Angulimala: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Glorious Engine (bicara | kontrib)
Glorious Engine (bicara | kontrib)
Baris 150:
[[File:Nava Jetavana Temple - Shravasti - 004 King Pasenadi Planting the Ananda Bodhi Tree in Jetavana (9241772739).jpg|thumb|King [[Pasenadi]] menanam sebuah [[Pohon Bodhi]] untuk menghormati sang Buddha.]]
Cerita Aṅgulimāla menggambarkan bagaimana para penjahat terpapar oleh lingkungan fisik dan psiko-sosial mereka.<ref>{{cite journal|last1=Kangkanagme|first1=Wickrama|last2=Keerthirathne|first2=Don|title=A Comparative Study of Punishment in Buddhist and Western Educational Psychology|journal=The International Journal of Indian Psychology|date=27 July 2016|volume=3|issue=4/57|page=36|url=https://books.google.com/?id=b5PADAAAQBAJ}}</ref> [[Analis Jungian]] Dale Mathers berteori bahwa Ahiṃsaka mulai membunuh karena [[pengartian (psikologi)|sistem pengertiannya]] telah rusak. Ia tak lagi diapresiasi sebagai orang yang bertalenta dalam hal akademik. Sikapnya dapat dinyatakan sebagai "Aku tak memiliki nilai; sehingga, aku bisa membunuh. Jika aku membunuh, kemudian menunjang bahwa aku tak memiliki nilai".{{sfn|Mathers|2013|page=127}} Menjelaskan kehidupan Aṅgulimāla, Mathers menulis, {{nowrap|"ia adalah ... seorang figur}} yang menjembatani pemberian dan pengambilan nyawa."{{sfn|Mathers|2013|page=129}} Selain itu, merujuk kepada konsep psikologi [[luka moral]], teolog John Thompson mendeskripsikan Aṅgulimāla sebagai seseorang yang dikhianati oleh figur otoritas namun memutuskan untuk memulihkan kode moralnya yang terkikis dan memperbaiki masyarakat yang menjadi korbannya.<ref name="McDonald 2017" /> Korban-korban selamat dari luka moral memerlukan seorang penyembuh dan masyarakat yang menghadapinya berjuang bersama namun berhadapan dengan hal tersebut dengan cara aman; sehingga, Aṅgulimāla dapat pulih dari luka moralnya karena sang Buddha sebagai pemandu spiritualnya, dan komunitas monastik yang memimpin kehidupan terdisiplinkan, mentoleransikan kerja keras.{{sfn|Thompson|2017|p=182}} Thompson kemudian berpendapat bahwa cerita Aṅgulimāla dapat dipakai sebagai penjelasan dari [[terapi naratif]]<ref name="McDonald 2017">{{cite encyclopedia|last1=McDonald|first1=Joseph|editor1-last=McDonald|editor1-first=Joseph|encyclopedia=Exploring Moral Injury in Sacred Texts|date=2017|publisher=[[Jessica Kingsley Publishers]]|title=Introduction|isbn=978-1-78450-591-2|url=https://books.google.com/?id=2-YpDgAAQBAJ|page=29}}</ref> dan mendeskripsikan etika yang tercantum dalam naratif sebagai pertanggungjawaban yang menginspirasi. Cerita tersebut bukan mengenai keselamatan, namun lebih kepada menyelamatkan diri sendiri dengan bantuan dari orang lain.{{sfn|Thompson|2017|p=189}}
 
Cendekiawan etika [[David Loy]] secara khusus menulis soal cerita Aṅgulimāla dan implikasi bahwa cerita tersebut memiliki sistem keadilan. Ia meyakini bahwa dalam [[etika Buddha]], satu-satunya penentang akal budi harus dihukum untuk mereformasi karakter mereka. Jika seorang penentang, seperti Aṅgulimāla, telah siap mereformasi dirinya sendiri, tak ada alasan untuk menghukumnya, bahkan sebagai petobat. Selain itu, Loy berpendapat bahwa cerita Aṅgulimāla tak mencantumkan bentuk apapuan dari [[keadilan restoratif]] atau [[keadilan transformatif|transformatif]], dan sehingga dianggap cerita "mengambang" sebagai contoh keadilan.{{sfn|Loy|2009|p=1247}} Di sisi lain, mantan politikus dan cendekiawan kesehatan masyarakat [[Mathura Shrestha]] mendeskripsikan cerita Aṅgulimāla sebagai "mungkin konsep pertama dari keadilan transformatif', mengutip pertobatan Aṅgulimāla dan penarikan kehidupan lamanya sebagai perampok, dan sehingga ia kemudian diterima para kerabat korban.<ref>{{cite web|last1=Shrestha|first1=Mathura P.|author-link=Mathura P. Shrestha|title=Human Rights including Economic, Social and Cultural Rights: Theoretical and Philosophical Basis|url=http://cffn.ca/2007/01/human-rights-including-economic-social-and-cultural-rights-theoretical-and-philosophical-basis/|archive-url=https://web.archive.org/web/20180507182406/http://cffn.ca/2007/01/human-rights-including-economic-social-and-cultural-rights-theoretical-and-philosophical-basis/|archive-date=8 May 2018|dead-url=no|website=Canada Foundation for Nepal|accessdate=4 May 2018|date=9 January 2007}}</ref> Menulis soal hukuman mati, cendekiawan Damien Horigan menyatakan bahwa [[rehabilitasi (penologi)|rehabilitasi]] adalah tema utama dari cerita Aṅgulimāla, dan bahwa menyaksikan rehabilitasi semacam itu adalah alasan kenapa Raja Pasenadi tak menganiaya Aṅgulimāla.<ref>{{cite journal|last1=Horigan|first1=D. P.|title=Of Compassion and Capital Punishment: A Buddhist Perspective on the Death Penalty|journal=The American Journal of Jurisprudence|date=1 January 1996|volume=41|issue=1|page=282|doi=10.1093/ajj/41.1.271|url=https://academic.oup.com/ajj/article-abstract/41/1/271/253506}}</ref>
 
== Catatan ==