Genosida Timor Timur: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 72:
[[Ben Kiernan]] mengatakan bahwa "angka 150.000 jiwa mendekati jumlah korban tewas yang sesungguhnya," tetapi peneliti lain juga memperkirakan 200.000 jiwa atau lebih.<ref name=Kiernan>Kiernan, p. 594.</ref> [[Center for Defense Information]] juga memperkirakan hampir 150.000 orang tewas.<ref name=CfDI>{{cite web |url=http://www.cdi.org/dm/issue1/index.html |title=Archived copy |accessdate=2010-07-03 |deadurl=yes |archiveurl=https://archive.is/20120722181517/http://www.cdi.org/dm/issue1/index.html |archivedate=2012-07-22 |df= }}</ref> Pada tahun 1974, Gereja Katolik memperkirakan jumlah penduduk Timor Leste sebanyak 688.711 jiwa; pada tahun 1982, Gereja hanya memperkirakan jumlah penduduk sebanyak 425.000 jiwa. Dari kedua jumlah tersebut, tampak bahwa kurang lebih 200.000 orang tewas pada masa pendudukan. Angka ini digunakan oleh laporan berita di seluruh dunia.<ref>Dunn, pp. 283–285; Budiardjo and Liong, pp. 49–51</ref> Sumber-sumber lain seperti Amnesty International dan Human Rights Watch juga membenarkan angka korban tewas sebanyak 200.000 jiwa.<ref>Asia Watch, Human Rights in Indonesia and East Timor, Human Rights Watch, New York, 1989, p. 253.</ref>
Menurut Gabriel Defert, berdasarkan data statistik pemerintah Portugal dan Indonesia serta Gereja Katolik, antara Desember 1975 dan Desember 1981, kurang lebih 300.000 warga Timor tewas; jumlah ini mewakili 44% populasi Timor Leste pra-invasi.<ref>
Robert Cribb dari [[Universitas Nasional Australia]] berpendapat bahwa jumlah korban tewas terlalu dilebih-lebihkan. Menurutnya, angka 555.350 penduduk yang diperoleh dari sensus 1980, disebut-sebut sebagai "sumber yang paling bisa diandalkan", mungkin merupakan perhitungan paling sedikit (minimum). Ia menulis, "Perlu diketahui bahwa ratusan ribu orang Timor Leste menghilang semasa kekerasan September 1999, lalu muncul kembali." Sensus 1980 menjadi usang karena sensus 1987 menghitung 657.411 penduduk Timor. Angka tersebut memerlukan pertumbuhan sebesar 2,5% per tahun, nyaris identik dengan tingkat pertumbuhan yang sangat tinggi di Timor Leste sejak 1970 sampai 1975. Pertumbuhan seperti ini mustahil karena pendudukan Indonesia berlangsung dengan sangat brutal, bahkan sampai mencegah reproduksi penduduk. Karena tidak banyak kesaksian pribadi tentang kekejaman atau trauma yang dialami tentara Indonesia, ia menambahkan bahwa Timor Leste "tampaknya—menurut laporan berita dan penelitian akademik—bukan masyarakat yang mudah trauma akibat kematian massal... [S]uasana menjelang pembantaian Dili tahun 1991...menunjukkan sebuah masyarakat yang tetap tegar dan marah, sikap yang tidak mungkin ada apabila [Timor Leste] diperlakukan layaknya Kamboja era [[Pol Pot]]." Strategi militer Indonesia bertujuan merebut "hati dan pikiran" rakyat, strategi yang tidak cocok as dengan dugaan pembunuhan massal.<ref>[http://works.bepress.com/robert_cribb/2/ How many deaths? Problems in the statistics of massacre in Indonesia (1965–1966) and East Timor (1975–1980)]. Works.bepress.com (15 February 2008).</ref>
|