'''Mangkok Merahmerah''' merupakan sebuah tradisi dalam adat [[Dayak]] yang berfungsi sebagai alat komunikasi antar sesama [[rumpun Dayak]] serta sebagai penghubung dengan roh nenek moyang. Hanya Panglima Adat yang berwenang untuk memanggil dan berhubungan dengan para roh suci atau dewa.<ref name="john" />
Pada mulanya adat ini bernama ''Mangkokmangkok Jaranangjaranang'' karena menggunakan mangkok yang diwarnai dengan [[jeringau|jaranang]]. Jaranang adalah sejenis tanaman akar yang mempunyai getah berwarna merah dan digunakan sebagai pewarna sebelum masyarakat Dayak mengenal cat. Akar [[jeringau|jaranang]] yang berwarna merah dioleskan pada dasar mangkuk bagian dalam sehingga kini dikenal dengan nama Mangkok Merah. Adat ini dilangsungkan apabila pada suatu kasus, misalnya ''parakng'' (bunuh) atau pelecehan seksual, pihak pelaku tidak bersedia menyelesaikan secara adat. Pihak ahli waris korban yang merasa terhina akan bersepakat, dan mungkin berakhir dengan melakukan aksi belas dendam melalui pengerah masa secara adat yang disebut ''Mangkok Merah''.<ref name="kay">F. Bahaudin Kay. Akses=4 Mei 2013. [http://yohanessupriyadi.blogspot.com/2008/03/adat-mangkok-merah-dan-pamabakng.html Adat Mangkok Merah dan Pamabakng].</ref>
Mangkok Merah hanya digunakan jika benar-benar terpaksa. Segala macam akibat yang akan ditimbulkan akan dipertimbangkan masak-masak karena korban jiwa dalam jumlah besar sudah pasti akan berjatuhan.<ref name="john" />
== Latar belakang ==
Latar belakang terjadinya adat mangkok merah adalah jika suatu pelaku pelanggaran tidak bersedia menyelesaikan kesalahannya secara adat sehingga dianggap menghina dan melecahkan harkat dan martabat ahli waris korban. Akibatnya, ahli waris yang mengetahui akan mengadakan upaya pembalasan dengan mengumpulkan semua ahli waris korban melalui adat mangkok merah. Dalam peristiwa pembunuhan, apabila dalam waktu 24 jam tidak ada tanda-tanda upaya penyelesaian secara adat, pihak ahli waris korban segera menyikapinya dengan upaya pembelasan. Karena pelaku dianggap telah menentang adat, ia dianggap pantas untuk ''dihajar seperti binatang'' yang tidak beradat.<ref name="kay" />
Gerakan mangkok merah menjadi tanggung jawab ahli waris korban dan hanya mereka yang berhak memimpin gerakan. Menurut masyarakat Dayak Kanayatn, keturunan ahli waris ''samdiatn'' digambarkan menurut garis lurus berikut:<ref name="kay" />
# Saudara sekandung (''tatak pusat'') disebut samadiatn.
# Sepupu satu kali (''sakadiritan'') disebut kamar kapala.
# Sepupu dua kali (''dua madi’ ene’'') disebut waris.
# Sepupu tiga kali (''dua madi’ ene’ saket'') disebut waris.
# Sepupu empat kali (''saket'') disebut waris.
# Sepupu lima kali (''duduk dantar'') disebut waris.
# Sepupu enam kali (''dantar'') disebut waris.
# Sepupu tujuh kali (''dantar page'') disebut waris.
# Sepupu delepan kali (''page'') masih tergolong waris.
# Sepupu sembilan kali (''dah baurangan'') tidak tergolong waris.
Pelaksanaan dan penangung jawab adat mengkok merah adalah seluruh jajaran ahli waris korban yang dipimpin oleh ''dua madi’ ene’'' sebagai ''kepala waris''. Apabila pasukan telah berangkat menuju sasaran, hampir tidak ada alternatif lain untuk pencegahan kecuali dengan upaya adat [[pamabakng]].<ref name="kay" />
== Ritual ==
Sifat-sifat yang terkandung dalam adat mengkok merah adalah:<ref name="kay" />
# Seluruh acara pelaksanaan adat mangkok merah dimulai dari musyawarah hingga pemberangkatan bala dilakukan secara religius sehingga bersifat sakral.
# Pihak ahli waris yang dituju atau yang menerima berita mengkok merah harus ikut, atau akan dianggap pengecut dan tidak punya malu. Dengan demikian, adat mangkok merah bersifat mengikat atau memaksa.
=== Perlengkapan ===
Panglima Adatadat perlu mempersiapkan sejumlah perangkat dalam upacara memanggil roh dewa:<ref name="john">John MacDougall. [http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1997/03/06/0066.html Kisah Mangkok Merah di Pedalaman Kalbar].</ref><ref name="kay" />
# Mangkuk dari teras [[bambu]] atau tanah liat yang berbentuk bundar, sebagai wadah untuk meletakkan peralatan yang lain. Dasar mangkuk diolesi getah [[jeringau|jaranang]] berwarna merah yang mengandung pengertian ''pertumpahan darah''. Perlengkapan lain nantinya dikemas dalam mangkuk kemudian dibungkus kain merah.
Panglima yang sudah dirasuki roh dewa akan pulang ke desanya dengan meneriakan kata-kata magis tertentu. Penduduk desa mengerti maksudnya dan berkumpul di lapangan sambil membawa [[mandau]], [[perisai]], dan senjata lantak dengan kain merah di kepala. Panglima Adat kemudian ''menularkan'' roh dewa kepada semua penduduk kemudian mengutus kurir untuk mengantarkan mangkuk merah ke desa lain.<ref name="john" />
Beberapa orang yang ditunjuk untuk menyampaikan berita telah diberi arahan mengenai maksud dan tujuan mangkok merah, siapa saja yang harus ditemui (para ahli waris), kapan berkumpul, tempat berkumpul, dan sebagainya. Mereka tidak boleh menginap atau singgah terlalu lama. Meskipun hujan lebat atau hari sudah petang, mereka harus meneruskan perjalanan.<ref name="kay" />
Panglima Adat dari desa lain dipercaya mengetahui kedatangan kurir dengan kekuatan supernaturalnya dan menjemputnya bersama dengan penduduk desanya. Setelah mengetahui siapa musuh yang akan dihadapi, Panglima Adat desa tersebut akan ''menularkan'' roh dewa kepada seluruh penduduk desa. Upacara mengedarkan mangkuk merah berlangsung di seluruh wilayah yang bisa dijangkau hingga dianggap cukup untuk menghadapi musuh.<ref name="john" />
{{reflist|2}}
{{artikel pilihan}}
== Pranala luar ==
* [http://jakartaisme.blogspot.com/2012/06/orang-madura-itu-bau-sapi-orang-dayak.html Madura, Dayak, Melayu dan Keterlibatannya di Konflik Sampit] oleh Prof. Dr. Parsudi Suparlan, Ph.D.
* [http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2012/02/18/11-tahun-lalu-menjadi-saksi-tragedi-sampit-18-februari-2001-440258.html 11 Tahun Lalu: Menjadi Saksi Tragedi Sampit 18 Februari 2001]{{linkrot}} lifestyle.kompasiana.com
{{AP}}
[[Kategori:Budaya Indonesia]]
|