Genosida Timor Timur: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan |
Post-1971, ABRI --> TNI |
||
Baris 24:
Sejak awal penyerbuan pada Agustus 1975 dan seterusnya, [[Angkatan Bersenjata Republik Indonesia]] terlibat dalam pembunuhan massal warga sipil Timor Leste.<ref>Hill, p. 210.</ref> Pada awal masa pendudukan, radio [[FRETILIN]] menyiarkan pernyataan berikut ini: "Tentara Indonesia membunuh tanpa ampun. Perempuan dan anak-anak ditembak di jalanan. Kita semua akan dibunuh.... Ini adalah permohonan bantuan internasional. Tolong lakukan sesuatu agar penyerbuan ini berhenti."<ref>Quoted in Budiardjo and Liong, p. 15.</ref> Seorang pengungsi asal Timor menyaksikan "pemberontakan [dan] pembunuhan berdarah dingin terhadap perempuan dan anak-anak dan pemilik toko Tionghoa".<ref>Quoted in Ramos-Horta, p. 108.</ref> Uskup Dili saat itu, [[Martinho da Costa Lopes]], mengatakan, "Para tentara yang mendarat mulai membunuh semua orang yang mereka jumpai. Ada banyak tubuh bergelimpangan di jalanan. Di mana-mana kami hanya melihat tentara sedang membunuh, membunuh, emmbunuh."<ref>Quoted in Taylor (1991), p. 68.</ref> Dalam satu insiden, sekitar lima puluh laki-laki, perempuan, dan anak-anak, termasuk wartawan lepas asal Australia [[Roger East (wartawan)|Roger East]], dibariskan menghadap tebing di luar kota Dili dan ditembak; semua jasad jatuh ke laut.<ref>Ramos-Horta, pp. 101–02.</ref> Banyak pembantaian terjadi di Dili. Saksi disuruh melihat dan menghitung keras-keras setiap kali ada orang yang dieksekusi.<ref>Taylor (1991), p. 68.</ref> Kurang lebih 2.000 penduduk Timor dibantai pada dua hari pertama penyerbuan Dili. Selain pendukung Fretilin, pendatang Tionghoa juga dieksekusi; lima ratus orang dibunuh pada hari pertama.<ref>Taylor (1991), p. 69; Dunn (1996), p. 253.</ref>
Pembunuhan massal berlanjut tanpa henti ketika militer Indonesia memasuki daerah pegunungan Timor Leste yang dikuasai Fretilin. Seorang pemandu asal Timor yang bekerja untuk perwira senior Indonesia memberitahu mantan Konsul Australia untuk Timor Portugis, James Dunn, bahwa pada bulan-bulan pertama pertempuran, tentara
Pada Maret 1977, mantan konsul Australia, James Dunn, menerbitkan laporan yang merincikan tuduhan militer Indonesia telah membunuh antara 50.000 sampai 100.000 warga sipil Timor Leste sejak Desember 1975.<ref>{{cite web|title=A Quarter Century of US Support for Occupation: National Security Archive Electronic Briefing Book No. 174|url=http://nsarchive.gwu.edu/NSAEBB/NSAEBB174/}}</ref> Jumlah ini konsisten dengan pernyataan pemimpin UDT, Lopez da Cruz, pada 13 Februari 1976 bahwa 60.000 warga Timor Leste tewas sepanjang perang saudara enam bulan sebelumnya dan 55.000 orang tewas pada dua bulan pertama penyerbuan oleh Indonesia. Perwakilan pekerja sosial Indonesia di Timor Leste membenarkan jumlah tersebut.<ref>Taylor (1991), p. 71.</ref> Laporan Gereja Katolik pada akhir 1976 juga memperkirakan jumlah korban tewas antara 60.000 sampai 100.000 jiwa.<ref>Dunn, p. 310, ''Notes on Timor''</ref> Angka ini juga diperkuat oleh statistik pemerintah Indonesia. Dalam wawancara tanggal 5 April 1977 dengan ''[[Sydney Morning Herald]]'', Menteri Luar Negeri [[Adam Malik]] mengatakan bahwa jumlah korban tewas sebanyak "50.000 jiwa atau mungkin 80.000 jiwa".<ref name="turner207">Quoted in Turner, p. 207.</ref>
Baris 44:
===Operasi Sapu Bersih: 1983===
Gagalnya rangkaian operasi kontrapemberontak memaksa petinggi militer Indonesia memerintahkan Komandan Resor Militer Dili, Kolonel Purwanto, merintis dialog perdamaian dengan Komandan FRETILIN, Xanana Gusmão, di wilayah yang dikendalikan FRETILIN pada Maret 1983. Ketika Xanana menginginkan agar Portugal dan PBB dilibatkan dalam dialog ini, Komandan
Batalnya gencatan senjata diikuti oleh gelombang pembantaian, eksekusi di tempat, dan "penghilangan" baru oleh militer Indonesia. Pada Agustus 1983, 200 orang dibakar hidup-hidup di desa Creras. 500 orang lainnya dibunuh di sungai di daerah itu.<ref name="Taylor 1985 p. 23"/> Pada Agustus hingga Desember 1983, Amnesty International mencatat pengangkapan dan "penghilangan" lebih dari 600 orang di ibu kota. Kerabat diberitahu oleh
