkan jangkar di dalam jarak pandang kerakah. Portugal memanfaatkan kesempatan ini untuk merawat korban luka dan memperbaiki kapal sepanjang malam. Keesokan paginya, pertempuran dilanjutkan dan armada Aceh bersiap untuk menguasai kerakah tersebut:
 
{{cquote|Keesokan subuh, Armada kembali mengepung ''nau'', mengebom dan menghancurkannya habis-habisan; tetapi kapal kita membalasnya dan meraih kemenangan: Sungguh gencar gempuran musuh ke kerakah kita sampai-sampai tiga galeongaliung besar menubruk kapal kita, sedangkan kedua Bapa ikut bertempur, mengangkat Salibnya tinggi-tinggi, dan meminta kita semua berjuang membela Ajaran Kristus [...]; sungguh besar keberanian dan semangat pasukan kita sampai-sampai mereka mendorong musuh-musuh kita ke laut, dan setelah itu, Martim Daço menaiki sebuah galeongaliung sambil menenteng pedang dan perisai, merusak kapal musuh dengan bantuan tembakan senapan dari atas; dan saat Mem Lopes Carrasco memintanya untuk kembali, ia menjawab ia takkan kembali sampai mereka menyerah, karena orang-orang Muslim ini telah merebut sekoci kita. Seiring datangnya bantuan untuk galeongaliung ini, Martim Daço terpaksa mundur dalam keadaan luka parah.
 
Mem Lopes, Kapten dan tuan pemilik ''nau'', bertempur sepanjang hari. Ia hitam legam akibat bubuk mesiu dan darahnya sendiri sampai-sampai kita perlu mengamati senjata dan baju besinya agar bisa mengenalinya; dan ketika ia berjuang mempertahankan kapal, tempat bertempurnya pasukan kita dengan berani, ia tertembak di kaki, dan ia pun langsung dianggap gugur: di kamar atas, sang putra yang sedang bertempur, Martim Lopes Carrasco, diberitahu oleh seorang prajurit bahwa ayahnya sudah gugur. Ia membalas: "Bila kiranya benar, maka yang gugur hanyalah satu orang, dan masih banyak lagi orang yang bertahan mempertahankan kapal". Karena lukanya tidak mematikan dan Mem Lopes bisa jalan, ia melanjutkan pertempurannya dengan penuh keberanian, selalu dikawal oleh Bapa Francisco Cabral dari Portugal yang membuat kita semua bahagia dan tegar... Bapa Francisco selalu menggenggam Salib, memanggil Santiago dan membangkitkan roh-roh dengan kekuatan doanya; [...] dan selama tiga hari pasukan kita digempur oleh armada sampai kamar dan menara kapal kita ditumbangkan, dan banyak orang gugur dan cedera, hingga akhirnya mereka mundur setelah melihat kapal João Gago de Andrade.<ref name="Diogo do Couto 1673"/>}}