Angulimala: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
get rid of = menyingkirkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 64:
Cerita Aṅgulimāla dapat ditemukan di sejumlah sumber dalam bahasa [[Pāli]], Sanskerta, Tibetan dan Tionghoa. Aṅgulimāla lahir dengan nama Ahiṃsaka. Ia dibesarkan sebagai pemuda cerdik di [[Sawati]], dan di sekolah, ia menjadi murid kesayangan dari gurunya. Namun, karena iri, para teman sekelasnya membuatnya bermusuhan dengan gurunya. Dalam upaya untuk menyingkirkan Aṅgūlimāla, gurunya mengirimnya pada misi mematikan untuk menemukan seribu jari manusia untuk menyelesaikan sekolahnya. Berniat untuk menjalankan misi tersebut, Aṅgulimāla menjadi perampok ulung, membunuh banyak orang dan menyebabkan seluruh warga desa berpindah. Kemudian, peristiwa tersebut menyebabkan [[Pasenadi|sang raja]] untuk mengirim tentara untuk menangkap pembunuh tersebut. Sementara itu, ibu Aṅgulimāla berniat untuk turun tangan, hampir menyebabkannya juga dibunuh oleh putranya. Namun, sang Buddha memutuskan untuk menghindarkannya dan memakai [[ṛddhi|kekuatan]] dan ajarannya untuk membawa Aṅgulimāla ke jalan yang benar. Aṅgulimāla menjadi pengikut Buddha, dan mengejutkan sang raja dan orang-orang lainnya, menjadi seorang biksu di bawah bimbingannya. Para penduduk desa masih marah dengan Aṅgulimāla, namun rasa marah tersebut terhapuskan saat Aṅgulimāla menolong seorang ibu saat melahirkan anak melalui sebuah [[sacca-kiriya|tindak kebenaran]].
 
Para cendekiawan berteori bahwa Aṅgulimāla adalah bagian dari kultus kekerasan sebelum ia bertobat. Indologis [[Richard Gombrich]] menyatakan bahwa ia adalah pengikut aliran awal dari [[Tantra]], namun klaim tersebut diragukantelah dibantah. Umat Buddha menganggap Aṅgulimāla sebagai lambang transformasi spiritual, dan ceritanya adalah sebuah pelajaran yang dapat mengubah kehidupan setiap orang menjadi lebih baik, bahkan setidaknya pada orang-orang yang seperti itu. Ini menginspirasi badan penjara Buddha resmi di Inggris untuk menamakan organisasi mereka dengan namanya. Selain itu, cerita Aṅgulimāla menjadi bahan diskusi keadilan dan [[rehabilitasi (penologi)|rehabilitasi]] di kalangan cendekiawan, dan dipandang oleh teolog John Thompson sebagai contoh yang baik untuk ditiru dengan [[luka moral]] dan [[etika kepedulian]]. Aṅgulimāla menjadi subyek film dan sastra, dengan sebuah [[Angulimala (film 2003)|film Thai bernama sama]] dipilih untuk mengisahkannya berdasarkan pada sumber-sumber terawal, dan buku ''The Buddha and the Terrorist'' karya [[Satish Kumar]] mengadaptasi cerita tersebut sebagai tanggapan [[ahimsa|non-kekerasan]] terhadap [[Perang melawan terorisme]].
 
== Sumber tekstual dan temuan epigrafi ==