Orang-orang yang diduga menolak integrasi biasanya ditangkap dan disiksa.<ref>Amnesty (1985), pp. 53–59; Turner, p. 125; Kohen and Taylor, p. 90; Budiardjo and Liong, pp. 131–135.</ref> Pada tahun 1983, [[Amnesty International]] merilis buku panduan militer Indonesia yang diperoleh di Timor Leste. Buku tersebut mengajarkan cara memancing kegelisahan fisik dan mental dan mewanti-wanti tentara untuk "tidak mengambil foto yang menampilkan penyiksaan (terhadap seseorang yang disetrum, ditelanjangi, dan lain-lain)".<ref>Amnesty (1985), pp. 53–54.</ref> Dalam memoar tahun 1997, ''East Timor's Unfinished Struggle: Inside the Timorese Resistance'', [[Constâncio Pinto]] menggambarkan penyiksaannya oleh tentara Indonesia: "Untuk setiap pertanyaan, wajah saya ditonjok dua atau tiga kali. Ketika seseorang menonjokmu seperti itu, wajahmu terasa hancur. Mereka memukul punggung dan pinggang saya dengan tangan, lalu menendang saya.... [Di tempat lain] mereka menyiksa saya secara psikologis; mereka tidak memukul, tetapi benar-benar mengancam akan membunuh saya. Mereka bahkan meletakkan pistol di meja."<ref>Pinto, pp. 142–148.</ref> Dalam buku Michele Turner yang berjudul ''Telling East Timor: Personal Testimonies 1942–1992'', seorang perempuan bernama Fátima menggambarkan penyiksaan di sebuah penjara di Dili: "Mereka memaksa tahanan duduk di kursi, tetapi kursinya menindih jempol kaki mereka. Gila memang. Para tentara mengencingi makanan dan mengaduk-aduknya sebelum diserahkan kepada tahanan. Mereka menyetrum tahanan menggunakan mesin listrik...."<ref>Turner, p. 143.</ref>
Baris 72:
[[Ben Kiernan]] mengatakan bahwa "angka 150.000 jiwa mendekati jumlah korban tewas yang sesungguhnya," tetapi peneliti lain juga memperkirakan 200.000 jiwa atau lebih.<ref name=Kiernan>Kiernan, p. 594.</ref> [[Center for Defense Information]] juga memperkirakan hampir 150.000 orang tewas.<ref name=CfDI>{{cite web |url=http://www.cdi.org/dm/issue1/index.html |title=Archived copy |accessdate=2010-07-03 |deadurl=yes |archiveurl=https://archive.is/20120722181517/http://www.cdi.org/dm/issue1/index.html |archivedate=2012-07-22 |df= }}</ref> Pada tahun 1974, Gereja Katolik memperkirakan jumlah penduduk Timor Leste sebanyak 688.711 jiwa; pada tahun 1982, Gereja hanya memperkirakan jumlah penduduk sebanyak 425.000 jiwa. Dari kedua jumlah tersebut, tampak bahwa kurang lebih 200.000 orang tewas pada masa pendudukan. Angka ini digunakan oleh laporan berita di seluruh dunia.<ref>Dunn, pp. 283–285; Budiardjo and Liong, pp. 49–51</ref> Sumber-sumber lain seperti Amnesty International dan Human Rights Watch juga membenarkan angka korban tewas sebanyayk 200.000 jiwa.<ref>Asia Watch, Human Rights in Indonesia and East Timor, Human Rights Watch, New York, 1989, p. 253.</ref>
Menurut
Banyak pengamat yang menjadikan aksi militer Indonesia di Timor Leste sebagai contoh [[genosida]].<ref>Jardine; Taylor (1991), p. ix; Nevins cites a wide variety of sources discussing the question of genocide in East Timor, on p. 217–218.</ref> Rapat akademisi Oxford menetapkan bahwa peristiwa ini adalah [[genosida]] dan Universitas Yale mengajarkan peristiwa ini dalam mata kuliah Kajian Genosida.<ref name="Payaslian"/><ref name="gsp.yale.edu"/> Dalam kajian makna hukum kata "genosida" serta kesesuaiannya untuk menyebut pendudukan di Timor Leste, pakar hukum [[Ben Saul]] mengatakan bahwa karena tidak ada kelompok yang diakui oleh hukum internasional yang menjadi target militer Indonesia, peristiwa ini tidak bisa disebut genosida. Namun, ia juga mengatakan, "Konflik di Timor Leste lebih tepat disebut sebagai genosida terhadap sebuah 'kelompok politik' atau '[[genosida budaya]]', tetapi kedua konsep ini tidak diakui secara eksplisit dalam hukum internasional."<ref name="Saul">Saul, Ben. [http://www.austlii.edu.au/au/journals/MelbJIL/2001/18.html "Was the Conflict in East Timor ‘Genocide’ and Why Does It Matter?"]. ''Melbourne Journal of International Law''. 2:2 (2001). Retrieved 17 February 2008.</ref> Pendudukan di Timor Leste disejajarkan dengan pembantaian oleh [[Khmer Rouge]], [[Perang Yugoslavia]], dan [[Genosida Rwanda]].<ref>Budiardjo and Liong, p. 49; CIIR, p. 117.</ref>
|