Politik Minangkabau: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: penggantian teks otomatis (-asal-usul, +asal usul
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 1:
{{Orphan|date=Oktober 2016}}
 
[[Berkas:Pagaruyung.jpg|thumbjmpl|270px|rightka|[[Istana Pagaruyung]], simbol politik tertinggi kerajaan Minangkabau.]]
 
'''Politik Minangkabau''' adalah suatu sistem [[politik]] [[Orang Minang|masyarakat Minangkabau]] yang telah berkembang sejak berabad-abad lalu. Sistem ini berlandaskan kepada dua sistem [[Adat Minangkabau|adat di Minangkabau]], yakni sistem [[Lareh Koto Piliang|Koto Piliang]] serta [[Lareh Bodi Caniago|Bodi Caniago]].<ref>Audrey R. Kahin, Rebellion to Integration, West Sumatra and the Indonesian Polity 1926-1998</ref> Dalam perkembangannya, kedua sistem yang bertolak belakang ini melahirkan sistem politik Minangkabau yang berlandaskan [[demokrasi]], [[egalitarianisme|egalitarian]], dan [[keadilan sosial]].
Baris 29:
 
=== Zaman Kerajaan ===
[[Berkas:Raja_Melewar.jpg|thumbjmpl|200px|rightka|[[Raja Melewar]], Raja Minangkabau di [[Semenanjung Malaya]].]]
 
Memasuki zaman kerajaan pada abad ke-7, kehidupan politik di tanah Minang tak banyak mengalami perubahan. Para pemimpin politik biasanya juga menjadi seorang pemimpin dalam kafilah perdagangan. Semula kerajaan-kerajaan Minangkabau berkembang di sekitar hulu sungai-sungai besar. Namun untuk memperluas usaha dagang mereka, banyak di antara pemimpin tersebut yang kemudian mengembangkan [[koloni]] dagang dan kerajaan-kerajaan di perantauan. Salah satu kerajaan yang berkembang di hulu [[Sungai Kampar]] ialah [[Minanga|Kerajaan Minanga]]. Seorang pempimpin politiknya [[Dapunta Hyang Sri Jayanasa]], pada tahun 671 melakukan ekspedisi militer ke [[Kota Palembang|Palembang]] dan mendirikan [[Kerajaan Sriwijaya]].<ref>Drs. R. Soekmono, (1973 5th reprint edition in 1988). Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2, 2nd ed. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. hlm. 38. ISBN 979-4132290X</ref> Ekspedisi ini juga bertujuan untuk memindahkan pusat kerajaannya di pedalaman ke daerah yang [[strategi]]s di tepi laut.<ref>Dr. Boechari, An Old Malay Inscription of Srivijaya at Palas Pasemah (South Lampung). In Pra Seminar Penelitian Sriwijaya, 1979, Jakarta: Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional</ref> Selain Minanga, di hulu Sungai Kampar juga berdiri [[Kesultanan Kuntu]].
Baris 42:
 
=== Zaman Kolonial ===
[[Berkas:Sultan Malaysia I.jpg|150px|thumbjmpl|leftkiri|[[Abdul Rahman dari Negeri Sembilan|Tuanku Abdul Rahman]], pemimpin politik [[Malaysia]].]]
 
Pada zaman kolonial sistem politik Minangkabau tidak mendapatkan tempat yang semestinya. Nagari-nagari bukan lagi menjadi sistem politik yang otonom, namun berada di bawah ''Laras'' yang para pemimpinnya diangkat oleh kolonial [[Belanda]].<ref>Graves, Elizabeth E. (2007). ''Asal usul Elite Minangkabau Modern: Respons Terhadap Kolonial Belanda Abad XIX/XX''. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia</ref><ref>Franz von Benda-Beckmann, Keebet von Benda-Beckmann; Political and Legal Transformations of an Indonesian Polity: The Nagari from Colonisation to Decentralisation, 2013</ref> Akibat dianulirnya peran politik masyarakat Minang, banyak dari tokoh-tokoh Minang yang melakukan pemberontakan terhadap pemerintah Belanda. Pada tahun 1908 terjadi Pemberontakan Anti-Pajak di seluruh [[Sumatera Barat]]. Karena aspirasi politiknya tak didengar, pada tahun 1927 sekali lagi rakyat Minangkabau melakukan pemberontakan terhadap pemerintah kolonial. Pemberontakan ini dimotori oleh kaum [[Islam]]-[[komunis]] di [[Silungkang, Sawahlunto|Silungkang]], [[Kota Padang|Padang]], dan [[Kota Padang Panjang|Padang Panjang]], yang kemudian memberikan dampak luas ke seluruh Hindia Belanda. Untuk meredakan ketegangan di Minangkabau, pemerintah Belanda memberikan kesempatan kepada masyarakat Minang untuk membentuk Dewan Minangkabau (''Minangkabau Raad''). Dewan ini menjadi saluran aspirasi politik Minangkabau, dimana banyak dari tokoh-tokoh Minang yang kemudian duduk menjadi anggota [[Volksraad]]. Beberapa anggota Volksraad dari ranah Minang yang cukup vokal antara lain [[Abdul Muis]], [[Agus Salim]], dan [[Jahja Datoek Kajo]].<ref name="Kahin"/>